Taman Sidandang, salah satu daya tarik Desa wisata Kaligono, Purworejo. ( Foto-foto: Sarwoko)
Direktorat Pengembangan Destinasi Pariwisata Regional I Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Parekraf mengundang bisniswisata. co.id untuk menghadiri Rapat Kordinasi Desa Wisata Super Prioritas Borobudur dan sosialisasi CHSE di Desa Wisata .Berikut tulisan ke sembilan
MUNGKID, Kab. Magelang, bisniswisata.co.id: Sosialisasi program Cleanliness, Healthy, Safety & Environment Sustainability (CHSE) Kemenparekraf di Kabupaten Magelang mendapat sambutan warga Desa Wisata Karangrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (23/9/2020) lalu.
Diantara kepala desa yang menerima bantuan peralatan kebersihan dan kesehatan adalah Suroto, Kepala Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jateng.Dia nampak paling antusias menerima bantuan
Untuk mendorong wisatawan memiliki kepercayaan tinggi dan mau mengunjungi desa-desa wisata di Destinasi Super Prioritas ( DSP) Borobudur, Kemenparekraf memiliki pilot project pengembangan 50 desa wisata di 5 Destinasi Super Prioritas.
Pengembangan desa wisata di DSP Borobudur dalam tahun anggaran 2020 ini meliputi 12 Desa Wisata (termasuk Kaligono) dalam dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta yang mencakup 6 kabupaten.
“Saya antusias sekali dengan program CHSE karena masyarakat desa kami sudah mendapatkan manfaat setelah desa kami menjadi desa wisata. Sekarang dengan terjadi pandemi global kami kehilangan tamu, namun warga masih bisa hidup dari hasil tani,” ujarnya di sela-sela kegiatan.
Suroto mengaku kawal desa Kaligono menjadi desa wisata karena sejak tahun 2007 sudah menjadi kepala desa dan sekarang masuk ke periode yang ketiga kalinya dimana satu periode masa baktinya selama enam tahun. Praktis 17 tahun terakhir dia memimpin 1400 KK atau 4000 warga yang rata-rata adalah petani duren lokal.
” Sejak menjadi desa wisata, warga senang karena bisa menjual hasil pertanian dan menentukan harga sendiri. Warga bahkan setiap tahun menggelar Festival Durian dengan harga mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 100.000/ buah” ungkapnya.
Sebelum menjadi desa wisata, warga harus menjual hasil tani keluar daerah, tapi sekarang pembeli datang sendiri terutama saat panen buah durian itu. Selain bisa hidup lebih sejahtera, pariwisata mengentaskan kemiskinan dan menambah peningkatan ekonomi.
Apalagi potensi wisata alamnya yang indah membuat wisatawan betah sehingga warga desa kini menyediakan homestay dengan tarif rata-rata Rp 70.000/ per orang, per malam sudah termasuk sarapan pagi nasi goreng.
“Wisatawan domestik yang paling banyak justru dari Yogya yang ingin menikmati wisata alam. Nanun saat ada festival durian atau grebeg durian alias lomba makan durian peserta datang dari Jakarta, Semarang dan kota-kota yang lain. Bahkan ada yang dari Sumatera,” imbuh Agung Mulyanto, pengurus Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) Kaligono.
Suroto yang hadir bersama pengurus Pokdarwis lainnya seperti Agung Mulyanto, Sarwoko dan Kelik mengatakan desa wisatanya juga kerap disebut Dewi Kano. Dewi sendiri singkatan desa wisata sedangkan kano adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan untuk menyusuri Kali Gesing dengan perahu kano selain program Live In.
Festival duren, grebeg duren adalah kegiatan penunjang untuk mendukung keberadaan obyek-obyek wisata yang dikelola Pokdarwis di Dusun Jeketro dan Kedungrante yakni Curug Siklotok dan Taman Sidandang, Curug Silangit yang ramai dikunjungi wisatawan maupun wisata religi ke makam Mbah Bei.
Desa Wisata Kaligono (Dewi Kano) adalah salah satu desa wisata di sebelah barat pegunungan Menoreh yang juga menyimpan potensi pertanian lainnya seperti sentra buah manggis dan kambing peranakan etawa (PE).
Pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa selama 10 tahun terakhir mempengaruhi PDRB kabupaten. Kecamatan Kaligesing ditetapkan sebagai kawasan pengembangan agropolitan sesuai dengan RTRW Kabupaten dan isu strategis yang berkembang merupakan sebuah peluang untuk mengembangkan agrowisata.
Agung Mulyanto mengaku proses menjadi desa wisata memang tidak gampang dan dari 10 pemuda perintis Pokdarwis, tinggal beberapa orang yang aktif seperti Sarwoko & Kelik karena selain kerja ibadah tanpa gaji, juga harus memiliki keyakinan dan kecintaan yang tinggi dengan dunia pariwisata.
“Harus ada pendampingan yang konsisten dari Pemprov maupun Pemerintah Pusat sehingga desa wisata bisa naik kelas. Pembinaan juga harus terus naik kelas, ibaratnya kalau sudah 10 tahun dibina materinya jangan kelas PAUD terus jadi ilmu kami bisa bertambah,” kata Agung.
Pelan tapi pasti, didukung kepala desa dan warga yang mulai sadar wisata, akhirnya melihat aliran sungai di Dusun Kedungrante yang tak pernah kering oleh warga dimanfaatkan potensi wisata air di desanya dengan perahu kano dan aktivitas air lainnya.
Keberadaan kedung cantik dengan aliran air bertingkat amat memikat. Orang yang melewati kawasan itu pasti akan melirik dan tertarik merasakan segarnya air pegunungan asli.
Ternyata mimpi memiliki objek wisata itu tidak mudah. Warga masih harus membabat kebun yang dikelola untuk dijadikan fasilitas pendukung seperti jalan, gardu istirahat dan sebagainya..
Tidak patah semangat dan setengah hati dalam melangkah, warga juga bekerjasama membuat lapangan terbuka dan jembatan wisata berikut ikon objek wisata yang selanjutnya dinamakan Taman Sidandang.
“Kami tidak mau jauh dari nama yang sudah ada di sini. Bentuk dandang juga kita buat untuk semakin mengenalkan keberadaan kami,” katanya.
Tidak sampai setengah tahun, warga berani mendeklarasikan kemunculan Taman Wisata Sidandang sebagai salah satu objek tujuan wisata di Purworejo. Peresmian dilakukan Juni 2014 sekitar dua tahun setelah Desa Wisata Kaligono terbentuk di tahun 2012.
Di era pandemi global saat ini, obyek wisata alam dan terbuka banyak menjadi pilihan dan di Kaligono ini ada Curug Siklothok, air terjun yang memiliki medan alami dengan batu-batu kerikil serta dikelililingi deretan pepohonan hijau dengan lanskap perbukitan.
Menyimpan keindahan alam yang masih sangat asri dengan kesegaran air yang mengalir dari tiga mata air yang bertemu menjadi satu berasal dari mata air gunung Irengan, mata air gunung Jepati dan mata air Katerban.
Selain Curug Siklothok, di sekitar tempat tersebut terdapat pula Curug Silangit yang cukup tinggi hingga dinamakan “Silangit.”. Obyek-obyek ini memang paling disukai netizen karena menjadi spot foto yang Instagramable pula.
Daya tarik wisata alam lainnya adalah Gunung Condong, pesona keindahan alam bak permadani hijau di Bumi Kaligesing. Dari ketinggian gunung yang juga disebut Bukit Wukir Kencana ini terlihat wilayah Purworejo.
Apabila mendaki gunung Condong pada pagi hari atau sore hari, laut selatan pun dapat terlihat. Pemandangan indah ketika matahari terbit dan terbenam juga dapat dinikmati dari atas gunung Condong
“Satu lagi daya tarik lainnya adalah makam Mbah Ngabei. Anak milenial mungkin tidak suka dengan wisata ke makam namun sejarahnya sungguh menarik karena dikenal juga dengan nama Mbah Banten, tokoh agama yang berasal dari Banten, ” jelas Kades Suroto.
Diperkirakan Mbah Ngabei hidup pada zaman Pangeran Diponegoro sekitar abad ke 17. Jika dirunut dari silsilah yang ada maka nama mbah yang aslinya adalah Ngabei Sayid Syarifuddin merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati, tambahnya.
Meski Kades Suroto, Sarwoko dan kawan-kawan hanya bercerita dan mengajak wisata virtual melalui foto-foto indah di handphone dan tayangan YouTube, alhasil Desa Kaligono memang memikat dengan segala aktivitas. Yuk jangan ragu berkunjung dengan mengikuti protokol kesehatan.
” Saya tunggu kedatangannya, nikmati langsung alam pedesaan kami,” kata Suroto yang wanti-wanti agar saya cepat berkunjung karena masa baktinya sebagai Kepala Desa berakhir tahun depan.
Suroto yang sudah pernah berjumpa saya saat mengikuti lomba desa wisata tingkat nasional di Bali beberapa tahun lalu rupanya ingin menjadi tuan rumah yang baik karena 10 tahun terakhir saya memang menjadi juri desa wisata. Oke bos…