Atal Depari, Ketua Umum PWI Pusat, (ke tiga dari kiri) bersama para nara sumber seminar Melawan Berita Hoax.
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyelenggarakan seminar nasional Pers Indonesia Melawan Berita Hoax di Hotel Borobudur, Jakarta. Seminar dihadiri oleh pelaku dunia usaha, direktur perusahaan, regulator, dan mahasiswa.
Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari mengatakan berita bohong ( hoax) telah menjadi virus yang berbahaya dan mempengaruhi berbagai bidang. Pers dan kita semua harus sepakat bersama-sama memerangi hoax,” ujar Atal ketika membuka acara.
Dengan mengusung tema “Seberapa Bahaya Hoax Itu Mempengaruhi Ekonomi di Indonesia”, pihaknya berharap masslah serius ini diatasi dengan cepat dan tepat.
Sebagai ketua umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pusat yang baru, Atal mengatakan organisasinya harus profesional dan menyesuaikan dengan Zaman Now. Oleh karena itu dengan 16.000 anggota PWI pihaknya segera meluncurkan aplikasi untuk membantu mendeteksi berita hoax.
Era media sosial seperti saat ini, sebaran hoax (berita bohong) menjadi sesuatu yang sangat serius. Dampaknya dapat mengacaukan masyarakat, tidak hanya di jagat maya melainkan juga di kehidupan nyata.
Banyak kasus buruk yang terjadi akibat hoax, karena banyak oknum yang memang sengaja memanfaatkan hoax sebagai senjata perang mereka. Terlebih di tahun politik seperti saat ini. Karena itulah Atal meminta semua anggotanya profesional bekerja dan siaga.
“Kalau berita hoax berasal Aceh maka PWI Aceh bersama insransi terkait harus atasi langsung virus hoax di daerahnya hari itu juga karena penyebaran ‘ virus’ hoax begitu masif,” ungkap Atal.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan Media Massa, Gun Gun Siswadi mengungkapkan penyebaran hoax dapat berlangsung cepat seiring dengan tingkat penetrasi penggunaan internet Indonesia yang meningkat signifikan.
“Berdasarkan data, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia sebanyak 262 juta orang. Artinya 54,68 persen masyarakat kita yang menggunakan internet,” kata Gun Gun.
Masyarakat sesungguhnya bisa dengan cepat mengenali beredarnya berita hoax Ciri-ciri hoax biasanya menyebarkan kebencian, permusuhan, provokasi, hingga meminta di share atau disebarkan, jelasnya.
Selama Tahun 2017 berdasarkan data yang dihimpun, sebanyak 800.000 berita hoax tersebar di internet. Selama kurun waktu Januari hingga Juli 2017, Kementerian Kominfo telah memblokir 6.000 situs yang menyebarkan hoax. Bahkan Kementerian Kominfo, sejak pertengahan tahun 2018 juga telah mengaktifkan mesin sensor AIS untuk mendeteksi sumber penyebaran konten hoax
Maraknya penyebaran informasi yang tidak jelas sumbernya, maupun tidak akurat dan mengandung unsur kebohongan atau hoax memilki dampak terhadap perekonomian nasional.
“ Kita jadi bimbang padahal banjirnya informasi palsu itu sebenarnya “perang” yang bersifat individu terutama marak menjelang Pilpres. Kuncinya wartawan harus punya kemampuan melawan hoax dan bekerja berdasarkan fakta lapangan, kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang menjadi nara sumber lainnya.
Penyebaran hoax merupakan sebuah masalah serius karena dampaknya dapat mengacaukan masyarakat serta mempengaruhi ekspektasi dan perilaku masyarakat yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan berekonomi (konsumsi dan berinvestasi).
“Untuk itu jurnalis harus menuliskan fakta yang sebenarnya, bukan hanya fakta benda. Untuk saat ini banyak jurnalis yang menulis berdasarkan fakta bayangan. Misalnya pada kecelakaan seharusnya memastikan lebih dulu kondisi korban melalui observasi langsung, konfirmasi pihak berwewenang (tenaga medis dan kepolisian), dan keterangan saksi mata,” papar Yosep.
Vice President Corporate Communications Pertamina, Adiatma Sardjito yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar itu menegaskan, Pertamina kerap menjadi korban hoax
“Kami sering sekali menjadi korban hoax karena itu masyarakat jika mau memastikan berita hoax terutama dalam hal lowongan pekerjaan atau promo-promo langsung akses dan melakukan kroscek keabsahan informasi yang mereka terima ke Call Center Pertamina 1 500 000 atau ke kanal media sosial resmi Pertamina,” kara Adiatma.
“Berita hoax dibuat oleh orang cerdas yang jahat, dan disebarkan oleh orang baik yang bodoh. Jadi sudah tugas kita bersama untuk memerangi dan mencegah berita hoax yang beredar,” tegasnya.
Selain Adiatma, acara yang dimoderatori oleh pemimpin redaksi Warta Ekonomi Muhamad Ihsan ini juga menghadirkan Dr. Hendrasmo, MA Tenaga Ahli Dirjen Informasi & Komunikasi Politik serta praktisi social media Nukman Luthfie yang menjadi nara sumber penutup.
Mengutip data dari Nieman Lab, Nukman mengatakan sebesar 40% orang lebih mempercayai informasi dari media sosial daripada media mainstream. “Ada beragam faktor penyebab, salah satunya karena mereka pikir ada bias politik di dalam media mainstream,” ujar Nukman.
Nieman Lab memang bukan lembaga di Indonesia tapi dalam kasus hoax di tanah air ini penyebabnya karena media mainstream terbukti dalam pemberitaannya sudah tidak bisa netral bahkan berpihak ke partai politik tertentu atau salah satu capres
Media mainstream seharusnya mampu membuat masyarakat menerima informasi valid yang mereka olah menjadi berita. Salah satu caranya dengan menyajikan konten yang netral dan terpercaya.
“Akibat media mainstreamnya tidak bisa netral maka media sekarang isinya content dan platform yaitu konten berita yang selebihnya berfungsi sebagai influencer.” kata Nukman
- Sebenarnya masih ada 60% publik yang mempercayai media mainstream sebagai sumber informasi mereka . Oleh karena itu, kata Nukman, media harus mendorong upaya verifikasi terhadap pemberitaan untuk menahan dampak dari berita bohong yang rawan beredar melalui media sosial.
Untuk itu, ia mengharapkan PWI dan pelaku media untuk menggaungkan upaya verifikasi terhadap berita bohong agar masyarakat tercerahkan, meski hal ini tidak mudah dilakukan.
“Harapannya wartawan mempunyai kemampuan untuk memverifikasi hoax dan punya sertifikat untuk itu,” kata Nukman.
Menurut dia, tidak banyak media di Indonesia yang mau bersusah payah untuk melakukan verifikasi dan memerangi berita bohong, padahal upaya tersebut penting untuk mendapatkan kepercayaan dari pembaca.
“Susah bagi masyarakat untuk mencari media mainstream yang bisa menjadi pegangan. Ini yang membuat orang-orang mencari alternatif informasi, dan itu didapat melalui media sosial,” ujarnya