HILDA'S NOTE

Masa Menunggu Solusi COVID-19

Akhirnya umat Muslim tiba dihari kemenangan, merayakan hari Raya Idul Fitri 1441 H, 24 Mei 2020 setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Ada 1,8 milyar umat Muslim di dunia yang merayakan dengan cara yang berbeda, tanpa bersilaturahmi bahkan sholat Ied tetap di rumah.

Hilda Ansariah Sabri

Saat ketika mulai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, jujur saja saya pribadi sempat gelisah dan stress dengan pemberitaan yang bersliweran di dunia maya akibat jumlah penderita COVID-19 terus meningkat bahkan sampai sekarangpun di Indonesia kurvanya tidak melandai. 

Ketakutan akan dampaknya pada sektor ekonomi, sosial dan ekologi menghantui pikiran apalagi pemanasan global telah kita rasakan akibat  perlakuan manusia pada alam semesta juga sudah melampaui batas.

Di saat yang sama, pandemi global ini dalam waktu singkat telah berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia di dunia, membuat virus yang tidak tampak oleh mata ini langsung menjadi musuh bersama.

Aktivitas bekerja, belajar, beribadah dari rumah nyaris dalam tiga bulan terakhir banyak diterapkan di berbagai negara di dunia,  membuat masa menunggu solusi COVID-19 baik secara ilmiah maupun dari langit terasa begitu lambat.

Untunglah seiring dengan ibadah bulan Ramadhan mengantarkan umat Islam terutama  meningkatkan ibadah guna menemukan hikmah dari bencana ini. Meski pertanyaan terus berkecamuk, bisakah kita menikmati ujian kesabaran ini ? atau haruskah kita menginstall ulang kehidupan  paska COVID-19 ?.

Industri pariwisata yang langsung terpukul dengan pandemi global ini banyak merumahkan karyawan tanpa gaji. Ujian berat membuat pengusaha dan karyawan masing-masing cari selamat .

Pengusaha harus menginstall ulang bisnis modelnya, begitu juga karyawannya ramai-ramai mencoba usaha baru terutama kuliner sekedar bertahan hidup. Data dunia juga tidak main-main lebih dari 100 juta karyawan industri pariwisata terancam hilang pekerjaan gegara pandemi ini.

Dalam sebuah webinar dari Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia ( ICPI) yang diketuai Prof. Azril Azahari Phd,  belum lama ini, pilihan temanya  adalah Install Ulang Pariwisata Indonesia. Pandemi ini menghasilkan New Normal ataukah black Swan yang seharusnya sudah bisa diprediksi bukan sekedar kejadian langka yang tiba-tiba?

Hadir nara sumber lainnya Dr Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata di era Presiden SBY dan Adi Satria , Vice President ( VP) Marketing Loyalti Distribution Accorhotels  di Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Mengapa perlu menginstall atau memprogram ulang pengembangan pariwisata Indonesia ? Azril yang selama ini memang vokal memaparkan bahwa  daya saing pariwisata Indonesia lemah.

Tanpa ada COVID -19  di beberapa hal yakni safety and security, healthy and hygiene, tourism information, dan environment sustainability memang sudah lemah.

“Pemerintah lebih menargetkan kuantitas daripada kualitas. Pilih investor asing sehingga tidak berdampak signifikan pada rakyat. Pariwisata harus dilihat juga spend of money-nya, makanya kontribusinya rendah,” kata Azril di suatu kesempatan.

Acara yang dipandu oleh Dr Devi Kausar,  Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila, Jakarta ini mengingatkan berbagai kalangan untuk cepat beradaptasi karena masa menunggu yang tidak jelas kapan berakhirnya pandemi global.

Ada yang berandai-andai bisnis pariwisata bisa come back Juli, Oktober atau bahkan Desember 2020 ? namun yang pasti tanpa harus menunggu musuh bersama bisa ditaklukan,  maka kini disadari atau tidak kita sudah menerapkan aturan New Normal, jaga jarak, sering cuci tangan dan menjalankan protokol kesehatan lainnya sesuai standar WHO.

“Pariwisata tergantung dari 3 A yaitu akses, amenity dan atraction, ke depan harus touchless jadi harus dipikirkan dari sekarang bagaimana penerapannya. Soalnya safety and security, healthy and hygiene bukan lagi sebatas omongan tetapi harus dijalankan supaya kepercayaan wisman untuk datang lagi  ke Indonesia tetap tinggi, ” kata Sapta.

Sementara Adi Satria mengatakan jangan buang waktu di masa menunggu ini karena  selain  harus cepat beradaptasi, mengubah mindset saja tidak cukup karena juga harus action di real time

” Kami tengah menyiapkan hospitel menggabungkan hospitality di properti hotel dengan pelayanan rumah sakit ( hospital) untuk menjadikan Novotel Mangga Dua, Jakarta tempat karantina mandiri bagi para ODP COVID-19 dan yang positif ,” kata Adi sambil menambahkan program ini segera diluncurkan.

Model bisnis yang menyesuaikan keadaan ini menurut saya sah-sah saja apalagi info dari WA grup soal sebuah keluarga WNI baru pulang dari Belanda langsung diangkut ke RS COVID-19 di Wisma Atlit Kemayoran tapi ternyata kekurangan jatah makan. Hospitel bisa menjadi alternatif untuk karantina diri.

Pihaknya mengatakan bukan hanya karyawan yang harus diselamatkan tetapi juga para pemilik jaringan hotel ini sehingga model bisnis yang harus diubah menjadi hospitel. Untungnya Accor memang punya standar tinggi saat pembangunan hotel sehingga sistem AC juga bisa di lock cegah penyebaran virus.

Azril menambahkan bahwa kehadiran COVID-19 memenuhi kriteria teori Black Swan, untuk itu perlu paradigma baru dan restrukturisasi untuk menyelesaikan pandemi, lewat proses bertahan, pemulihan, reimaginasi dan melakukan reformasi. 

” Itu sebabnya mungkin perlu Program Studi baru di Fakultas Pariwisata, perlu install ulang pengembangan pariwisata RI,”kata Azril.

Apapun nama dan teorinya yang jelas masa menunggu solusi COVID-19 ini pilihannya ada dalam diri kita. Mau terus galau dan stress atau cepat beradaptasi dengan kondisi pandemi ?.  Haruskah kita  menginstall ulang kehidupan dengan  memulai hidup dengan cara baru ?.

Mungkin inilah cara Tuhan meminta kita untuk meng-install ulang tata kehidupan kita, agar kita makin bersyukur atas nikmat alam, nikmat kesehatan, nikmat ilmu dan nikmat iman karena kita telah dikaruniai akal dan hati. 

Tips-tips untuk beradaptasi dengan situasi baru ini beredar dimana-mana. Berbagi nasehat dan berbagi ilmu tiap hari kita rasakan. Adalah Anton Thedy, pendiri TX Travel dan pelopor franchaise travel agent dengan jumlah franchise hingga 255 cabang yang selama 1,5 bulan terakhir berbagi ilmu lewat Live Insta Story mencapai 7-10 kali per hari.

Lewat media Instagramnya dengan akun @antonthedy dan @ resellertravel dia mewawancarai nara sumber dari berbagai organisasi di sektor pariwisata, bahkan para karyawannya yang bisnis kuliner, mitra kerja seperti profesional guide  hingga para pelanggan jalan-jalan dari perusahaannya sendiri yang ternyata bos-bos gede kategori unicorn.

Cara Anton Thedy menyebar semangat, berbagi ilmu dan terus menggelitik nara sumber dengan berbagai pertanyaan membuat saya sebagai pendengar setianya memiliki banyak inspirasi dan program semasa menunggu solusi COVID-19.

Di hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri ini, keinginan ‘tancap gas’ karena banyak program yang ingin diterapkan memang menggelegak. Namun belenggu berupa ujian kesabaran akan masa menunggu solusi COVID-19 masih harus diatasi.

Sudah banyak nikmat Allah SWT sang pencipta dalam kehidupan kita dibandingkan ujian COVID-19 ini, oleh karena itu marilah rapatkan barisan. Ikuti himbauan pemerintah dan para ahli kesehatan. Bentengi diri dengan doa-doa terbaik karena berdoa adalah senjatanya orang yang beriman.

Tafsir Quran Surat al-Insyirah Ayat 5-6 Sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan dan kesempitan itu terdapat kemudahan dan kelapangan. (Tafsir al-Mukhtashar). Jadi yakinlah masa menunggu solusi pandemi ini selalu berprasangka baik pada Allah SWT.

.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)