JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pemerintah bakal memangkas batas minimal transaksi (threshold) warga asing di Indonesia yang dapat memperoleh pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Value Added Tax (VAT) refund persen dari Rp5 juta menjadi Rp1 juta. Hal itu dilakukan untuk mendorong turis asing memperbanyak belanja saat berkunjung ke Indonesia.
Kebijakan pemangkasan batas minimal trasaksi dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) merupakan turunan dari Undang-undang PPN. Sebelumnya, besaran PPN adalah 10 persen dari nilai transaksi. Sesuai ketentuan Pasal 16E ayat (2) poin 1 UU PPN menyatakan bahwa nilai PPN minimal untuk pengembalian PPN adalah Rp500 ribu dan dapat disesuaikan dengan PP.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyebutkan rancangan PP tersebut masih berada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk selanjutnya dilakukan harmonisasi. “Kami usahakan tahun ini terbit,” ujar Robert seperti dilansir laman CNNIndonesia, Selasa (14/08/2018).
Meski kebijakan ini dapat mengurangi penerimaan pajak negara, Robert tak khawatir karena jumlahnya tidak signifkan. Di sisi lain, perekonomian bisa mendapatkan imbas positif, jika semakin banyak wisatawan asing datang ke Indonesia kemudian berbelanja di dalam negeri.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama menambahkan nilai pengembalian PPN selama ini relatif minim. Tahun lalu, pengembalian PPN tercatat hanya Rp6 miliar. “Kami belum prediksi (tambahan pengembalian PPN) jika kebijakan baru diterapkan tetapi kami tidak masalah berapapun sepanjang mereka (turis) belanja di sini sebanyak mungkin,” lontarnya.
Implementasi pengembalian PPN, lanjut dia, diterapkan sejak 2010. Pemerintah kala itu ingin berhati-hati dalam menerapkan kebijakan pengembalian PPN untuk pertama kali karenanya batas minimal transaksi yang diberlakukan cukup tinggi.
Namun, dalam perjalanannya, pemerintah melihat perbandingan kebijakan di sejumlah negara yang menerapkan batas minimal transaksi pengembalian PPN yang lebih rendah. “Rata-rata (batas minimal transaksi) itu Rp1 juta dan ada yang di bawahnya,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai keputusan pemerintah untuk merevisi batas minimal transaksi yang bisa mendapatkan pengembalian PPN sebagai langkah positif untuk meningkatkan transaksi belanja ritel.
Kendati demikian, agar dampak kebijakan bisa lebih optimal, Budihardjo menilai perlu kebijakan terintegrasi. Misalnya, jumlah toko yang transaksinya memberikan fasilitas VAT refund perlu diperbanyak. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan jumlah toko yang memberikan fasilitas VAT refund baru 236 toko di lima bandara internasional di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperbanyak sosialisasi dan informasi kepada publik. “Jadi benar-benar langkah terpadu dari hulu ke hilir,” ujar Budihardjo.
Saat ini, lanjut Budihardjo, pihaknya tengah membantu untuk memperbanyak jumlah toko yang memberikan fasilitas VAT refund. “Kami ingin semua peritel bisa (pengembalian VAT). Jumlahnya ada ribuan tetapi secara bertahap,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata Arief Yahya meyakini kebijakan pengembalian pajak (tax refund) yang efektif akan menjadi daya tarik bagi wisata belanja di Indonesia. Tax refund di Indonesia perlu diatur untuk mewujudkan Indonesia sebagai destinasi wisata belanja yang bersaing di tingkat regional dan global.
“Sistem tax refund bagi para wisatawan asing perlu dikaji bersama dengan Kementerian Keuangan dan harus dibarengi komitmen semua anggota Hippindo,” katanya.
Arief juga mendorong anggota Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) untuk mendaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Toko Kena Pajak. Dengan begitu, tax refund akan benar-benar menjadi daya tarik wisata belanja yang lebih mudah dipromosikan.
Ia menilai perlunya upaya untuk meningkatkan jumlah PKP (Pengusaha Kena Pajak) Toko Retail sehingga jumlah peserta tax refund semakin banyak di Tanah Air. Meski begitu, ia menegaskan perlu adanya penyesuaian dalam sejumlah peraturan tax refund.
Ia merinci, peraturan tax refund yang perlu dikaji kembali antara lain terkait perlunya ada relaksasi peraturan dari nilai belanja Rp5 juta dalam satu faktur agar dapat diturunkan menjadi Rp1 juta dalam satu faktur. “Selain itu perlu juga menyederhanakan proses pengembalian pajak dan memperpanjang waktu klaim,” katanya.
Saat ini, tercatat waktu klaim hanya selama 1 bulan setelah pembelian, padahal di negara lain bisa sampai 3 bulan sehingga wisatawan memiliki kesempatan yang lebih panjang untuk dapat memprosesnya bahkan saat berkunjung kembali ke negara yang dimaksud. (NDY)