MATARAM, bisniswisata.co.id: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang maupun nonbintang di Mataram pascagempa bumi kondisinya sangat suram atau mengalami penurunan secara signifikan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram Isya Ansori menyebutkan, untuk hotel berbintang TPK pascagempa bumi sebesar 28,18 persen dari angka sebelumnya di bulan Juli 46,56 persen, sedangkan hotel nonbintang dari 28,20 persen turun menjadi 16,48 persen.
“Jumlah hotel di Kota Mataram tercatat sebanyak 137 hotel, 28 diantaranya merupakan hotel berbintang, sisanya 109 hotel nonbintang yang sebelumnya perkembangannya cukup pesat,” kata Isya saat ekspose data dalam rangka Hari Statistik Nasional (HSN) 2018 yang bermotokan “dengan data tingkatkan prestasi bangsa”.
Dilanjutkan, gempa bumi yang melanda Lombok ternyata sangat berpengaruh luar biasa terhadap TPK hotel di Mataram, sebab tamu-tamu yang datang berasal dari luar. Karenanya, kondisi ini akan berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi di Kota Mataram, serta dampak lainnya terutama pajak daerah.
“Tetapi kita harapkan, kondisi itu hanya terjadi di bulan Agustus dan September dan selanjutnya bisa pulih kembali. Data terbaru September baru akan dirilis pada 1 November,” katanya seperti dilansir laman Antara, Kamis (11/10/2018).
Menurutnya, jika diperhatikan per jenis hotel berbintang paling terdampak terhadap gempa signifikan adalah hotel bintang lima dan empat dari 67,06 persen menjadi 16,34 persen, sedangkan hotel bintang 1-3 tidak terlalu terdampak gempa. “Semoga Oktober, November dan Desember terjadi lonjakan TPK agar bisa mengurangi dampak gempa sehingga total satu tahun tidak hanya terdampak,” lontarnya.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi sebelumnya kepada Antara menyebutkan, penerimaan pajak hotel bulan September 2018, merosot drastis dari target yang direncanakan. “Penerimaan pajak hotel yang kami dapatkan untuk bulan September ini hanya sekitar Rp200 juta, dari jumlah biasa di atas Rp2 miliar,” ujarnya.
Menurutnya, turunnya penerimaan pajak hotel bulan ini dipicu karena tingkat hunian hotel bulan Agustus berada di bawah 10 persen, yang disebabkan adanya bencana gempa bumi.
Atas hal itu, pihaknya dapat memaklumi kondisi hotel yang sepi tamu selain itu pihak hotel juga masih melakukan perbaikan terhadap bangunan hotel yang terdampak sehingga ada juga hotel yang melapor tidak beroperasional pascagempa bumi. “Harapan kami, kondisi ini bisa membaik di dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan, agar penerimaan pajak hotel dapat kembali normal,” katanya.
Syakirin mengatakan, dengan kondisi tersebut pihaknya juga telah mengajukan penyesuaian target pajak hotel tahun ini dari Rp27 miliar menjadi Rp23 miliar atau turun Rp4 miliar. “Usulan penyesuaian target pajak hotel itu, sekarang masih dalam proses pembahasan. Realisasi pajak hotel saat ini mencapai sekitar 65 persen,” ujarnya. (EP)