NASIONAL

Merapi Erupsi, Objek Wisata & Jalur Pendakian Ditutup

SLEMAN, bisniswisata.co.id: Kondisi Gunung Merapi terus mengeluarkan awan putih. Tak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) menutup objek wisata di kawasan Merapi serta jalur pendakian menuju puncak Merapi. Penutupan itu terpaksa dilakukan seiring peningkatan aktivitas dan status Gunung Merapi menjadi Waspada.

“Penutupan objek wisata di kawasan TNGM dan jalur pendakian itu, demi keselamatan, keamanan, kenyamanan serta kewaspadaan terhadap kemungkinan dampak bencana bagi pengunjung,” kata Koordinator Data dan Informasi Balai TNGM, Susilo Ari Wibowo di Sleman, Rabu (23/5/2018).

Objek wisata yang ditutup antara lain Tlogo Muncar dan Tlogo Nirmolo di Kaliurang-Pakem, kemudian Panguk dan Plunyon di Kalikuning-Cangkringan, Deles Kemalang di Klaten, Jurang Jero, Srumbung di Magelang. “Untuk sementara ditutup sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan setelah ada peninjauan kembali perubahan aktivitas Gunung Merapi,” jelasnya.

Tak hanya itu, jalur pendakian Gunung Merapi dari Sapuangin maupun dari Selo juga ditutup. Batas waktu penutupan jalur pendakian bagi masyarakat umum juga menunggu peninjauan kembali tingkat aktivitas Merapi.

“Kita terus mengevaluasi dan berkoordinasi dengan BPPTKG terkait tingkat aktivitas Gunung Merapi. Seperti letusan freatik 11 Mei lalu, kita juga sempat mengeluarkan kebijakan yang sama dan beberapa hari kemudian objek wisata sempat dibuka lagi sebelum ada kebijakan baru tanggal 22 Mei kemarin,” ungkapnya.

Ditempat terpisah, Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Agus Budi Santoso mengatakan sejumlah faktor membuat letusan magmatic Gunung Merapi kini menjadi lebih sulit terdeteksi. “Tanda-tanda letusan magmatic Merapi ke depan ini tidak secantik tanda-tanda erupsi 2010,” tegasnya.

Sebelum terjadi letusan 2006 dan 2010, lanjut dia, aktivitas dan karakter Gunung Merapi sangat terlihat sehingga perkiraan waktu letusan lebih mudah terdeteksi. Saat ini, gempa vulkano tektonik belum intens.

Dari letusan freatik pada Rabu 23 Mei 2018 pukul 03.31, BPPTKG mencatat terjadi gempa vulkano-tektonik hanya sebanyak 1 kali dalam rentang waktu 00.00- 06.00. “Kami berharap sebelum magma ini bergerak ke arah permukaan, aktivitas kegempaan meningkat sehingga bisa diketahui perkiraan letusan.” sambungnya,

Selain aktivitas gempa yang minim, sumbat puncak Merapi kini lebih tipis. Kejadian 2006 dan 2010 puncak Merapi benar-benar runcing. “Itu indikasi adanya sumbat yang kuat untuk mendeteksi pergerakan magma, sekarang sumbatnya tipis.”

Sebelum erupsi besar 2010, pergerakan Merapi ditandai banyaknya gempa vulkano-tektonik yang mengiringi pada awal September. Sedangkan letusan 2010 terjadi pada Oktober. Gempa vulkano tektonik dalam bisa terjadi sampai lima kali sehari di awal September.

Memasuki Oktober 2010, meski gempa vulkano-tektonik dalam masih terjadi, namun sudah mulai muncul gempa vulkano-tektonik dangkal yang meningkat sangat tajam. Peralihan gempa vulkano-tektonik dalam ke dangkal saat itu menunjukkan adanya migrasi atau pergerakan magma Gunung Merapi. “Sehingga tanda-tanda dan perkiraan letusan masih bisa diketahui.” tandasnya. (BBS)

Endy Poerwanto