Perpustakaan Sojeonseolim mengutip biaya bahal bagi pengunjung yang datang (Foto: GQ Korea)
SEOUL, Korsel, bisniswisata.co.id: Perpustakaan sering dipandang sebelah mata di Indonesia. Padahal bisa menjadi tempat wisata ilmu yang nyaman dan mengisi celah pasar wisatawan mancanegara yang bersedia menghabiskan waktu diperpustakaan dengan biaya yang mahal pula.
Perpustakaan berbayar yang mengutip fee lebih mahal dari harga buku, barangkali hanya ada di Seoul, Korea Selatan. Berlokasi di antara menara-menara apartemen mewah di distrik Gangnam, perpustakaan mungil bercat putih bernama Sejeonseolim ini mengenakan biaya bagi non-member mulai dari 30.000 won atau sekitar Rp 360.000, per lima jam, hingga 50.000 won (Rp 600.000) untuk seharian penuh.
Sojeonseolim sendiri dalam bahasa Korea artinya “hutan buku yang dikelilingi batu bata putih.” Di sana, buku-buku disusun di rak-rak setinggi lebih dari 2 meter. Dinding dalam ruangan dicat pucat sehingga menciptakan cayaha yang cukup terang.
Sekadar info, distrik Gangnam merupakan kawasan elit di Seoul yang dikenal sebagai tempat tinggal para artis papan atas, publik figur, keluarga para konglomerat (chaebol), dan pesohor lain.
Perpustakaan yang baru dibuka Februari lalu sudah menarik perhatian banyak orang, umumnya mereka yang datang berusia di antara 30 dan 40-an tahun. Meski mahal, peminatnya cukup banyak. Mereka biasanya datang sendiri dan menghabiskan waktu sesukanya.
Setelah berhasil menghadapi badai pandemi COVID-19, Pemerintah Korea Selatan mulai melonggarkan sejumlah restriksi. Berkat ini pun dimanfaatkan pengelola perpustakaan dengan menggelar acara-acara kecil, seperti kuliah tentang budaya dan seni, serta konser piano.
“Orang modern perlu ruang yang memisahkannya dari rumah atau tempat kerja. Di sana, mereka dapat merasakan kebebasan,” kata Hwangbo Yumi, sang direktur perpustakaan seperti dilansir Asia Nikkei. “Kami merancang perpustakaan dengan konsep ruang belajar pribadi, jauh dari rumah.”
Bertempat di basement, para pengunjung dapat mengakses koleksi lebih dari 30.000 buku dan majalah. Semua telah dikuratori para ahli. Buku-buku yang tersedia mencakup sastra, filsafat, seni, travel, dan genre lainnya. Selain itu, ada cafe di lantai satu yang menjual sandwhich dan kudapan lain. Kopi dan teh juga tersedia gratis.
Cafe akan berubah fungsi menjadi bar yang menyajikan steak, aneka pasta, dan hamburger setelah pukul 6 sore. Mereka juga menyiapkan wine. Para pengunjung diizinkan membawa gelas mereka ke sofa basement dan senyaman mungkin meringkuk di sana sambil membaca.
Perpustakaan dan cafe ini berada di sebuah bangunan berlantai enam. Dulunya,bangunan yang dirancang arsitek asal Swiss Davide Mucullo ini, merupakan museum kecil. Perusahaan penerbit dan restoran WAP C&E kemudian menyulapnya menjadi perpustakaan. Mereka menghabiskan dana sekitar US$ 4,6 juta atau setara Rp 66 miliar untuk biaya renovasi.
“Bukan hanya ada banyak buku di sini, saya juga suka arsitektur dan interiornya,” kata Kim Ji-hae, 38, salah seorang pengunjung yang mengaku baru pertama kali datang. “Saya ingin datang lagi dan menghabiskan banyak waktu di sini,” kata pekerja hotel itu.