JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ancaman mogok Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG), masih menjadi bahan perguncingan. Kini pengamat kebijakan Publik Indonesian Public Institute (IPI) ikut menyoroti rencana aksi mogok kerja. IPI prihatin dengan sikap pilot maskapai plat merah bahkan mempertanyakan motif mogok itu.
“Tuntutan Sekarga/APG sebagian sudah dipenuhi, mau apa lagi mereka mogok kerja,” papar pengamat kebijakan publik Jerry Massie dalam siaran pers yang diterima redaksi, Sabtu (12/5/2018).
Padahal dampak pemogokan itu, sambung dia, selain berpotensi merugikan konsumen, juha ancaman mereka bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurutnya, pemenuhan sebagian tuntutan Sekarga dan APG oleh manajemen PT Garuda Indonesia, tak membuat para pekerja menghentikan niatnya mengancam mogok kerja. “Selayaknya mogok kerja harus didasari gagalnya perundingan atau deadlock. Bahkan tak tercapai kesepakatan. Yang terjadi kan tidak demikian, justru Sekarga dan APG menutup ruang dialog yang diberikan perusahaan,” ungkapnya.
Sebagian tuntutan karyawan sudah dipenuhi, di antaranya penghapusan posisi direktur Produksi PT Garuda Indonesia yang dijabat Puji Nur Handayani. Kemudian, melalui RUPS, pemegang saham mengangkat Triyanto Moeharsono sebagai direktur operasi dan I Wayan Susena sebagai direktur teknik.
Selain itu, tuntutan menghilangkan posisi direktur cargo dan mengganti direktur SDM dan umum yang dijabat Linggarsari Suharso adalah menjadi kewenangan pemerintah sebagai pemegang saham. Dalam hal ini, Serikat pekerja dan APG tidak berhak mengintervensi.
Di satu sisi, kinerja Garuda saat ini tengah membaik. Garuda berhasil menekan kerugian pada kuartal pertama 2018 yang tercatat 64,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 868 miliar. Capaian itu berarti turun 36,5 persen dibandingkan dengan Januari-Maret 2017 sebesar 101,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,36 triliun.
“Pilot itu laksana dokter, polisi, tentara, sifat pelayanan publiknya tidak layak mogok kerja, apalagi gaji mereka di atas ketiga profesi tadi. Gaji dan fasilitas pilot sudah sangat memadai. Buat apa lagi mereka mogok?” ujar Jerry.
Diungkapkan, pendapatan pilot junior di maskapai bintang lima ini pada tahun-tahun pertama dapat menyentuh nominal Rp 60 jutaan. Komponen pendapatan terdiri dari gaji plus tunjangan lain dan bertambah seiring dengan bertambahnya masa kerja dan jam terbang. Untuk kapten senior di maskapau Garuda Indonesia bisa meraup penghasilan atau take home pay berkisar Rp 100 juta sampai Rp 150 juta.
Pilot juga mendapatkan jaminan kesehatan dengan kategori di atas rata-rata. Jaminan tersebut bisa meng-cover tindakan operasi. Bahkan, operasi sakit jantung sampai pemasangan ring dapat di-cover. Jaminan lainnya juga diberikan apabila terjadi kecelakaan yang menyebabkan pilot cacat tetap atau meninggal.
Fasilitas lain yang dimiliki pilot adalah layanan antar jemput dari dan ke bandara hingga fasilitas konsesi berupa tiket penerbangan bagi pilot dan keluarga yang lumrah ditemui pada pegawai maskapai penerbangan.
“Gaji pilot Garuda tertinggi dibanding maskapai lain yang ada di Indonesia, dan salah satu yang terbaik di Asia. Sehingga patut dipertanyakan, alasan Sekarga dan APG sangat gencar ingin mogok kerja,” lontarnya. (redaksi@bisniswisata.co.id)