MATARAM, bisniswisata.co.id: Rencana Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerapkan wisata halal atau syariah, dengan memisahkan jalur pendakian laki-laki dan perempuan di Gunung Rinjani. Pemisahan juga diterapkan di lokasi camping. Ternyata wacana itu gagal total, setelah dunia maya dihebohkan pemberitaan adanya rencana yang dianggap tak masuk akal.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Sudiyono memastikan rencana pemisahan pendaki pria dan wanita itu dibatalkan alias tidak akan dilaksanakan. “Dapat kami sampaikan bahwa program tersebut tidak akan kami laksanakan, karena bukan menjadi prioritas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani,” ujar Sudiyono dalam keterangan resminya, Kamis (20/06/2019).
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani saat ini, lebih fokus pada perbaikan manajemen pendakian khususnya pada e-Ticketing, pengelolaan sampah dan perbaikan sarana prasarana Jalur pendakian. Apalagi Gunung Rinjani sempat ditutup karena gempa Lombok pada Agustus 2018 dan kembali dibuka jalur pendakian sejak Jumat (14/6/2019).
Sejak jalur pendakian dibuka kembali, tercatat ada sedikitnya 200 lebih turis asing yang mendaki lewat jalur Senaru. Data BTNGR, tercatat sebanyak 141 wisman yang mendaki melalui jalur pendakian Senaru, Kabupaten Lombok Utara sejak Sabtu (15/6) – Minggu (16/6). Sedangkan wisatawan nusantara (wisnus) hanya satu orang.
Dibukanya lagi jalur pendakian, menunjukkan minat wisatawan mendaki gunung Rinjani sangat tinggi. Namun dari pengalaman sebelumnya, jumlah wisatawan yang mendaki Rinjani itu, belum begitu ramai. Hal itu disebabkan karena puncak musim pendakian biasa terjadi pada Agustus-September atau bertepatan musim liburan di negara-negara Eropa. “Kemungkinan jumlah pendaki akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, terutama pada Agustus-September karena musim liburan Eropa,” ujarnya.
Terkait pemisahan tenda camping antara lelaki dan perempuan, memang dikhawatirkan akan menjadi pro dan kontra di masyarakat. Meski demikian, Sudiyono menegaskan Balai Gunung Rinjani sangat mendukung adanya program Wisata halal yang dicanangkan Gubernur Nusa Tenggara Barat.
Disisi lain, sebenarnya para pendaki maupun wisatawan sudah mentaati aturan dikalangan mereka bahwa tidak akan melakukan tindakan tidak terpuji ketika berada di alam bebas, apalagi di Gunung karena mereka menyadari jika berbuat sesuatu yang tak bagus pasti dampaknya tidak baik, apalagi dikaitkan dengan hal berbau mistik yang ada di kawasan gunung atau hutan.
Karena itu, Sudiyono berharap polemik tentang pemisahan pendaki pria dan wanita, hendaknya tidak diteruskan karena akan merugikan dunia pariwisata Indonesia. Apalagi, Indonesia dan Malaysia sama-sama menduduki posisi puncak sebagai destinasi wisata halal terbaik 2019 versi Global Muslim Travel Index atau GMTI.
Disisi lain, Sudiyono menjelaskan, kini setiap orang yang hendak mendaki Gunung Rinjani harus mendaftar lebih dulu melalui aplikasi e-Rinjani. Aplikasi ini bisa diunduh di Playstore untuk perangkat dengan software Android. “Di dalam aplikasi e-Rinjani yang hador sejak 13 Juni 2019 itu sudah tercantum tiket online untuk mendaki,” kata Sudiyono dalam keterangan sebelumnya.
Langkah pemesanan dan pembayaran tiket online mendaki Gunung Rinjani, tujuannya untuk memudahkan pendataan. Mengingat, dalam sehari hanya 500 orang yang boleh mendaki, termasuk pemandu dan porter. Tiket pendakian Taman Nasional Gunung Rinjani dibanderol Rp 5.000 per hari untuk wisatawan lokal. Sedangkan wisatawan mancanegara harus membayar Rp 150 ribu per hari melalui trekking organizer.
Setelah mendaftar secara online dan membayar tiket, para pendaki harus mematuhi berbagai peringatan dari pengelola BTNGR. Beberapa aturan yang diterapkan antara lain pendaki dilarang menanjak ke puncak dan turun ke Danau Segara Anak. Para pendaki Gunung Rinjani hanya boleh sampai titik Pelawangan.
BTNGR juga menerapkan kuota jumlah pendaki di masing-masing jalur pendakian, yakni 150 orang per hari di jalur pendakian Senaru dan Sembalun. Sedangkan di jalur pendakian Timbanuh dan Aik Berik, 100 orang per hari.
Penetapan kuota ini, dengan pertimbangan daya dukung kawasan setelah rentetan gempa bumi yang melanda NTB pada 29 Juli dan Agustus 2018, yang menyebabkan jalur pendakian rusak parah dan membahayakan keselamatan pendaki.
Menurutnya, agar kuota masing-masing jalur pendakian terisi pada puncak musim pendakian Gunung Rinjani, para pelaku usaha jasa wisata pendakian (TO) diminta untuk ikut mempromosikan jalur pendakian yang masih belum ramai sehingga tidak menumpuk hanya di Senaru saja.
Masing-masing TO juga sudah mengetahui kuota di masing-masing jalur pendakian yang ada dalam aplikasi pemesanan tiket pendakian secara daring (online). “Kami menganjurkan agar mempromosikan jalur pendakian lainnya. Apalagi sudah ada ketetapan kuota setiap jalur pendakian, mau tidak mau harus ke jalur pendakian alternatif atau menunda sementara sambil mengajak tamunya berwisata di luar jalur pendakian,” katanya.
Tercatat dari 10 daerah di Indonesia yang menerapkan wisata halal, Lombok menempati posisi pertama sebagai destinasi wisata halal unggulan nasional. Dasarnya adalah Indonesia Muslim Travel Index atau IMTI yang selama dua tahun berturut-turut menilai kinerja 10 destinasi pariwisata halal unggulan nasional.
Pada IMTI 2018, destinasi wisata halal dengan skor 58 dan menjadi yang tertinggi diraih oleh Lombok. Begitu juga pada IMTI 2019. Lombok tetap mencapai skor teratas, yakni 70. Diikuti Aceh dengan skor 66, Kepulauan Riau skor 63, Jakarta skor 59, Sumatera Barat skor 59. (redaksibisniswisata@gmail.com)