JAKARTA, bisniswisata.co.id: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat terobosan baru di bidang pencegahan. Salah satunya memantau pendapatan daerah, yang dihasilkan dari pajak hotel dan restoran. Terobosan itu adalah memasang alat pemantauan bernama tapping box.
“Tapping box ini akan memantau pembayaran pajak yang disetorkan dari sektor hotel dan restoran kepemerintah daerah (pemda). Tapping box ini, sudah dipasang di sejumlah daerah salah satunya di Kota Makassar,” papar Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam keterangan resminya, Selasa (16/04/2019).
Tapping box ini, lanjut dia, akan terpasang di seluruh nusantara. Sehingga diharapkan tak ada lagi kongkalikong pajak Hotel dan Restoran. Apalagi bagi pemilik hotel dan restoran yang nunggak pajak maupun tidak bayar akan kelihatan.
“Dengan alat pantau ini, jika tidak naik tiga kali lipat, potong kuping saya. Kota Makassar dulu Rp500 miliar kini jadi Rp3 triliun. Karena setelah ditempel tapping box di masing-masing register pajak hotel dan resto ran, mau ngomong apa lagi soal 10%,” lontarnya
Dilanjutkan, selama ini pemasukan daerah dari sektor ini kurang maksimal sebab sering kali ada oknum-oknum yang bermain di sektor penerimaan. Dari 10% pajak hotel dan restoran, hanya 1% yang masuk ke kas daerah.
“Dari 10%, selama ini hanya 1% masuk ke daerah. Lalu 2% ke oknum dan 7% ke kantong pengusaha. Kenapa tidak 10% itu masuk semua ke kas? Nah, dari itu bisa digunakan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP). Jadi, ada upah pungut. Dapatnya lebih rata dan besar,” ungkapnya.
Selain itu, optimalisasi pendapatan daerah juga akan menyasar area bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Pahala menyebut, seringkali ditemukan kasus orang membeli tanah tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jika hal ini diawasi, bisa masuk ke kas daerah.
“Orang beli tanah 100, mengakunya 2. Saya bilang connect ke (sistem) BPN (Badan Pertanahan Nasional) agar zona nilai tanah diupdate. Daerah bisa dapat banyak dari BPHTB. Tangsel itu penerima an nomor dua dari BPHTB. Kalau harga transaksi benar, pemda dapat banyak,” paparnya. Dengan ada sistem ini, ujarnya, upaya penyimpangan pendapatan dapat dicegah.
Selain itu, dapat dipastikan pendapatan asli daerah (PAD) juga akan lebih meningkat. “Tahun 2019, kita maksimalkan optimalisasi penerimaan daerah. Korupsi itu kan seringnya ceritanya pengeluaran terus. Sebenarnya ada sumur yang dalamnya tidak tahu berapa-berapa, itu yang namanya penerimaan daerah,” tandasnya.
Diharapkan, agar daerah memperhatikan aset-aset yang dimilikinya. Dengan begitu, tidak ada aset yang hilang tanpa kejelasan. “Saya minta Pak Menteri agar dalam pedoman penyusunan APBD nanti ada anggaran untuk sertifikasi. Daerah alasannya tidak ada anggaran. Ini agar aset pemda terjaga,” katanya.
Sebelumnya dalam rangka pencegahan korupsi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewajibkan pemda menggunakan aplikasi online untuk mengakses layanan. Konsultasi ke depan diharapkan dilakukan melalui Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (SIOLA).
“Dengan SIOLA ini, maka layanan akan dilakukan secara cepat tanpa tatap muka atau tersembunyi. Kita minta agar jajaran Kemendagri menolak melayani jika tanpa SIOLA. Kalau kita tegas, daerah pasti akan ikut,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo seperti dilansir Sindonews.com.
Dia mengatakan, berbagai layanan perizinan sampai konsultasi menjadi salah satu tugas Kemendagri. Dia mengaku untuk satu daerah bisa menandatangani puluhan macam. Mulai dari izin ke luar negeri sampai evaluasi anggaran. “Satu daerah bisa puluhan. Kalau satu urusan tatap muka, bisa saja tergoda. Namanya manusia,” ungkapnya.
Tjahjo pun membantah dengan menolak tatap muka, akan menghambat layanan. Menurut dia, jika semua dilaksanakan sesuai prosedur yang benar, akan selesai dengan cepat.
“Memang, teman-teman di daerah maunya cepat dengan tatap muka. Maka, ini kita minta pejabat di Kemendagri menandatangani pakta integritas untuk menolak tatap muka,” tandasnya. (NDY)