JAKARTA,bisniswisata.co.id: Indonesia dinilai gagal dalam menangani kasus COVID-19 oleh warga dunia. Keputusan Pemerintah RI tidak langsung melakukan lockdown dinilai telah membuat perbedaan besar dalam menekan penyebaran virus dan berdampak pada pariwisata nasional.
” Saya sebut warga dunia karena yang menyerang saya di media social adalah para relasi dan networking yang selama ini saya miliki sehingga saya berharap Kemenparekraf serius menangani crisis communication ini,” kata Wuryastuti Sunario, mantan Ketua Badan Promosi Pariwisata Indonesia ( BPPI).
Menurut dia, apa yang diungkapkan oleh relasi dan mitra-mitra kerjanya semasa duduk di pemerintahan dan terutama BPPI adalah cerminan kebutuhan perlunya industri pariwisata di mancanegara untuk memahami kebijakan Presiden Jokowi dengan baik.
” Indonesia dari awal menerapkan Pembatasan Sosial Berskala besar ( PSBB). Presiden Jokowi juga sudah menegaskan pada seluruh dunia RI mengikuti semua protokol kesehatan yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia ( WHO) kecuali lockdown karena pertimbangan agar perekonomian tetap berjalan,” kata wanita yang akrab di sapa Tuti Sunario ini.
Menurut Tuti, keputusan pemerintah untuk menyebarkan informasi satu pintu untuk kasus virus Corona dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 adalah tepat namun dalam hal pariwisata yang membutuhkan tingkat kepercayaan tinggi maka seharusnya crisis center di Kemenparekraf juga difungsikan dengan baik.
“Wisatawan Indonesia senang sekali berwisata ke Jepang tapi ketika negara itu melakukan Travel Bubble, yaitu pembukaan terbatas suatu negara bagi beberapa negara lain yang masing-masing memiliki kasus virus corona yang rendah atau terkontrol, RI tidak termasuk,” ujarnya.
Indonesia tidak termasuk dalam negara yang diizinkan berkunjung ke Jepang untuk alasan apapun, karena Indonesia dinilai gagal dalam menangani kasus COVID-19, tambahnya.
Di dunia pariwisata, ujarnya gaining trust bukan slogan tapi memang membutuhkan keterbukaan sehingga crisis center Kemenparekraf seharusnya aktif merangkul industri pariwisata di dalam dan luar negri sehingga tetap memupuk kepercayaan warga asing terhadap destinasi wisata di Indonesia.
” Jadi masalah tidak dipercaya hanya karena komunikasinya macet. Kerja pemerintah untuk percepatan penanganan COVID-19 sudah on the track, coba ikutin perkembangan di Amerika Serikat, Pemerintah pusat dan Pemerintah daerahnya ( federal) programnya tidak sinkron malah ada politisasi soal pemakaian masker melanggar hak asasi manusia” kata Tuti.
Pariwisata dengan secanggih tekhnologi apapun di era 4.0 tetap cenderung mencari yang memanusiakan manusia, yang dekat di hati dan perasaan. Oleh karenanya, dalam hal pemasarannya sebaiknya industri menyatukan pemasaran tradisional yang lebih menggunakan human communication dengan pemasaran digital.
“Kalau mau industri pariwisata Indonesia kembali berjaya pasca pandemi global ini maka crisis center Kemenparekraf optimalkan fungsinya dan lebih menjalankan human communication agar wholle seller dan tour operator di luar negri dan wisman kembali menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama mereka,” tegas Tuti Sunario.
Tuti mengutip pimpinan WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa kepemimpinan pemerintah yang kuat dan koordinasi strategi komprehensif harus dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten.