ART & CULTURE

Teater Dulmuluk, Tradisi Seni Teaterikal Sumsel Penuh Jenaka

PALEMBANG, bisniswisata.co.id: Warna warni corak busana, polesan makeup, tarian daerah hingga pantun jenaka menjadi ciri khas penampilan Teater Dulmuluk. Seni pertunjukan teaterikal ini, menjadi salah satu kearifan lokal di Sumatera Selatan (Sumsel) yang masih terjaga, masih tetap lestari hingga kini.

Teater Dulmuluk kental dengan cerita rakyat ini, merupakan tradisi seni peninggalan abad ke-19. Penampilannya selalu sukses menghibur para penontonnya, salah satunya dari grup Teater Dulmuluk dari Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS).

Dalam setiap pementasan, ada enam orang pemain dan 4 orang pengiring musik, yang memperagakan aktingnya di depan para penonton. Teater khas Sumsel ini menceritakan tentang kisah Abdul Muluk dan pantun-pantun jenakanya.

Yadi, salah satu warga Palembang menjelaskan, sejarah Teater Dulmuluk sendiri pertama kali dicetuskan oleh warga Palembang keturunan etnis Arab, yang bernama Syech Ahmad Bakar atau sering dipanggil Wan Bakar.

Sekitar tahun 1854, Wan Bakar menggelar acara seni di depan rumahnya, salah satunya pembacaan syair petualangan berjudul Abdul Muluk Jauhari. Syair ini berasal dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang selesai ditulis pada tanggal 2 Juli 1845.

“Agar pembacaan syair lebih menarik, Wan Bakar mengajak beberapa orang untuk memperagakan bait-bait syair dengan akting. Eksperimen teater ini juga diwarnai dengan alunan musik gambus dan terbangan,” papar Yadi seperti dilansir laman Lputan6, Sabtu (29/06/2019).

Para warga yang menontonnya pun langsung terhibur dan memberi apresiasi kepada Wan Bakar. Karena antusias warga yang positif, akhirnya Teater Dulmuluk ini sering digelar dan dilestarikan hingga sekarang.

Wan Bakar sendiri adalah seorang pedagang. Ia datang ke Palembang sekitar abad ke-19 dan sering melakukan perjalanan dagang ke luar negeri, seperti Malaysia dan Singapore.

Dalam perjalanan berniaganya, Wan Bakar juga sering mengadakan teater Dulmuluk di negara yang ia singgahi. Teater khas Sumsel ini pun menjadi hiburan tersendiri bagi warga Malaysia dan Singapore. “Teater ini mempunyai ciri khas khusus, seperti dialognya sering menggunakan pantun atau syair, semua pemain laki-laki, termasuk peran perempuan yang akan dilakoni pemain pria,” katanya.

Di awal dan akhir pertunjukan, para pemain akan mempersembahkan nyanyian dan tarian yang bernama Beremas. Ada juga penampilan kuda Dulmuluk dan tarian yang mencirikan ekspresi akting pemainnya. Bisa itu tarian ekspresi sedih, senang, amarah bahkan lagi patah hati.

Pakaian yang dikenakan para pemain juga merupakan pakaian khas Sumsel, salah satunya adalah topi tanjak. Sebelum Tahun 1972 pertunjukkan teater ini digelar di lapangan terbuka, dimana penonton berada diarena. “Sekitar tahun 1972, teater Dulmuluk sendiri ditampilkan di atas panggung, agar penonton lebih bisa menikmati pertunjukkan Dulmuluk,” ujarnya.

Pada tanggal 16 Desember 2013, teater Dulmuluk ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Bangsa oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. Teater Dulmuluk ini juga meramaikan Festival Sriwijaya, pada saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Palembang pada tanggal 17 Juni 2019, di Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang. (NDY)

Endy Poerwanto