JAKARTA, bisniswisata.co.id : Hidup di era digital membuat orang dengan mudah mengikuti jejak digital para petinggi negara mulai dari janji politik ketika kampanye hingga saat berproses menjalankan amanahnya atas nama rakyat.
Jejak digital itu pula yang dengan jelas mengungkapkan Sandiaga Salahudin Uno pada 22 Desember 2020 setelah dilantik Presiden Jokowi sebagai Menparekraf/ Ketua Baparekraf menguraikan pesan dari Jokowi yang harus dilakukannya untuk Pariwisata Indonesia di hadapan awak media dalam dan luar negri.
Dia mendapat tugas menggantikan salah satu menteri yang terkena reshuffle yaitu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2019-2020, Wishnutama Kusubandio. Sandiaga pun mengungkapkan bahwa ia mendapat pesan dari Presiden Joko Widodo untuk dapat bergerak cepat dalam mempersiapkan destinasi super prioritas ( DSP).
Adapun lima Destinasi Super Prioritas yang dimaksud adalah Danau Toba, Borobudur, Lombok-Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado-Likupang.
Tentunya dari seluruh aspek agar bisa terstruktur dengan baik, mulai dari infrastruktur, seni budaya, sumber daya manusia dan sebagainya. Kemudian menyiapkan kalender kegiatan (calendar of event) pada setiap destinasi terutama destinasi lima super prioritas agar sektor pariwisata bukan hanya bertahan dimasa pandemi global tapi juga pulih.
“Calender of event dari yang berskala kecil mingguan, juga bulanan dalam skala regional dan yang world class. Jadi itu semua perlu kolaborasi,” kata Sandiaga.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menyampaikan pesan kepada Sandiaga agar dapat menjalankan protokol secara disiplin. Sektor ekonomi kreatif sebagai pencipta lapangan kerja agar dapat dilakukan pendekatan yang holistik sehingga lebih dari 30 juta para pelaku dan tenaga kerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ini bisa terbantu.
Wapres juga menekankan pentingnya inovasi produk seperti wisata halal, desa wisata dan beberapa kegiatan yang menyentuh aspek ekonomi kreatif.
“Kita tidak punya banyak waktu, kita harus dapat melakukan tiga hal yakni inovasi, adaptasi, dan kolaborasi, kita lakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara,” ujar Sandiaga.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Krearif ini empat hari kemudian sudah tiba di Bali, pintu gerbang sekaligus destinasi wisata utama pariwisata Indonesia. Datang dengan satu ciri yang mencitrakan diri sebagai pribadi santun, dimana bumi dipijak disana langit di junjung. Di kepalanya ada ikat kepala Bali yang disebut Udeng, menemani selama kunjungan.
Pribahasa dimana bumi dipijak disana langit dijunjung tentunya sudah begitu familiar bagi kita semua. Maknanya terkait dengan budaya, dimana ketika kita tinggal atau datang ke suatu tempat, suatu daerah tertentu, sudah selayaknya kita berperilaku, bersikap dan menghargai budaya setempat dengan adat istiadatnya
Hasil kunjungannya di Bali diungkapkan Sandiaga pada awak media dengan lantang. “Sudah kita pastikan bahwa Bali mengedepankan pariwisata berbasis budaya, kearifan lokal, berkelanjutan, dan sehat. Itu kita putuskan,” kata Sandi dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2020 di Jakarta, Selasa, 29 Desember 2020.
Ia menyatakan pemerintah mendukung sepenuhnya keputusan Gubernur Bali I Wayan Koster bersama jajarannya dan berharap tidak ada lagi silang pendapat di masyarakat soal isu wisata halal di Bali.
Ketika baru mendarat di Bali, Sandiaga Uno memang sudah mendapat serangan di medsos dari salah satu ketua bidang UMKM dari partai NasDem, pengusung Presiden Jokowi ketika Pilpres 2019 dengan judul : “Jangan Utak-Atik Bali ”
Apalagi maksudnya kalau bukan jangan coba-coba menyuarakan wisata halal ( halal tourism ) yang jadi amanah Presiden dan Wakil Presiden saat Sandi dilantik sebagai Menparekraf/ Ketua Baparekraf.
Semangat yang prima meski sempat terpapar COVID-19 agaknya meringankan langkah Sandi untuk kunjungan kerja ke DSP Danau Toba 30-31 Desember 2020. Kali ini menyertai kunjungannya juga tidak luput dari serangan untuk tidak menyuarakan wisata halal yang konon datang atas nama rakyat.
Dikutip dari tubasmedia.com, kaum millenial beserta seluruh warga Batak, tidak setuju dengan rencana pemerintah pusat seperti yang didengungkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Sandiaga Uno, menjadikan destinasi wisata termasuk Danau Toba menjadi wisata halal.
‘’Kami tidak setuju itu dan kami akan tolak dengan tegas karena program itu jelas akan mengkotak-kotakkan warga yang sudah rukun dan damai sejak ratusan tahun silam,’’ kata Korban Purba SPd, Ketua Pemuda Batak Bersatu (PBB), Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), di Doloksanggul, Sumatra Utara.
“Lalu kenapa musti harus wisata halal namanya? Bagaimana kalau kita buat namanya wisata Bataknesia?,” lanjut Korban.
Jadi, tolong statement yang menyatakan wisata halal dibuang dari tanah Batak karena Batak cinta perbedaan, jangan karena kata halal itu akan menimbulkan perpecahan di tanah Batak, tambah Korban Purba.
Kunjungan Kerja Menparekraf berlanjut ke DSP Labuan Bajo 7-8 Januari 2021. Di sini dia menekankan pada satu tahun ke depan untuk dapat menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah dari segi kesiapan infrastruktur, interkoneksi, produk-produk wisata, calendar of events, dan dukungan pada kegiatan masyarakat agar parekraf lebih inklusif, lebih melibatkan masyarakat, berkelanjutan, dan berkeadilan.
Di Labuan Bajo ini Sandi juga memastikan pengembangan desa wisata akan berjalan dengan baik sehingga dapat memperkuat daya tarik Labuan Bajo sebagai satu dari 5 Destinasi Super Prioritas yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.
Desa wisata Pasir Panjang di Pulau Rinca yang dikunjunginya memiliki luas 21.764 km2. Berinteraksi langsung dengan masyarakat, Sandi melihat potensi ekraf anak muda setempat dalam mengkolaborasikan kekhasan budaya lokal dengan tarian kekinian.
Salah satunya Animal Pop Komodo, komunitas yang sebelumnya menjadi bagian dari program AKSILARASI yang diselenggarakan Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif melalui Direktorat Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan dan Penerbitan.
AKSILARASI merupakan program pendampingan penciptaan produk kreatif di destinasi super prioritas yang menghubungkan pusat dengan daerah, pemerintah dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk bersama-sama menciptakan ekonomi kreatif berkelanjutan.
Sejauh ini kunjungan ke dua DSP yaitu Danau Toba dan Labuan Bajo memang sudah memberikan arahan mengenai calender of event dan desa wisata, tapi bagaimana dengan wisata halal yang dalam tulisan saya pertama tentang literasi halal sudah dijelaskan adalah tidak lebih dari extended services alias pelayananan tambahan.
Entah takut di bully seperti halnya Menparekraf sebelumnya Whisnutama Kusubandio ketika baru diangkat periode 2019-2020 itu, ataukah cari aman ? yang jelas amanat Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin soal wisata halal oleh Menparekraf Sandiaga Uno seolah di skip dulu.
Padahal dalam berbagai kesempatan bersama awak media, kalimat yang selalu diucapkannya adalah gerak cepat, gerak bersama, dan gaspol. Dia bahkan menguraikan filosofi jaket biru yang dibagikan langsung oleh Presiden Jokowi pada enam menteri barunya yaitu Biru adalah simbol kerja keras. Biru adalah simbol kerja cepat. Biru adalah simbol integritas, ucapnya
Sampai disini pahamkan mengapa judul tulisan ini adalah ” Apakah Tabu Menyuarakan dan Membahas Wisata Halal “. Sebagai umat Islam yang punya kewajiban beribadah sholat lima kali dalam sehari dari awal subuh hingga malam dan dilarang makan babi maka saat berwisata saya membutuhkan tempat sholat dan makanan halal, bukan mau mengislamkan warga di destinasi wisata yang saya kunjungi.
Maaf bang Sandi, saya tidak paham mengapa instruksi dari Presiden dan Wakilnya tentang wisata halal langsung tenggelam ?. Presiden dan Wakilnya yang beragama Islam serta mayoritas umat Islam di negri ini harusnya berfikir mengapa segelintir orang yang tidak paham wisata halal dibiarkan berkoar – koar.
Seolah-olah wisata halal adalah pemecah belah, pengkotak-kotakan yang akan memporak-porandakan warga yang sudah rukun dan damai sejak ratusan tahun silam seperti kata Korban Purba SPd, Ketua Pemuda Batak Bersatu (PBB).
Saya bukan ustadzah atau ahli agama. Namun ayah saya seorang tokoh Muhammadiyah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejak tahun 1960 an mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin, terdiri dari dua kata, yakni Rahmat yang berarti kasih sayang, dan Lil Alamin yang berarti seluruh alam.
Dalam Al Quran surat Al Anbiya ayat 107, Allah SWT juga berfirman mengenai rahmatan lil alamin, isinya ; ” Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam,”
Jadi maksudnya secara bahasa berarti damai, keamanan, kenyamanan, dan perlindungan. Sedangkan, secara agama, Islam adalah manifestasi dari damai.
Terusiklah saya sebagai umat Islam kalau Presiden dan Wakil Presiden yang agamanya sama dengan saya hanya menginstrusikan pada para pembantunya ( Para Menteri) untuk mengembangkan wisata halal tapi tidak secara khusus melakukan upaya literasi wisata halal secara nasional.
Apakah secara pribadi saya boleh menulis ATAS NAMA umat Muslim Indonesia saya merasa tersinggung, saya terusik karena menyuarakan wisata halal dan membahas pengembangan wisata halal dianggap tabu ?
Lalu orang-orang dibiarkan menghujat bahwa wisata halal yang identik dengan umat Islam adalah perusak kedamaian di suatu destinasi wisata dibiarkan saja terus melakukan aksi-aksinya, bahkan ada yang memanfaatkan isu wisata halal secara terstruktur.
Mengapa Wisata Halal ? Wakil Menteri Pariwisata Di era Presiden SBY, Sapta Nirwandar yang pemerhati Pariwisata Indonesia dan Chairman of Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC) dikutip dari sindonews.com menuliskan opininya sbb:
KEPADA Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia berpesan agar melanjutkan dan memperkuat pembangunan lima kawasan pariwisata super prioritas, dan diharapkan menjadi lokomotif pariwisata Indonesia ke depan.
Selain itu, secara khusus Wakil Presiden berpesan kepada Menteri Parekraf agar menjadikan pariwisata halal (halal tourism) sebagai bagian penting dari kepariwisataan nasional. Pesan Wakil Presiden ini tentu sangatlah beralasan. Berwisata saat ini tidak hanya bagian dari kebutuhan seorang Muslim, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) Muslim global.
Pada 2019, menurut The State Global Islamic Economy Report 2020/21, paling tidak sekitar 200,3 juta perjalanan muslim keluar negeri dengan pengeluaran lebih dari US$194 miliar.
Dalam laporan tersebut disebutkan juga bahwa Indonesia menempati peringkat lima terbesar outbond (wisatawan ke luar negeri) Muslim travel countries setelah Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait.
Adapun top destination Indonesia nomor 6 di bawah UEA, Turki, Thailand, dan Tunisia. Malaysia masih teratas. Dengan daya tarik Indonesia, baik alam maupun budaya yang terkait dengan dunia Islam, mestinya mampu untuk menjadi top destination halal tourism dunia.
Wisata halal sama sekali tidak memiliki kaitan dengan agama, tetapi hanya menjadi layanan tambahan bagi para wisatawan Muslim yang berlibur ke destinasi wisata sehingga tidak mengubah tatanan adat, nilai budaya, apalagi agama di negara-negara yang dikunjungi.
Itu baru bicara wisata, salah satu subsektor halal karena Industri halal global malah dirajai oleh sejumlah negara yang bukan negara dengan persentase penduduk Muslim besar.
Industri makanan halal global dirajai oleh Thailand yang hanya memiliki persentase penduduk Muslim sekitar 5 persen tapi telah mengukuhkan diri sebagai dapur halal dunia. Sementara itu, Australia telah memproduksi dan mengekspor daging sapi halal.
Korea Selatan yang terkenal dengan industri kecantikannya juga merajai industri kosmetik halal dunia. Adapun industri tekstil halal didominasi oleh China. Industri ini hasil dari dikembangkannya rantai pasok halal atau halal supply chain. Maksudnya adalah, produksi barang atau jasa dari hulu hingga hilir memiliki standar dan sertifikasi halal.
Halal supply chain adalah jejaring, aktivitas ekonomi yang bisa memproduksi dan memenuhi berbagai kebutuhan produk dan jasa halal. Saat ini, setidaknya ada 1,8 miliar penduduk Muslim di seluruh dunia.
Jumlah tersebut, setara dengan 24 persen total penduduk dunia dan jumlah pengeluaran penduduk Muslim dunia itu sekitar US$ 2,2 triliun per tahun. Pengeluaran itu cukup besar, sekitar 5,2 persen per tahun, ungkap Sapta Nirwandar.
Bagaimana Bang Sandi ? cukup mencerahkan ya ucapan senior kita Sapta Nirwandar ini. Ayo sisihkan dan berdayakan anggaran serta SDM Kemenparekraf/ Baparekraf untuk pengembangan wisata halal di tanah air.
Jangan biarkan orang per orang bahkan media seperti dikutip dari Liputan6.com, membuat jejak digital bahwa isu wisata halal kembali jadi perdebatan setelah Sandiaga Uno mengungkitnya usai dilantik sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) ?.
Begitu pula tidak ada yang salah dengan program OKE-OCE yang diusung Sandi dalam pilkada dan pilpres lalu karena program ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja baru berbasis kewirausahaan di Indonesia dengan konsep ekonomi berbagi.
Dijalankan dengan ekosistem yang pada akhirnya akan memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat sosial dan budaya untuk masyarakat Indonesia.
Salahkah Sandi sang pencipta program ini ? mau membiarkan para haters (pembenci) terus beraksi ? namanya juga haters, seganteng apapun wajahnya dan sepintar apapun yang membully bang Sandi, maka kalimat yang disuarakan kata dasarnya benci dengan apa yang kita lakukan.
Sandi sendiri yang mengatakan tugas pemerintah adalah melayani rakyat, maka pimpinan negri ini dan mayoritas Muslim di Indonesia juga harus mendapatkan extended services dari wisata halal toh ? boleh dong tulisan saya ini mengatas namakan Presiden, Wakil Presiden dan seluruh umat Islam di negri ini ?
Kalau jawabnya nggak boleh, saya akan balik tanya, mengapa contoh-contoh nyata di jejak digital termasuk DS, salah satu hater terkemuka di negri ini boleh meremehkan program mulia OKE OCE bang Sandi ?
Apa lagi saya menulis ini dengan penuh cinta kasih dan damai agar Indonesia juga bisa meraih peluang sebagai negara eksportir halal industry di dunia. Ayo Gaspol bang….