SOLO, bisniswisata.co.id: PWI Road to Campus menjadi pembuka rangkaian acara Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) 2018, diawali dengan seminar di Universitas Muhammadiyah Surakarta ( UMS) membidik calon generasi penerus dari kalangan kampus.
Sekjen PWI, Hendry Ch Bangun berharap PWI Road to campus bisa memberikan wawasan kepada mahasiswa dan mendapatkan pengalaman berharga.
“Sesuai dengan tema ‘Yang muda yang berkarya, menjadi generasi milineal kreatif optimistis, Kongres PWI di Solo ini adalah kilas balik karena disinilah PWI berdiri,” Ujar Hendry saat sampaikan kata sambutan.
Acara dibuka oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta ( UMS) Dr. Sofyan Anif M.Si yang mengaku juga mantan jurnalis di bangku kuliah dan menyambut baik kegiatan PWI Road to Campus apalagi Indonesia menghadapi tahun politik.
“ Tema kongres PWI menunjukkan bangsa yang besar adalah yang menghargai sejarahnya. Tapi dalam kondisi politik saat ini maka saya harus tambahkan bahwa bangsa yang besar tergantung dari jurnalisnya yang profesional, tambahnya.
Wartawan memiliki fungsi dan peran strategis dalam pembangunan suatu negara, apalagi ditengah alam demokrasi yang mulai carut marut. Oleh karena itu jurnalis profesional tulisannya mampu mengedukasi masyarakat dengan karakter kebangsaan yang kuat.
“Yang jelas seminar nasional ini akan memotivasi para jurnalis muda untuk profesional bukan masuk kepusaran kepentingan kelompok,” ujar Rektor Dr. Sofyan Anif M.Si.
Seminar nasional di UMS ini dihadiri mahasiswa berbagai jurusan, para akademisi dan delegasi jurnalis dari seluruh daerah Indonesia pun turut hadir dalam seminar.
Ada empat narasumber yang dihadirkan dalam acara ini, diantaranya adalah Meidyatama Suryodiningrat selaku Direktur Utama LKBN Antara, Agus Sudibyo yang menjabat sebagai direktur Media Watch Indonesia, Agung Yudha dari Twitter Indonesia, dan Fikar R Mohammad yang merupakan CEO Cekricek.com.
Agung Yudha, Kepala Kebijakan Publik Twitter Indonesia,membahas tema “Your tweet is your CV,”. Dia mengungkapkan bahwa 65% pengguna Twitter menggunakan jejaring sosial itu sejak bangun tidur untuk update dengan topik-topik yang mendunia.
“Soalnya pada saat seleksi di dunia kerja maka media sosial akan dipantau oleh HRD atau pun petugas rekruitmen pegawai yang nantinya menentukan lolos atau tidaknya para pelamar.
Isi media sosial adalah cerminan jati diri masing-masing pengguna dan semua orang bisa membacanya banyak hal, mulai masalah kantor sampai urusan pribadi, mulai yang sangat sepele sampai yang berat.
Oleh karena itu bagi pengguna media sosial, Agung Yudha menekankan pentingnya untuk selalu mengecek kebenaran dari setiap berita yang hendak diposting. Dia juga mengingatkan bagi para kaum milenial untuk selalu berhati-hati dalam bertutur kata di dunia maya.
Nara sumber lainnya, Fikar R Mohammad, CEO Cek & Ricek.com yang memiliki 7 perusahaan lainnya mengatakan jangan bangun dari tidur karena ingin pencitraan dan update status di media sosial.
“Bangunlah ketika Anda merasa bermanfaat untuk orang lain dan mampu berbuat kebaikan karena uang bukan segalanya. Hidup bahagia dan bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga barulah bisa menjadi ukuran orang di sebut sukses,” ungkap Fikar, alumni ITB yang baru berusia 27 tahun.
Dia juga menegaskan pentingnya keterampilan berbicara di khalayak umum. Agar semua ide kita bisa tersampaikan dengan sempurna pada orang lain dan tidak terjadi miss informasi.
Fikar memberikan contoh kasus tentang masih banyaknya orang yang tidak paham global warming, padahal ada banyak ilmuwan yang mengerti secara mendalam kasus ini.
Tapi sayangnya mereka tidak punya keterampilan berbicara di depan umum, yang menyebabkan masih banyak orang yang tidak paham global warming.
Direktur Utama LKBN Antara, Meidyatama Suryodiningrat menginginkan agar banyak generasi muda tertarik pada dunia jurnalisme. Namun para pemain media sosial seperti blogger dan wartawan tidak asal mengutip informasi di internet karena banyak informasi yang tidak akurat.
“Verifikasi, verifikasi, dan verifikasi fakta dan data adalah tugas utama wartawan. Bukan mengutip informasi sana-sini yang belum jelas kebenarannya,” kata Meidyatama.
Jadi, ujarnya, yang terpenting adalah setiap wartawan perlu melakukan verifikasi berkali-kali agar apa yang disampaikan tetap terjaga validitasnya, tidak menjadi berita hoax.
Nara sumber yang terakhir, Agus Sudibyo, Direktur Media Watch Indonesia menjelaskan bahwa kini masyarakat Indonesia sudah terikat dengan ponsel atau smartphone.
“Sekarang, masyarakat Indonesia bisa dikatakan sebagai homo digitalis, manusia yang menjalani hidupnya serba digital. Jumlah smartphone di Indonesia sekitar 310 juta, lebih besar dari jumlah penduduknya” kata Agus.
Ketergantungan yang kuat pada smartphone, internet dan media sosial ini membuat pakar komunikasi di AS menyatakan masyarakat dunia telah menjadi budak dari tekhnologi.
“Repotnya lagi banyak yang tidak menyadari bahwa dia sudah mejadi budak tekhnologi bukan menguasai tekhnologi. Maka pilihannya ada pada kita sendiri karena dalam standar kesehatan maka paling lama membuka media sosial selama 3 jam 45 menit saja,” tegas Agus.