Dr. Ir. Hari Santoso Sungkari, Deputi Bidang mengarahkan kegiatan rakor desa wisata.
Direktorat Pengembangan Destinasi Pariwisata Regional I Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Parekraf mengundang bisniswisata. co.id untuk menghadiri Rapat Kordinasi Desa Wisata Super Prioritas Borobudur di Hotel The Phoenix Hotel Yogyakarta – MGallery Collection. Berikut tulisan ke empat
YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang merupakan penjabaran dari visi, misi program Presiden Jokowi dan desa wisata saat ini menjadi prioritas dalam menggerakkan perekonomian rakyat, kata Dr. Ir. Hari Santoso Sungkari, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf.
Berbicara saat membuka rapat kordinasi , Hari menjelaskan rakor ini sebagai bentuk komitmen pemerintah pusat/Kemenparekraf dalam mendukung pembangunan pariwisata di destinasi super prioritas dan sekitarnya oleh karena itu agar benar-benar dimanfaatkan untuk berkordinasi, berjejaring dan bekerjasama dengan baik.
Apalagi Organisasi Pariwisata Dunia. ( UNWTO ) telah sejalan dengan pemikiran Presiden Jokowi, dimana dimasa depan desa wisata adalah tujuan wisata yang mampu mensejahterakan masyarakat dari dampak berganda ( multiplier effect) aktivitasnya.
Hari Pariwisata Dunia setiap tahun dirayakan tanggal 27 September, maka tahun 2020 ini temanya adalah Pariwisata dan Pembangunan Pedesaan yang menjadi tema sentral di seluruh negara-negara anggota organisasi di bawah PBB itu.
Peringatan tahun ini datang pada saat yang kritis dan negara-negara di seluruh dunia memandang pariwisata mampu mendorong pemulihan, termasuk di komunitas pedesaan di mana sektor tersebut merupakan pemberi kerja utama dan jadi pilar ekonomi negara.
RJPM yang in line dengan UNWTO itu oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah dijabarkan di tahun anggaran 2020 dengan memiliki pilot project pengembangan 50 desa wisata di 5 Destinasi Super Prioritas termasuk pengembangan 12 desa wisata di Destinasi Super Prioritas (DSP) Borobudur, ungkap Hari Sungkari.
” Tujuannya untuk mendorong perekonomian desa, optimalkan hidup berjejaring ( networking) dan dari 12 desa DSP Borobudur ini buat produk atau paket wisatanya saling melengkapi dan menunjang dengan keunikan masing-masing sehingga jadi satu kesatuan paket tour yang menarik,” kata Hari Sungkari.
Pengelolaan desa wisata yang saling membantu ini akan berdampak pada lama tinggal wisatawan di desa wisata. Kolaborasi akan meningkatkan dampak positif yang tinggi pada penduduk lokal. Kalau bisa terwujud sinkronisasi program maka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD) yang berasal dari desa wisata akan tinggi.
” Di era COVID-19 ini saya yakin warga desa wisata DSP Borobudur tidak terpapar seperti di kota besar yang tumbuh kluster baru dari perkantoran. Selain tidak ada laporannya, alam pedesaan dan penerapan Sapta Pesona terutama kebersihan sudah lama diterapkan,”
Bagi para peserta Rakor Desa Wisata ini, pandemi global bukan hanya membuat industri pariwisata bisnisnya jadi rontok, desa wisata yang selama ini kental dengan program Live In bagi pelajar tingkat TK, SD, SMP, SMA hingga kalangan perguruan tinggi maupun grup outbond berbagai perusahaan juga tidak bisa menerima tamu lagi.
Selain para pemilik homestay di desa-desa wisata masih takut menerima wisman, individual traveler juga selama ini sebelum COVID-19 juga belum banyak berkunjung ke desa wisata.
Kembali ke Titik Nol
” Karena pandemi global yang menyeluruh, desa wisata kami aktivitasnya kembali nol dan tidak ada penghasilan,” ungkap Sulisno dari Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) Jatimulyo.
Pihaknya berharap dari rakor ini bisa mendapatkan masukan bagaimana untuk menbangkitkan kembali semangat anggota Pokdarwisnya dari keterpurukan. Selain membutuhkan pendampingan, pencerahan juga simulasi dalam menerapkan desa wisata yang dijalankan sesuai dengan prosedur kesehatan sesuai protokol kesehatan standar dunia ( WHO ).
Agung Mulyanto, dari Pokdartis Kaligono menyambut baik inisiatif Kemenparekraf yang setelah rakor juga akan menindak lanjuti dengan sosialisasi protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability) khususnya bagi para pelaku usaha maupun konsumen di sektor pariwisata.
Sosialisasi memang penting tapi yang utama para pengelola Pokdarwis butuh totalitas dalam menjalankan visi-misinya dan harus cinta pariwisata karena bidang yang digeluti tanpa gaji dan kategori relawan desa.
“Selain itu menjalankan kegiatannya dengan keikhlasan yang tinggi karena dari pengalaman kami, 10 orang pionir pengelola desa wisata kini tinggal 3 orang yang masih aktif,” kata Agung Mulyanto.
Dia sepaham dengan Sulisno bahwa ada program pendampingan bagi desa wisata sehingga apa yang Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hari Sungkari harapkan bisa saling mendukung dan lahir produk & jasa desa wisata yang unggul bisa terwujud.
” Maaf selama ini pembinaan atau pelatihan yang diberikan oleh Disparda belum menyesuaikan kebutuhan jaman. Ibaratnya kami dapat materi pelajaran SD padahal sudah mau masuk universitas,” kata Agung.
Kebangkitan desa wisata dengan ikonik baru juga menjadi harapan. Dedek, dari Desa Wisata Purwosari agar pokdarwis mendapatkan pendampingan sehingga bisa membuat perencanaan yang berkelanjutan sesuai yang diharapkan.
” Kami berharap di tahap selanjutnya ada komunikasi yang berkelanjutan dalam perencanaan sehingga pendampingan sangat dibutuhkan. Kami terutama butuh bimbingan untuk menemukan produk ikonik agar tidak terjadi keseragaman dalam menghibur wisatawan di desa wisata,” kata Dedek.
Dari para nara sumber sebelumnya di rakor ini, peserta oleh Hari Sungkari diajak untuk memanfaatkan masa pandemi global ini untuk riview produk & jasa apa saja yang selama ini sudah diberikan karena desa wisata jangan puas dikategori perintis saja. Mereka harus naik ke level desa wisata berkembang hingga menjadi desa wisata maju.
” Yang sudah di kategori desa wisata maju, bantu desa wisata di sekitarnya untuk naik level dan punya keunikan masing-masing. Masa pandemi adalah saat yang tepat kita melakukan perencanaan, pembenahan dan saatnya meningkatkan kualitas SDM,” tegas Hari Sungkari.
Pendampingan
Masukan dari anggota pokdarwis oleh Ir Oni Yulfian MBTM, Direktur Pengembangan Destinasi Regional I, Kemenparekraf dan Oneng Setyaharini MM sebagai Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur ditanggapi dengan cepat.
” Betul, pendampingan tidak cukup dengan sosialisasi sehingga perlu pendampingan untuk sebulan atau hingga setahun,” kata Oni Yulfian.
Bersama Oneng Setyaharini , dia sepakat agar anggaran Kemenparekraf tahun depan untuk Destinasi Super Prioritas di Borobudur dan Danau Toba akan diberikan pendampingan masing-masing untuk 25 desa disekitarnya. ” Bentuk pendampingan akan disesuaikan dengan kondisi desa-desa wisata tersebut untuk 2021,” kata Oni Yulfian.
Roadmap yang tengah dikerjakan oleh tim Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan (P-P2Par) Institut Teknologi Bandung, kata Oni, untuk mendorong peningkatan kualitas produk desa wisata dengan magnet utama Candi Borobudur.
Menurut Oni, geopark Gn Sewu yang lokasinya disekitar Borobudur juga bisa menjadi daya tarik alternatif selain Candi Borobudur sehingga Pokdarwis disekitarnya bisa kreatif membuat paketnya.
” Desa wisatalah salah satu varian dari perjalanan wisatawan hingga menjadi alternatif tujuan yang patut dikunjungi,”
Dia berharap 50 desa wisata yang menjadi pilot project dan 12 desa yang ada di kawasan Joglosemar, mencakup 6 kabupaten membuat perencanaan yang bagus karena menjadi salah satu sasaran rakor.
” Kami akan menyusun roadmap desa wisata di kawasan Borobudur ini. Bagaimana desa wisata harus berkembang dan produknya tidak bentrok satu sama lain. Sasarannya untuk pemetaan potensi masalah, analisis dan kajian bagaimana desa wisata harus dikembangkan,” kata Oni Yulfian.
Faktor penting adalah mengetahui potensi masyafakat agar terlibat dalam pengembangan wisata. Rakor harus dimanfaatkan untuk jadi media saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, ungkap Oni Yulfian.