DESA WISATA

Peluang dan Potensi Kampung Pelangi Sebagai Magnet Wisata di Banjarbaru  

Ketua Departemen Pariwisata Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hilda Ansariah Sabri, melongok desa-desa wisata di kota Banjarmasin dan Banjar Baru sesuai program kerja pengembangan desa wisata organisasi profesi itu. Berikut laporan perjalanannya bagian ke empat

BANJAR BARU, bisniswisata.co.id: Pilihan untuk mengunjungi Kampung Pelangi di Jalan Kemuning Ujung/Delima Ujung, RT.03/RW.01, Loktabat Sel, Kec. Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, karena dekat dengan bandara Syamsudin Noor. pintu gerbang provinsi Kalimantan Selatan.

” Dari bandara kurang dari 30 menit asal tidak mengikuti jalan resmi dari dan ke bandara. Jalan pintas mungkin hanya 15 menit dari bandara,” kata Bebez, Ketua HPI Banjarmasin yang mendampingi kunjungan ini.

Maklum jalan dari dan ke bandara yang menjadi pintu gerbang ke Provinsi Kalimantan Selatan ini bukan hanya diprotes warga tapi juga orang nomor satu di Indonesia yaitu Presiden Jokowi karena membuat banyak calon penumpang bingung.

Akses jalan menuju Bandara Internasional Syamsuddin Noor yang baru selain lebih jauh, aksesnya berbelok-belok dan rambu-rambu pun masih minim sehingga banyak waktu terbuang padahal perjalanan bisa lebih ringkas.

Dalam pengembangan suatu destinasi wisata, faktor 3 A sangat penting yaitu Akses, Amenitas dan Atraksi. Oleh karena itu akses menuju maupun dari Kampung Pelangi ke bandara Syamsudin Noor tidak bisa diabaikan.

Maklum dalam pengembangan desa-desa wisata binaan PWI pusat diharapkan jarak tempuh dari dan ke bandara atau ke ibukota provinsi berkisar satu jam saja. 

Selama ini desa wisata yang ada, lokasinya cukup jauh bisa 4-8 jam dari pintu gerbang ibukota provinsi atau Kabupaten sehingga kurang dikunjungi wisatawan dalam dan luar negri. 

Desa wisata yang jarak tempuhnya sekitar satu jam saja dari dan ke bandara bisa menjadi tempat tujuan untuk wisata kuliner, beli souvenir dan melakukan aktivitas unik sebelum kembali ke kota atau negara asal.

Kampung Pelangi adalah salah satu destinasi wisata di Banjarbaru, Kalsel yang potensial untuk dikembangkan sebagai kampung wisata, salah satu daya tarik dari kota Banjarbaru yang diapit kota Banjarmasin  sebagai Ibukota Provinsi Kalsel dan kota Martapura, ibukota Kab. Banjar.

Lokasinya berada di kawasan Kelurahan Guntung Paikat yang bisa dituju melalui Jl Kemuning atau melalui kampung Sumberadi, Banjar baru Selatan.

Memasuki Kampung Pelangi, ada pintu gerbang yang cukup megah, namun setelah itu pengunjung bingung mau memarkir kendaraan dimana karena fasilitasnya tidak ada.

Kemudian di turunan jalan menuju Kampung Pelangi, kita disambut gapura dan tugu penunjuk arah yang berdiri di dekat  parit jembatan dan lampu-lampu lampion warna-warni bergantungan di seputar jembatan.

Warna penunjuk arah berbentuk pohon ini masih cerah, sementara fasilitas lain catnya hampir semua sudah pudar. Air sungai Kemuning yang jejak digitalnya digadang- gadang bersih malah terlihat penghuninya, yaitu dua ikan sapu-sapu ukuran besar dan kecil mengambang mati berdampingan dan mengundang tanya.

Tugu penunjuk arah di gerbang Kampung Pelangi, Guntung Paikat, Banjarbaru, Kalsel, itu bertuliskan Taman Baca arah kiri berjarak 70 meter. Area fitness arah kiri berjarak 100 meter. Kemudian di arah kanan ada Menara pandang berjarak 1,5 Km dan Kampung Sultan berjarak 750 meter.

Saya berpose sejenak di atas jembatan berlatar belakang tulisan dari huruf huruf warna stainless steel Sungai Kemuning. Bantaran  sungai inilah yang menjadi tujuan wisata di sini. Konon bekas pemukiman kumuh dan sungai yang sebelumnya tak terawat.

Setelah itu menyusuri bantaran sungai ada terlihat shelter-shelter mirip halte bis dari besi-besi dengan bangku panjang untuk duduk. Dari informasi yang saya terima, sejak 2010 bantaran sungai sudah direvitalisasi juga disiring sehingga menjadi bersih dan nyaman dipandang.

Setelah ditata tahap pertama pada 2010 yaitu normalisasi sungai dan penyiringan, kemudian pada 2016 dibuat pedestarian (jalur pejalan kaki) sekaligus jogging track di tepian siring. Pada Februari 2017 muncul ide masyarakat untuk bikin Kampung Pelangi. Awalnya 4 rumah dicat aneka warna.

Selanjutnya saat itu Wali Kota Banjarbaru tertarik membantu dengan mencarikan donatur cat, sehingga bertambah banyak rumah yang bisa diwarnai.

 Dari 700 meter bantaran sungai yang direvitalisasi dan siring, 400 meter di antaranya dihiasi cat warna-warni dan aneka lukisan terutama untuk 350 rumah warga dari enam RT yang berada di tepi sungai disebut Kampung Pelangi.

Pemko Banjarbaru kemudian melalui APBD membuatkan fasilitas baru berupa taman dan peralatan fitness outdoor. Institusi seperti Dinas Tata Kota, dan Satker PUPR yaitu Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) dan bantuan CSR dari BRI serta Rindam VI Mulawarman, dibangun fasilitas lainnya macam gazebo, taman bermain anak, menara pandang dan lainnya.

Kampung Pelangi saat cat warna-warni masih mempercantik longkungan. Kini kondisi warna sudah pudar ( Foto: Google)

Amati, Tiru & Modifikasi ( ATM)

Membangun desa wisata atau kampung wisata bisa dalam hitungan hari, namun memeliharanya bukan perkara yang mudah dan harus melibatkan warga setempat karena butuh waktu yang panjang apalagi jika ingin berusia berabad-abad.

Oleh karena itu saat tiba di Kampung Pelangi tanpa ada retribusi pintu masuk, tak ada semacam  kios atau counter Tourism Information Center        ( TIC) maka tak banyak informasi yang bisa diperoleh seorang individual traveler seperti saya ini, kecuali sekedar mengamati dan menikmati bantaran kali dengan suasana yang tenang.

Nampaknya konsep ATM, Amati, Tiru & Modifikasi lebih kental ketika Kampung ini berubah menjadi kampung wisata. Sekedar kejar tayang ingin segera memiliki daya tarik baru tapi siapa yang menjadi pengelola ? siapa melakukan  apa antara Pemko Banjarbaru dan warga setempat ?.

Di setiap Desa Wisata seharusnya langsung dibentuk Kelompok Sadar Wisata  ( Pokdarwis) karena pendekatannya adalah pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan ( sustainable tourism). 

Sedikitnya ada 8 kriteria Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat yaitu 1. Kepemilikan & kepengurusan oleh Masyarakat, 2. Berkontribusi terhadap kesejahteraan sosial.

Kriteria ke 3. Berkontribusi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan dan ke 4. Mendorong terjadinya partisipasi / interaktif antara masyarakat lokal dan pengunjung ( wisatawan). 

Sedangkan kriteria ke 5 adalah jasa perjalanan wisata & pramuwisata yang berkualitas, 6. Kualitas makanan & minuman, 7. Kualitas akomodasi      ( homestay)  dan kriteria ke 8 adalah kinerja friendly tour operation ( FTO).

Hadirnya Kampung Pelangi, selain harus dilengkapi kelembagaannya juga membutuhkan pembinaan berkesinambungan dari Pentahelix yang terdiri dari unsur Pemerintah, Akademisi, Swasta, Pers dan Masyarakat.

Ketua plt ASITA Kalimantan Selatan, H.Sumedi.SP.MM yang juga pendiri dan pemilik PT Intan Cempaka Tour & Travel, Banjarmasin, mengatakan dia sependapat mengenai pentingnya pembentukan Pokdarwis jika memang belum terbentuk sejak kehadiran Kampung Pelangi tiga tahun lalu.

Sebenarnya kalau mau konsep Amati Tiru & Modifikasi ( ATM) maka Pemko  Banjarbaru bisa melihat bagaimana kampung Morten Melaka, Malaysia menjadi living museum kehidupan suku Melayu di negri itu, kata Sumedi.

” Nanti kami bahas bersama Kadispora Banjarbaru yang baru dan juga di tingkat DPRD Kota Banjarbaru  agar Kampung Pelangi kelembagaannya dan 3 A juga dilengkapi ” kata Sumedi yang juga anggota Komisi II DPRD Kota Banjarbaru.

Sumedi sudah berkunjung ke  Kampung Morten Melaka, yang berada dibantaran  sungai lebar berbentuk huruf U. Di sana rumah-rumah Melayu yang ada tetap dipertahankan,  dikepung gedung-gedung modern menjulang tinggi.

 ” Di Kampung Morten juga  ada homestay, restoran, bar, souvenir dan toko-toko lainnya. Hanya saja Sungainya cukup lebar sehingga jasa yang bisa ditawarkan ke wisatawan termasuk susur sungai. Di Kampung Pelangi, kendalanya pada sungainya yang sempit,” kata Sumedi.

Dia sepakat dengan program PWI Pusat agar desa wisata yang memiliki akses terdekat dengan ibukota Kabupaten maupun provinsi serta dekat bandara bisa menjadi hits sebagai tempat menyambut kedatangan tamu dengan budaya khas Banjar dan menjadi tempat transit sebelum kembali ke kota asal.

Jembatan di Kampung Pelangi sudah kehilangan warna-warni

Fokuslah ke budaya khas Banjar

Wisatawan yang baru mendarat di Bandara Syamsudin Noor baik tujuan bisnis maupun tour nantinya bisa langsung ke Kampung Pelangi untuk kuliner ataupun langsung mengenal budaya khas suku Banjar.

Begitupula yang akan pulang ke kota atau negara asal bisa mampir di Kampung Pelangi untuk membeli oleh-oleh dan kulineran pula.

Agar sebuah destinasi wisata terus eksis, diperlukan kesadaran semua pihak untuk menjaga lingkungan wisata ini. Sebab itu sebuah destinasi wisata harus sesuai Sapta Pesona yang terdiri tujuh unsur yaitu aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan.

” Sapta Pesona ini merupakan kondisi yang harus diwujudkan dalam rangka menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau wilayah di negara kita,” kata Sumedi.

Saat kunjungan ke lokasi, Kampung Pelangi ini masih kelihatan indah dan tertata kecuali warna-warninya sudah pudar semua terutama di jembatan dan trotoarnya tak menunjukkan warna Pelanginya lagi.

Sebuah baliho besar terpampang dengan ajakan agar warga setempat dan pengunjung menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah di sungai. Di beberapa sudut, tempat sampah tersedia dengan 3 jenis sampah yang harus dipilah-pilah.

Membayangkan Kampung Pelangi yang mampu menyedot kunjungan wisatawan baik domestik dan mancanegara, usulan saya  sederhana saja. Bentuk kelembagaannya, kembalikan warna-warninya, fokuskan untuk mempromisikan budaya khas Banjar yang juga merupakan budaya Melayu.

Menyusuri pinggiran Sungai Kemuning, bisa saja sejumlah perahu klotok panjang berseliweran bergantian atau cukup hanya untuk spot foto tamu yang datang dengan  berpakaian khas Melayu Banjar atau ala pedagang pasar terapung Kuin dengan topi lebar tanggui.

Perahu klotok mau berseliweran seperti naik perahu Gondola di Venesia, Italia sambil diputarkan lagu-lagu khas Banjar juga unik dan tinggi jembatan masih memungkinkan melintas di bawahnya.

Melihat sudut-sudut bantaran sungai, peluangnya masih ada lahan untuk dibuatkan panggung pertunjukan dan sekaligus menjadi spot selfie bagi pengunjung ( wisatawan).

Terbayang pula jika keunikan tarian khas Banjar yang kerap di pertunjukan seperti Japin dan Hadrah yang bisa mendorong terjadinya partisipasi / interaktif antara masyarakat lokal dan pengunjung ( wisatawan) mengisi acara-acara dipanggung mini.

Sebagai individual traveler saya tidak keberatan berganti pakaian dan ikut menari bersama , belajar tari Japin yang singkat tapi  menjadi kenangan manis yang sulit dilupakan jika menjadi atraksi rutin di Kampung Pelangi ini.

Kalau perlu, wisatawan diperkenalkan pula dengan atraksi Madihin yang merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan atau ikut permainan Balogo dengan menggunakan alat dari batok kelapa.

Balogo, permainan tradisional Suku Banjar ini biasanya dimainkan oleh anak-anak hingga orang dewasa, baik secara beregu maupun perorangan. Jumlah pemain terdiri atas dua hingga lima orang. 

Usai COVID-19 saat wisatawan mancanegara datang ke kampung ini dan  diperkenalkan permainan Balogo yang sudah banyak ditayangkan di Youtube, pastinya seru dan bisa tidak pulang-pulang. 

Soalnya batok kelapa yang jadi alat permainan sudah jadi daya tarik wisata tersendiri bagi mereka yang datang dari belahan Eropa dan tidak punya pohon kelapa.

Kampung Pelangi bisa tambah  sukses asal ada keunikan khas Suku Banjar termasuk memperkenalkan Nasi kebuli yang telah ditetapkan oleh Walikota Banjar baru terdahulu, alm Nadjmi Adhani pada tanggal 31 Agustus 2016 sebagai makanan tradisional atau khas Banjarbaru.

Awalnya, nasi kabuli ini banyak dijual di daerah Cempaka Banjarbaru. Bisa ditemui di Warung 41 Cempaka, dan Warung Bawah Asam Kelurahan Sungai Tiung Cempaka Banjar baru

Kepedulian Pentahelix untuk mewujudkan impian ini agar Kampung Pelangi menjadi kampung wisata yang hits sangat penting terutama CSR dari PT Angkasa Pura 1 sebagai pengelola bandara Syamsydin Noor serta Sadar Wisata dari seluruh lapisan masyarakatnya. Semoga sukses dan kunjungan ini bukan menghasilkan impian semusim.

 

 

Dwi Yani

Representatif Bali- Nusra Jln G Talang I, No 31B, Buana Indah Padangsambian, Denpasar, Bali Tlp. +628100426003/WA +628123948305 *Omnia tempus habent.*