LAPORAN PERJALANAN

Melongok Pembuatan  Keju di Indrakila, Boyolali dan Wisata Kesunyian di Kec Selo.

Forum Wartawan Pariwisata (forwarpar) Kemenparekraf menyelenggarakan  famtrip dari 18- 21 November 2019. Selama kegiatan berlangsung para awak media di ajak mengunjungi sejumlah destinasi andalan Jawa Tengah di Solo, Boyolali dan Klaten. Berikut laporan perjalanannya 

BOYOLALI, Jateng, bisniswisata.co.id: Semangat tinggi mengawali kegiatan di hari ketiga Famtrip Forwarpar di wilayah Jawa Tengah. Soalnya dalam jadwal kunjungan ke Boyolali pagi ini tujuan pertamanya adalah pabrik keju Indrakila. Keju sudah menjadi makanan favorit saya sejak kecil.

Almarhum ibunda tercinta adalah bidan pertama RS CBZ yang sekarang dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo. Dia mendapat pendidikan dari mentor-mentor Belanda, berinteraksi dengan komunitas dari negri kincir angin itu di era tahun 1950 an.

Memiliki anak-anak dengan nama Belanda seperti Hilda, Hilma, Hilman, Hilmi, hanya dua anak lain namanya adalah Halim dan Fatimah karena nama pemberian dari mertuanya. Tak heran bahasa Belanda akrab di telinga dan pasokan keju merah akrab di lidah sejak kami kecil.

“Jangan lupa pakai kaos biru lengan panjang  ya mbak,” sapa Ekasanti, Bos media online Tag Pariwisata.com yang menjadi pengurus Forwarpar. Dia mengingatkan peserta famtrip agar kompak dengan Outfit of The Day ( OOTD), sebagai panduan pakaian apa yang harus kami pakai di hari ke tiga perjalanan ini.

Hal lain yang membuat saya semangat adalah ingin berjumpa dengan Noviyanto, sang pemilik pabrik keju ini yang tahun lalu pernah muncul di acara TV Kick Andy. Arsitek yang mengawali bisnisnya karena ingin menolong peternak Boyolali agar susu sapi perahnya mendapat kepastian pasar.

Asal tahu saja, seringkali, KUD yang menampung susu segar dari petani peternak tak mampu menjualnya kembali ke industri pengolahan susu karena pasarnya sudah jenuh. Pernah mereka membuang susu sampai 200 liter per hari karena over produksi.

Niat mulia dari anak muda kreatif yang pernah menjadi pendamping ahli dari Jerman selama 3 tahun di Boyolali akhirnya terwujud. Ketika sang ekspatriat pulang ke negaranya, Noviyanto diwarisi ilmu membuat keju. Susu yang over supply di desa bisa diolah menjadi keju natural, induk dari keju olahan dan beragam jenis produk turunannya.

Usaha pembuatan keju dirintis oleh Noviyanto saat ia menjadi asisten tenaga ahli dari Jerman tahun 2008. Saat itu ada kerjasama antara Indonesia dengan Deutscher Entwicklungsdiens (DED) Jerman. Sebuah program pemerintah Jerman untuk membantu usaha atau proyek kecil di dunia. 

Di Bappeda Boyolali tugasnya Noviyanto mencarikan solusi agar susu Boyolali itu dikelola dengan baik dan dilanjutkan dengan membuat rekomendasi untuk Bupati. Misalnya dimanfaatkan untuk sabun susu, ada yang untuk yogurt dan yang kualitasnya paling tinggi dibikin keju. Tahun 2009, Noviyanto bersama 19  temannya membuat koperasi dan merintis produksi keju hingga akhirnya berlanjut hingga sekarang.

Proses pembuatan keju di pabrik Indrakila dari bahan baku susu segar. ( foto-foto : Forwarpar).

Kabupaten Boyolali memang dikenal sebagai salah satu produsen susu segar terbesar di Indonesia dan dijuluki sebagai Kota Susu dimana jumlah populasi penduduknya saja kalah jauh dengan populasi sapi yang ada di daerah tersebut. 

Dua mobil Isuzu Elf Micro Buz masing-masing kapasitas 16 penumpang membuat rombongan kami bisa lebih gesit melalui jalan menanjak menuju Boyolali, 25 km dari Surakarta atau disebut kota Solo. Pabrik keju yang kami tuju memang di Kabupaten Boyolali yang terletak di kaki sebelah timur Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.

Jalur Solo-Boyolali-Cepogo-Selo- Borobudur (SSB) yang melintasi kedua gunung tersebut dipromosikan menjadi jalur wisata menarik yang menjadi pilihan bagi wisatawan baik domestik maupun wisman dari kota budaya Surakarta menuju Candi Borobudur dan melintasi Kabupaten Boyolali.

Selain itu jadwalnya adalah mengunjungi Kecamatan Selo yang dikenal sebagai daerah peristirahatan sementara bagi para pendaki Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Kecamatan Cepogo dan Selo merupakan sentra penghasil sayuran hijau yang segar dan murah serta pusat kerajinan tembaga di Boyolali.

Bayangan akan tiba di sebuah pabrik keju besar langsung hilang karena mobil parkir di lingkungan rumah penduduk. Sebuah bangunan mirip gudang menjadi sentra produksi keju Indrakila. Ruangan depan untuk menerima tamu berkapasitas sekitar 50 orang.

Di balik ruangan multi fungsi untuk menerima tamu itulah yang menjadi ‘pabrik ‘ keju dan pemasok kebutuhan keju natural ke sejumlah daerah di tanah air terutama Solo, Semarang, Jogja, Malang, Bali dan Lombok. Sedangkan antar pulau ke Pontianak dan Samarinda.

Sejumlah tamu baru saja menikmati salad buah bertabur keju parut dan air mineral. Rupanya sebelum kedatangan kami, Romy Anjas, Manajer Pemasaran Indrakila baru saja usai menerima tamunya dari Dinas Peternakan Kabupaten Grobokan, Jateng yang sedang study banding.

Tak ada Noviyanto, Romy pun jadilah sebagai nara sumber. Dia juga seorang arsitek rekan Noviyanto mengabdi bersama di desa dan banyak memberikan presentasi dan penyuluhan bagaimana membuat keju yang baik sehingga Indrakila mampu bersaing dengan produk impor.

“Kalau untuk penjualan, kita memang belum bisa masuk ke supermarket atau toko-toko retail umum. Sebab, kita memang tidak menggunakan pengawet untuk pebuatannya. Kejunya tidak tahan lama, maksimal tiga bulan,” kata Romy.

Setiap order yang masuk, akan langsung dikirim oleh tim ekspedisi dari Keju Indrakila melalui jalur ekspedisi malam yang bisa tiba di tujuan kurang atau hanya sehari. Tujuannya, agar produk bisa terjaga kualitasnya dan tidak rusak.

Mengingat proses produksi masih menggunakan teknik manual, saat ini Keju Indrakila hanya mampu memproduksi olahan keju natural. Bahan dasarnya menggunakan 99,9% susu sapi segar lokal yang kemudian dicampur dengan garam dan bakteri khusus.

Produksi  keju sendiri memang terbagi dua jenis yakni, keju natural dan olahan. Romy menjelaskan, sebagian besar keju yang sering kita temukan di pasaran merupakan keju olahan. Proses produksinya jauh lebih kompleks, karena menggunakan berbagai macam bahan tambahan, termasuk keju natural.

“Keju natural itu, pasarnya masih didominasi wisatawan asing. Masyarakat di sini masih sangat awam soal keju dan rasanya. Tapi belakangan mulai ada resto-resto lokal yang membeli keju mozarella,” papar Romy.

Keju Indrakila menjual 8 olahan keju natural antara lain, keju mountain chili, keju mozzarella, keju mountain original, keju feta blackpaper, keju feta olive oil, dan boyobert yang menjadi produk andalan mereka.

Boyobert merupakan jenis keju seperti keju Prancis camembert, tapi sengaja diubah namanya dari gabungan kata Boyolali dan camembert. Keju ini bisa dimakan langsung atau disantap dengan biscuit cracker dan biasa dijumpai di hotel-hotel berbintang lima terutama menu breakfast, disajikan untuk camilan pagi.

Lebih lanjut, Romy menjelaskan, produksi Keju Indrakila ditentukan oleh order yang diterima. Namun, mereka kini sudah memiliki pelanggan tetap. Sebulan bisa mengirim 2 ton keju natural ke Pulau Dewata Bali.

Pihaknya bekerjasama dengan salah seorang distributor asal Prancis, pengusaha restoran sehingga lebih mudah melakukan penetrasi kepada para ekspatriat maupun wisatawan mancanegara di sana.

“Waktu keju Boyolali muncul, rasanya memang sangat deket dengan keju impor. Sangat cocok untuk pizza,” ujar Romy.

Sejak didirikan pada 2016 silam, Keju Indrakila juga membuka peluang bagi warga lokal yang ingin mempelajari lebih jauh lagi tentang produk-produk hasil kreasi susu sapi segar. Ia pun berharap ke depannya, banyak warga yang menyadari bahwa susu sapi bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

” Sekarang ini sudah mulai usaha masyarakat berjualan paduan menu tradisional dan keju seperti bakso isi keju, nasi goreng keju dan menu lainnya,” kata Romy.

Sayang pabrik tidak menyatu dengan toko jadi kami harus jalan kaki ke toko di jalur satu arah Jl. Profesor Soeharso No.41, Dusun 3, Kiringan, Kec. Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah 57314.

Selayaknya perusahaan PMA yang menjual produk berbahan baku susu segar yang sudah puluhan tahun bercokol di Indonesia memiliki program Corporate Social Responsibility ( CSR) untuk Indrakila. Soalnya perusahaan lokal ini telah menyelamatkan peternak dan mengatasi over suply.

Bisa transfer tekhnologi, membuatkan tempat produksi terintegrasi dengan toko Indrakila ataupun membantu dengan mensponsori kegiatan pelatihan untuk membuat produk turunan susu, pelatihan kemasan dan aktivitas lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat Boyolali.

Kami melanjutkan perjalanan ke Selo, kawasan pegunungan sambil tetap memikirkan bagaimana agar bisa mendorong PT Danone, PT Nestle maupun PT Greenfield Indonesia bisa membantu kiprah Noviyanto dkk dalam proyek CSR bagi negri ini.

Obyek wisata Omah Bambu, Selo.

Selo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Boyolali. Terletak di kaki Gunung Merapi sebelah timur. Para pendaki gunung memulai pendakian dari kecamatan ini. Sejauh mata memandang di lereng-lereng bukit dan pot-pot di halaman rumah penduduk adalah sayuran terutama daun bawang dan bunga-bunga yang cantik.

Ternak sapi perah juga banyak di Kecamatan Selo. Jadi Indrakila mengepul susu segar dari peternak du kawasan ini. Di Selo terdapat banyak jenis sayuran, terutama kobis atau kol. Ada sayuran khas, yaitu adas. Adas adalah jenis tanaman musiman yang lezat untuk dibuat pecel. Di Selo juga banyak tanaman tembakau. 

Mobil menanjak terus hingga akhirnya parkir di kawasan wisata New Selo yang kemudian dikenal dengan obyek Omah Bambu. Jaraknya ke puncak Merapi hanya berjarak 3 kilometer saja atau cukup 3-4 jam perjalanan kaki. Di Omah Bambu tersebut dibangun sebuah bangunan menara pandang yang sengaja dibuat dari bahan bambu. 

Dari rumah bambu itu, kita bisa menyaksikan keindahan alam lembah Selo yang berada diantara Gunung Merapi dan Merbabu. Menurut Jarwadi, salah seorang warga Selo, kehadiran Omah Bambu ini merupakan bangunan baru yang dinisiasi oleh remaja-remaja setempat untuk meningkatkan pariwisata di Selo, Boyolali.

Di balik meletusnya Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010 silam membawa berkah tersendiri buat daerah sekitar terutama tanah didaerah itu menjadi subur. Selain itu kini di wilayah Selo mulai mengembangkan tanaman Kopi sebagai jenis tanaman unggulan. 

Khusus untuk wilayah Selo, bibit kopinya sendiri berasal dari pemberian mantan Presiden Megawati Soekarno Putri kala dirinya menjabat Presiden di tahun 2006. 2000 bibit sempat diabaikan penduduk dan baru di tanam di pekarangan rumah warga sejak tahun 2012 lalu dan mulai menghasilkan pada tahun 2015.

Kawasan homestay Damandiri, tempat para pendaki gunung mengawali perjalanan.

Turun dari mobil rasanya lega sekali berdiri di atas ketinggian menghirup udara segar dan berfoto ria depan tugu berbentuk hati bertuliskan New Selo. Ada deretan pedagang, mushola dan toilet seperi di rest area.

Dan dari sini wisatawan  bisa melihat puncak Merapi dari dekat serta puncak Merbabu. kalau cuaca bagus juga bisa menyaksikan beberapa puncak gunung yang ada di sekitar Boyolali seperti Gunung Lawu (Solo), Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Slamet di Purwokerto, dan Gunung Tidar Di Magelang.

Nah sambil menyaksikan pemandangan itu, enaknya memang minum kopi Khas Merapi. Saya bersama rekan Nelly Marinda tidak mengikuti rombongan yang naik lagi berjalan kaki untuk menikmati  menara dengan ketinggian 10 meter yang terbuat dari bambu. Cukup menikmati video dan foto dari anggota rombongan.

Oemah Bambu Merapi tidak hanya memiliki menara, tapi juga gardu pandang untuk menikmati pesona Merbabu. Di lokasi yang sama, kamu pun dapat melihat kemegahan gunung Merapi hanya dengan berbalik badan. 

Hingga saat ini, destinasi wisata ini hit di instagram dan selalu ramai dengan pengunjung yang hobi hunting foto. Obyek wisata ini berada di ketinggian 1700 mdpl dan cocok jadi tempat wisata kesunyian yang diusulkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat diskusi dengan rombongan di hari pertama.

Semilir angin dari pegunungan, rasa dingin yang masih bisa ditolerir cukup menunjang untuk berkontemplasi dengan diri misalnya dengan bertanya pada diri sendiri. Saya jadi ingat pelatihan-pelatihan yang diberikan Ary Ginanjar Agustian lewat ESQ Learning Center agar kita mengenal diri sendiri.

Siapakah saya ? untuk apa dilahirkan dimuka bumi ?, dimana saya? apa yang sudah saya lakukan ? mulailah melakukan wisata sunyi untuk mengenal diri sendiri,  menemukan tujuan hidup, kebahagian yang sejati dan mengetahui kekuatan diri.

Hari sudah menjelang magrib ketika tiba di penginapan, kampoeng Homestay Damandiri. Ada sekitar 25 rumah penduduk yang menjadi homestay di jalur pendakian gunung Merapi dan Merbabu atau tepatnya di Dukuh Jarakan RT 04/RW 07, Samiran, Selo, Boyolali, Jawa Tengah.

Pembagian kamar dengan cepat dilakukan dan ternyata di hari ke tiga ini teman sekamar adalah Nelly Miranda, bos majalah Samudranesia yang sebelumnya menjadi senior journalist di sebuah media cetak mainstream.

Wanita bermarga Situmorang ini punya bisnis lain di bidang perikanan sehingga jadilah kami berdiskusi panjang lebar setelah sholat magrib. Udara dingin menggigit tulang membuat ajakan makan malam di rumah pakdhe Nardi rasanya ingin dilewatkan saja karena malas keluar dari  pondokan.

Tetapi mengingat tidak ada makanan dan kehabisan minuman air mineral dalam kamar akhirnya saya menyusul teman-teman makan malam ala desa dengan sayur lodeh, telor ceplok, krupuk dan sambel. Wah…sesederhana itu namun nikmatnya luar biasa, sementara saat kembali ke kamar, Nelly pilih tidur….Goodnight all….

 

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)