Sumur minyak Louise 1 menjadi latar belakang foto momentum Oeringaran Merah Putih ke 73 di Sangassnga Field. ( foto: Humas Pertamina)
SANGASANGA, Kaltim, bisniswisata.co.id: Awal keberadaan sumur-sumur minyak di Kalimantan Timur dimulai di Sangasanga. Sumur-sumur tua yang umurnya sudah puluhan tahun bahkan sudah berusia 123 tahun dengan nama- ama sumur seperti wanita cantik.
Bila di Balikpapan ada sumur Mathilda, di Sangasanga ada sumur Louise. Keduanya mulai dibor pada tahun yang sama, 1897. Bila Mathilda adalah nama anak JH Menten, insinyur tambang Belanda yang mengepalai pengeboran, maka nama Louise tak disebutkan diambil dari nama siapa namun sumur ini telah menjadi situs di Sangasanga yang berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Konon Sumur-sumur minyak Sangasanga pertama kali dibuat oleh NIIHM. Ini adalah singkatan untuk Nederlandsch-Indische Industrie en Handel Maatschappij, maskapai minyak Belanda yang khusus didirikan untuk menjalankan eksplorasi dan eksploitasi minyak di Nederlandsch-Indische alias Hindia Belanda ( Indonesia)
NIIHM beroperasi antara 1897 hingga 1905. Pada foto-foto lama yang masih dimiliki Pertamina, ada foto sumur Louise yang masih menggunakan menara pengeboran yang terbuat dari kayu ulin yang bahkan lebih kuat dari besi dan saat itu tersedia berlimpah di hutan-hutan Kalimantan.
Sumur-sumur NIIHM kemudian dikelola oleh Batavia Petroleum Maatschappij (BPM ) selama 37 tahun berikutnya yang menyedot minyak di bumi Sangasanga sejak 1905 hingga kedatangan Jepang tahun 1942.
Di jaman penjajahan Jepang, BBM dari kilang Balikpapan tak hanya dipakai buat mesin perang, tapi juga diangkut ke Jepang untuk keperluan domestik Tenno Heika dan rakyatnya.
Jepang menggunakan minyak dari Sangasanga untuk menjalankan mesin-mesin perang mereka: kapal, pesawat terbang, tank dan peralatan tempur lainnya. Minyak dari Sangasanga, bersama dengan minyak mentah dari lapangan-lapangan Samboja, Mathilde, Louise untuk menghidupkan alat-alat tempur itu.
Jepang kalah setelah dibom atom Amerika di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945. Di Balikpapan, mereka menyerah setelah sebelumnya habis-habisan digempur Australia dalam Anzac Day 1 Juli 1945 di Balikpapan dan Tarakan.
Ketika itu di Sangasanga masih ada tentara Jepang yang tinggal sesudah Jepang menyerah 14 Agustus 1945. Tanggal 11 September 1945 mendarat pasukan-pasukan dari Batalion Infantri 2/25 Australia. Tentara Sekutu ini ditugaskan untuk melucuti tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negerinya.
Di samping juga ditugaskan untuk menjaga ketertiban dan keamanan Sangasanga. Di antara para perwira-perwira Sekutu, ada banyak tentara Belanda yang bertugas mengurus bekas KNIL tawanan Jepang dan orang-orang sipil Belanda serta tugas lain.
Meski demikian, baru 27 Januari 1947 ada kontak fisik antara para pejuang dengan pasukan Belanda yang kemudian disebut peristiwa Merah Putih dan Palagan Sangasanga.
Peristiwa Merah Putih yang bersejarah itu bulan lalu tepatnya pada 27 Januari 2020 dirayakan dengan momentum Peringatan 73 Tahun Perjuangan Merah Putih Sangasanga yang dihadiri Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi bersama Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah serta Manajemen Pertamina di Sangasanga sekaligus meresmikan situs sejarah Louise 1, si cantik yang telah menghasilkan banyak minyak untuk bangsa ini.
Sejak tahun 1945 pengelolaan sumur-sumur minyak Sangasanga kembali kepada BPM hingga penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat tahun 1950. Seperti Jepang, dapat dipastikan Belanda dan Sekutu juga menggunakan energi dari Sangasanga, seperti minyak dari Cepu, untuk menghidupkan peralatan perangnya.
Selanjutnya kurun waktu 1950-1972 adalah peralihan pengelolaan sumur-sumur minyak di Indonesia, termasuk di Sangasanga dari BPM kepada Shell, perusahaan minyak milik Inggris, lalu kepada Perusahaan Minjak Negara (Permina) yang jadi cikal bakal Pertamina, dan kemudian oleh Perusahaan Tambang Minyak Milik Negara (Pertamina).
Pengelolaan sumur dilanjutkan oleh Tesoro Indonesia Petroleum, 1972-1992. Medco Energy Indonesia yang dimiliki pengusaha minyak kondang Arifin Panigoro, meneruskan mengelola sumur antara 1992 hingga 2008.
Sejak 15 Oktober 2008, sumur-sumur di Sangasanga, Anggana, dan Tarakan, kembali dikelola Pertamina dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Untuk mengenang sejarah minyak Sangasanga itu, Pertamina membangun sebuah monumen yang sangat khas. Sebuah pompa angguk, pumping unit Califoris kini dipasang di lingkungan perumahan minyak 1010.
Pompa dengan tangkai utama sebatang ulin berdiameter 30 cm itu dijalankan dengan van belt yang juga tak kurang 30 meter panjangnya.
Pompa itu dihidupkan dengan tenaga gas dari sumurnya sendiri, yang memutar mesin untuk mendapatkan gaya guna membuat tangkainya mengangguk, bekerja dengan prinsip vakum menyedot minyak dari perut bumi.
Perlu penataan
Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi meminta PT Pertamina bisa mengembangkan dan mempertahankan situs sejarah sumur Louis tersebut. Bahkan, jika perlu menjadi obyek wisata di Sangasanga sehingga perlu penataan dan dilengkapi fasilitasnya agar menjadi tujuan wisata.
“Alhamdulillah, kita ucapkan terima kasih kepada Pertamina yang telah melestarikan situs sejarah ini. Diharapkan dikembangkan jadi obyek wisata. Selain Museum Perjuangan Sangasanga juga ada Situs Sejarah Sumur Minyak Pertama di Sangasanga,” kata Hadi Mulyadi.
Menurut Hadi, jika situs ini dikembangkan dan dirapikan, diyakini Sanga Sanga dapat menjadi kota yang hebat, karena memiliki situs sejarah yang dapat dijadikan obyek wisata nasional.
“Artinya, ini bisa menjadi kenang-kenangan rakyat Sangasanga bersama Pertamina,” jelasnya saat meresmikan situs sejarah Sumur Louise 1 di Wilayah Kerja PT Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field itu.
Meski merupakan sunur tua berusia 123 tahun, namun field yang berada di bawah pengawasan Asset 5 ini mampu menghasilkan produksi sebesaR 5.986 BOPD untuk minyak dan 2,1435 MMSCFD untuk gas.
PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus Kontraktor Kontrak Kerja Sama di bawah pengawasan SKK Migas, memang mempunyai tugas mencari sumber miyak dan gas untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Selaras dengan harapan Hadi Mulyadi, Edi Damansyah, Bupati Kutai Kartanegara pun berharap Sumur Louise 1 dapat dijadikan sebaga obyek wisata baru di Sangasanga.
“Situs ini juga dapat dijadikan obyek wisata sejarah yang harus diketahui masyarakat luas, sebagai bagian dari perjuangan pahlawan Merah Putih mempertahankan kemerdekaan di Sangasanga”, ujar Edi.
Sangasanga Field Manager, Jemy Oktavianto pun menyambut baik langkah pemerintah untuk melestarikan peninggalan sejarah tersebut dan akan mengembangkannya bersama Pertamina menjadi data tarik wisara baru.
Sangasanga adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara.Jaraknya sekitar 64 Km dari Tenggarong, ibukota Kutai Kertanegara dan 30 km dari Samarinda. Selain sumur minyak banyak peninggalan sejarah lainnya dari masa penjajahan Belanda dan Jepang. Nah berminat berwisata di dalam negri ?
Rencanakan perjalanan ke kota kecamatan ini. Pergi bersama komunitas dari kota-kota terdekat di Kaltim. Atau rencanakan pulang kampung bersama keluarga besar sekalian mudik Lebaran. Anggota WA Grup pensiunan karyawan minyak dari berbagai perusahaan seperti Shell, Medco Energy, Tesoro dan Pertamina sendiri juga bisa mempertimbangkan reuni akbar di Sangasanga.