INTERNATIONAL NEWS

Iman Djuniardi: RI Perlu Promosi Kuliner Secara Tetap dan Buka Restoran Indonesia di Jenewa

Iman Djuniardi (kiri) saat menjelaskan pengalaman buka restoran Indonesia

JENEWA, Swiss, bisniswisata.co.id: Sudah saatnya Pemerintah Indonesia mempromosikan pariwisata melalui kuliner Indonesia dengan memiliki langsung restoran di Jenewa yang menjadi rumah bagi banyak organisasi internasional, kata Iman Djuniardi, pengusaha Indonesia di Swiss.

“Banyak manfaatnya jika pemerintah sendiri yang membuka restoran, bukan hanya endorse 10 restoran yang ada di luar negeri sebagai ajang promosi pariwisata Indonesia,” ungkapnya kemarin.

Berbicara saat menjamu makan siang rombongan bisniswisata.co.id di restoran La Charbonnade Taverne du Valais , kawasan Lignon, Jenewa yang sudah berdiri sejak tahun 1967, dia mengatakan pengalaman memiliki  restoran Indonesia mendapat respon positif warga dunia yang bekerja di Jenewa.

” Pada 17  November 1993 saya membuka restoran Bali di Jenewa, 13 Chemin Louis Dunant-1202 dan mendapat banyak dukungan dari Perwakilan Tetap Republik Indonesia
( PTRI) di Jenewa, Kedubes RI di Swiss dan organisasi internasional seperti OPEC,” kata Iman Djuniardi, Managing Director Karyon Petroleum SA yang bergerak di bisnis perminyakan.

Iman yang sudah tinggal di Swiss lebih dari 40 tahun, lulusan sekolah perhotelan Vieux Bois Jenewa dan sekolah manajemen di sebuah Universitas di Eropa ini  mengatakan investasi pemerintah dengan membuka restoran Indonesia justru akan menjadi promosi pariwisata yang tidak putus-putus sepanjang tahun.

“Kuliner itu adalah salah satu media diplomasi dalam menjalin hubungan ekonomi dan bisa menjadi kekuatan untuk menarik perhatian masyarakat Internasional. Kuliner juga yang menjadi kekuatan Thailand, Jepang, dan Korea Selatan dalam mempromosikan wisatanya,” tambahnya.

Jenewa memiliki keunggulan sebagai
kantor PBB terbesar kedua, Palang Merah, World Trade Organization dan organisasi internasional lainnya. Belum lagi perwakilan 193 negara anggota PBB yang datang silih berganti.

Restoran Bali, ujarnya, selalu penuh karena yang datang bukannya hanya masyarakat Indonesia di Swiss tapi juga dari negara-negara lainnya didunia. Sempat bertahan selama 4 tahun hingga 1997 namun akhirnya ditutup karena masalah sumber daya manusia dalam pengelolahannya.

Menurut Iman, menyerahkan pengelolaan pada manajemen yang datang dari berbagai bangsa tidak mudah apalagi sebagai pemilik baik Iman dan istrinya Olly bekerja pada perusahaan finansial asing.

Iman yang kini bisnis cerutu dan pemilik brand cerutu Cigar Van Java ( CVJ) dipasarkan di negara-negara kawasan Eropa ini mengatakan Restoran Bali berkapasitas 80 kursi menyajikan sedikitnya 65 masakan daerah di Indonesia untuk makan siang dan makan malam.

“Dekorasi nuansa Bali dan kerap menjadi tempat meeting maupun menjamu tamu dari berbagai organisasi internasional. Bisnis resto menguntungkan karena dalam 2,5 tahun sudah bisa break even point ( BEP),” ujarnya.

Dia mengaku kecintaan yang besar untuk mempromosikan kuliner Indonesia ke pusat konfrensi dunia membuatnya semangat menghadirkan beragam menu padahal sebagai start up seharusnya dia fokus pada menu yang disukai masyarakat internasional saja seperti sate, rendang dan nasi atau bakmi goreng.

Dari pengalaman membuka restoran pula dia mendapat kunjungan dari para mentri dan pejabat RI di masa itu seperti Ketua OPEC Prof. Dr Subroto, alm Menlu Ali Alatas, Bapak Emil Salim,  alm IB Sudjana dan tokoh lainnya.

Restoran Bali buka 1993-1997 dan menjadi restoran Indonesia pertama di kota Jenewa, pusat konfrensi dunia yang kerap dikunjungi para menteri dan pejabat dari berbagai negara.

Dia optimistis permasalahan SDM seperti yang pernah dialaminya tidak akan terjadi jika pemerintah memiliki BUMN khusus di bidang restoran yang mampu merekrut lulusan sekolah hospitality di tanah air yang religius, amanah dan mampu berbahasa asing terutama Inggris, Perancis dan Jerman.

Selama ini, Indonesia melalui Kementerian Pariwisata mempromosikan kuliner lokal khas nusantara dalam berbagai ajang bergengsi a.l 5th United Nation World Tourism Organization (UNWTO) World Forum on Gastronomy Tourism 2019 yang berlangsung di San Sebastian, Spanyol.

” Kuliner Indonesia juga sering diperkenalkan lewat Festival masakan Indonesia di hotel-hotel internasional, kedutaan RI di luar negri dan acara bergengsi lainnya. Namun sudah saatnya strategi membuka restoran sendiri dilakukan dan menjadi prioritas,”

Iman menegaskan keuntungan membuka restoran Indonesia di Jenewa akan memberikan dampak berganda di sektor ekonomi karena kopi dan coklat dari Indonesia yang banyak dikonsumsi wisatawan mancanegara di berbagai cafe yang ada bisa menjadi minuman andalan di restoran.

“Orang Swiss bisa 6 kali minum kopi dalam sehari. Meski banyak beredar kopi dari Vietnam dan negara lainnya, kopi Indonesia tetap unggul. Itulah sebabnya saya mendukung sekali kehadiran restoran Indonesia di Jenewa,” kata Iman Djuniardi

Jadi, ujarnya restoran Indonesia akan menjadi jendela pariwisata maupun komoditi andalan Indonesia secara tidak langsung melalui food & beverage yang di sajikan.

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)