ART & CULTURE KOMUNITAS NASIONAL

IINTOA: Ada Baiknya Tidak Mengatur Ranah “Private”

BALI, bisniswisata.co.id: PEMERINTAH ada baiknya tidak mengatur ranah private dalam membuat undang-undang. RKUHP ini berpotensi menjadi delik yang mudah untuk memidanakan orang lain. Sementara industri pariwisata,  sangat lekat dengan jalan bersama, hiburan bersama sebagai sahabat, makan berdua, sekamar pun berdua bukan pasangan menjadi hal yang lumrah. Karena manusia dewasa sudah diikat oleh etika, moral dan agama dalam pergaulan.

“Pariwisata yang sedang kita perjuangkan, agar hidup kembali akan terganggu dengan adanya RKUHP ini,” tegas Sahlan, SH, MH Wakil Ketua Indonesia Inbound Tour Operator Association (IINTOA) Bidang Hukum, menanggapi pasal 415 dan pasal 416 Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Ada 14 isu krusial dalam darft final RKUHP yang menurur Presiden RI, Joko Widodo harus diperhatikan, antara lain; hal kumpul kebo terancam pidana enam bulan, soal perzinaan diatur dalam bagian keempat pasal 415, 416 dan 417. Pasal 415 mengatur seseorang yang bersetubuh tanpa status suami dan istri bisa dipidana paling lama satu tahun.

Namun, perzinaan tidak akan dilakukan penuntutan tanpa ada pengaduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan dan orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Berikutnya pasal 416 menyebutkan, seseorang yang hidup bersama layaknya suami istri terancam dipidana paling lama enam bulan.

Sama seperti pasal 415, tindak pidana ini bisa berlanjut ke penuntutan jika ada laporan dari suami atau istri, orang tua atau anak dari yang bersangkutan. Terakhir, tindak pidana perzinaan juga diatur dalam pasal 417. Dalam pasal ini disebutkan, seseorang yang bersetubuh dengan anggota keluarga bisa dipidana 12 tahun.

Hal hukum adat, diingatkan bahwa Indonesia memiliki hukum yang hidup di tengah komunitas masyarakat atau hukum adat. Pasal 2 RKUHP, hukum adat dapat digunakan sebagai acuan untuk mempidanakan seseorang, bila perbuatan orang tersebut tidak diatur dalam KUHP.

Berpotensi Menjerat

Anggota IINTOA menilai pasal 415 dan 416 RKUHP ber potensi sebagai alat untuk menjerat orang lain hanya karena beduaan di hotel. Terkait juga dengan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE, beradasrkan aduan masyarakat, dengan mudah orang dapat dipidana. Selain itu, kepariwisataan hal tersebut berpotensi “menambah pekerjaan baru” yang hanya menambah biaya operasional, secara ekonomi tidak efektif. Pengelola hotel—sebagai warga negara yang baik—harus hadir ketika mendapat panggilan aparat hukum.

Klausul tersebut, menghawatirkan pengusaha, alternatif yang dominan dipilih adalah kebijakan menerima pasangan syah saat chek -in —di hotel, villa, home stay di desa wisata,—. Pasalnya, berpeluang diposisikan sebagai  “turut serta” memberikan fasilitas pada pelanggar hukum.

Bagaimana  bagi kalangan para traveller?

“Sangat berdampak,  wisatawan menghawatirkan jalan bersama, menginap sekamar dalam hotel sehingga lebih memilih tidak melakukan perjalanan,” tegas Sahlan.*

Dwi Yani

Representatif Bali- Nusra Jln G Talang I, No 31B, Buana Indah Padangsambian, Denpasar, Bali Tlp. +628100426003/WA +628123948305 *Omnia tempus habent.*