Produk-produk Halal Food skala industri dari Alwatania. Poultry, Saudi Arabia . ( Foto: alwatania.sa)
JAKARTA, bisniswisata.co.id; Himbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar masyarakat dunia lebih banyak mengonsumsi makanan sehat, menghindari konsumsi alkohol karena melemahkan sistem kekebalan tubuh telah berdampak pada permintaan halal food, kata Sapta Nirwandar, ketua Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC), hari ini.
Pedoman WHO, menunjukkan optimisme tentang pertumbuhan sektor makanan halal di tengah pandemi global COVID karena berdampak positif pada permintaan makanan halal.
Dimulai dari akhir Desember 2019 hingga Februari 2020, Kota Wuhan, Tiongkok dihantui oleh wabah pandemi virus corona yang menyerang warganya dan diyakini sebagai asal mula virus yang telah menyebar ke seluruh dunia.
Disebut jadi asal mula virus Corona, pemerintah China kini melarang atas perdagangan dan konsumsi hewan liar. Dampaknya langsung maupun tak langsung makanan halal semakin populer saat orang beralih untuk kenyamanan selama masa ketidakpastian.
Apalagi data dunia, kemarin (20/8) jumlah yang terpapar penyakit ini mencapai 22,5 juta kasus COVID-19 dengan 15,2 Juta pasien sembuh. Kekhawatiran atas risiko COVID-19 telah berkontribusi pada peningkatan kesadaran masyarakat dunia tentang pentingnya mengonsumsi makanan halal dan higienis.
“Demand halal food yang meningkat mencerminkan halalan thoyyiban mengikuti prinsip-prinsip Islam. Ini secara tidak langsung mempromosikan makanan halal, ”kata Sapta Nirwandar.
Menurut dia, konsumen semakin sadar bahwa makanan non-halal dan makanan yang tidak diolah secara higienis berpotensi besar menyebabkan penyakit seperti yang kita lihat saat ini.
Dia mengutip temuan McKinsey & Company yang menunjukkan adanya pergeseran perilaku konsumen yang lebih memilih makanan yang sehat dan bersumber secara lokal lebih banyak sekarang daripada sebelum pandemi. Perusahaan konsultan tersebut menyatakan dalam laporan April 2020 berjudul Reimagining food retail in Asia after COVID-19.
“Hal ini akan sangat bagus prospeknya bagi industri halal di tanah air maupun di seluruh dunia. Karena kita tidak bicara ‘hanya’ halal food tapi industri halal secara keseluruhan dimana bagi Muslim mulai dia bangun tidur dan sikat gigi, semua kebutuhannya sehari-hari harus mengandung bahan-bahan halal,” tambahnya.
Laporan ekonomi halal global dan domestik menunjukkan bahwa industri tersebut telah berkembang selama bertahun-tahun. Sedikitnya 1,8 miliar konsumen Muslim dunia menghabiskan sekitar US $ 2,2 triliun pada 2018 di berbagai sektor ekonomi halal, yang menunjukkan pertumbuhan 5,2 persen tahun-ke-tahun.
” Ekonomi halal secara keseluruhan diproyeksikan bernilai $ 3,2 triliun pada tahun 2024, berdasarkan laporan Status Ekonomi Islam Global 2019 yang diproduksi oleh DinarStandard, sebuah firma konsultan dan penelitian.
“Konsumen Muslim Indonesia menghabiskan sekitar $ 218,8 miliar di seluruh sektor inti ekonomi halal pada tahun 2017 dan bahwa angkanya diperkirakan mencapai $ 330,5 miliar pada tahun 2025,”
Untuk sektor makanan dan minuman akan melihat pertumbuhan nilai terbesar karena pengeluaran di sektor ini diperkirakan mencapai $ 247,8 miliar pada tahun 2025, naik dari rekor US $ 170,2 miliar pada tahun 2017, ujarnya sambil menambahkan bahwa semua itu adalah proyeksi pra-COVID-19.
Sapta juga menceritakan tren melonjaknya permintaan halal food tidak hanya terlihat di Indonesia karena Komite Pemantau Halal Inggris (HMC), sebuah badan sertifikasi halal, melaporkan peningkatan yang signifikan dalam permintaan daging halal karena wabah tersebut.
” Orang yang tadinya beli daging 1 kg setiap minggu, mereka sekarang meminta hingga 10 kali lebih banyak dalam kunjungan yang sama di awal-awal pandemi di akhir Maret. Kini pastinya data akan berubah naik lagi karena sudah 5,5 bulan wabah ini berjangkit merata dan tidak ada negara di dunia yang tidak terpapar virus,”
Seperti dilansir DinarStandard, Indonesia menempati urutan pertama dengan pengeluaran terbesar untuk makanan halal, sebesar US$ 173 miliar pada tahun 2018, jauh lebih banyak daripada Turki yang berada di urutan kedua dengan US $ 135 miliar.
Sapta mengatakan laporan tersebut juga menunjukkan bahwa bahan-bahan halal, pakan halal, teknologi makanan halal dan makanan dan makanan ringan berbahan dasar daging termasuk di antara “sektor panas untuk pertumbuhan” pada tahun 2020, menekankan bahwa ada peluang bisnis prospektif untuk dimanfaatkan di seluruh ruang makanan halal.
Dengan wabah baru-baru ini, orang ingin meningkatkan kekebalan mereka melalui pola makan yang sehat. “Ini mencerminkan halalan thoyyiban yang mengikuti prinsip-prinsip Islam dan secara tidak langsung mempromosikan makanan halal, ”kata Sapta Nirwandar.