DAERAH DESA WISATA NASIONAL

Desa Wisata Familiar Dengan New Normal Berkat Sapta Pesona

Gunung Api Purba di Desa Wisata Nglanggeran, Patuk, Yogya memiliki spot foto yang indah. ( Foto: FB Sugeng Handoko Purba)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pembangunan pariwisata ke depan, akan fokus ke hal-hal yang sangat prinsip guna mengantisipasi tren dan paradigma baru pariwisata atau dikenal dengan istilah New Normal yang lebih peduli pada masalah sanitasi dan higienitas.

“Paradigma New Normal yang disampailan Menparekraf Whisnutama menjadi gagasan yang positif, untuk peningkatan destinasi maupun SDM pelaku pariwisata di Indonesia. Bagi desa wisata paradigma itu sudah lama kami terapkan yaitu 7 unsur Sapta Pesona, kata Sugeng Handoko, Pelopor Ekowisata Gunung Api Purba dan Desa Wisata  Nglanggaran di Gunung Kidul, Yogyakarta, hari ini.

Menurut dia, hal yang perlu dipertajam adalah indikator dan panduan detailnya. Akan lebih mantab lagi jika ada semacam standard operation procedure  (SOP) yang disiapkan. Contohnya saat wisatawan datang prosedurnya seperti apa? Perlukah cek kesehatan/suhu tubuh, penggunaan masker? jaga jarak?.

Berwisata pasca COVID-19 akan membawa kebiasaan saat pandemi berlangsung seperti sering cuci tangan, tetap jaga jarak atau pembatasan jumlah orang menghindari adanya kerumunan. Oleh karena itu tentu akan ada perubahan perilaku wisatawan maupun pengelola destinasi wisata.

Bagi pengelola desa wisata di tanah air, umumnya sudah mengenal  logo Sapta Pesona yang dilambangkan dengan Matahari yang bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas unsur Kemanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan.

Sejak tahun 1990 an tujuan diselenggarakan program Sapta Pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari 7 unsur tersebut.

Sugeng Handoko, pengelola desa wisata Nglanggeran, Yogyakarta.

Untuk mensosialisasikan New Normal yang peduli higienitas bahkan desa wisata yang telah menerapkan Sapta Pesona juga  harus ditingkatkan lagi dan selalu dikampanyekan agar semakin banyak masyarakat yang mengamalkan budaya aman, tertib, bersih, sejuk, indah,  ramah dan kenangan,” kata Sugeng.

Pro-aktif reresik desa

Ketika wabah virus COVID-19 membuat masyarakat harus tinggal di rumah, berkantor, belajar dan beribadah di rumah serta adanya pembatasan lain hingga obyek wisata yang dikelolanya harus ditutup, Sugeng mengatakan masyarakat menjadi prihatin dan menjadi pukulan berat.

Namun para pengelola dan pengurus desa wisata langsung pro-aktif reresik (bersihkan) desa, melakukan  perbaikan fasilitas, bergotong royong membersihkan obyek wisata unggulan Nglanggeran dan memasang banyak wastafel agar masyarakat desa sering cuci tangan.

“Kami harus tetap berfikir positif dan berupaya mengambil hikmah dari wabah  ini. Diantaranya lebih memperhatikan pola hidup sehat dan menyadari perlu ada jeda (istirahat) bagi alam semesta”

Ekowisata Gunung Api Purba dan aktivitas Desa Wisata Nglanggeran yang menjadi satu kesatuan selama ini sibuk melayani kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negri. Desa wisata ini terkenal dengan wisata gunung, embung, dan air terjun.

Gunung api purba adalah sebutan yang biasa diberikan pada fosil gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi atau telah mati. Sedangkan embung (tampungan air) Kebun Buah Nglanggeran di Desa Wisata Nglanggeran memiliki luas 0,34 Ha yang digunakan sebagai pengairan kebun buah durian dan kelengkeng. Jenis durian yang ditanam adalah jenis durian Montong. Di embung inilah.

Waduk mini yang berada di ketinggian 495 mdpl ini juga menjadi primadona para pemburu senja  untuk menikmati keindahan matahari terbenam (Sunset ) yang ditawarkan. Penduduk setempat juga membuka pintu rumah bagi wisatawan yang ingin menginap dan merasakan hidup layaknya penduduk desa lewat program Live In.

” Tahun 2019 kami melayani 103.107 orang wisatawan dengan omzet Rp 3,2 Milyar dari dominasi paket-paket Live In,  kunjungan study banding, outbond dan menginap di homestay. Sedikitnya ada 80 homestay di Desa Wisata Nglanggeran,” kata Sugeng.

Pengelola dan masyarakat Nglanggeran tidak putus dengan doa agar semuanya bisa pulih kembali dan bersiap untuk melayani kunjungan wisatawan yang pastinya akan membludak setelah kondisi normal karena jenuh terus berada di rumah, ujarnya.

Biasa menerima tamu bahkan rombongan harus antri untuk Live In tetapi sekarang situasinya berubah total tidak ada pengunjung. Namun semua itu disyukuri saja.

“Masyarakat kami tetap beraktivitas menekuni pertanian dan berkebun karena saat ini musim panen padi dan garap sawah,” kata Sugeng Handoko.

Fokus soal kebersihan

Menyinggung masalah kebersihan, salah satu unsur utama dalam Sapta Pesona, Sugeng mengatakan bahwa awal-awal pendirian Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) sebagai pengelola Desa Wisata Nglanggeran dan Ekowisata Gunung Api Purba  memang menjadi tantangan terberat untuk mendisiplinkannya di tengah masyarakat.

” Awal-awal pendirian Pokdarwis pada 2007 kami sadar terkait kebersihan butuh proses panjang. Setelah itu kami melakukan edukasi kepada wisatawan dan semua orang yang datang bahkan pihak terkaut termasuk instansi pemerintah yang juga kadang ada yang masih belum semuanya sadar untuk  turut menjaga kebersihan,” jelasnya.

Repotnya lagi masih ada yang beranggapan karena sudah membayar uang kebersihan kemudian bebas boleh sembarangan membuang sampah.” Nah Alhamdulillah saat ini unsur “Bersih” di Sapta Pesona Nglanggeran tidak terlalu menjadi tantangan terberat. karena sudah ada sistem yang kami siapkan,”.

Pihaknya memiliki sistem sapu gunung oleh team setiap dua kali dalam seminggu yang juga bisa menjadi kebiasaan baru. Piket menjaga kebersihan toilet setiap hari, mengedukasi wisatawan dan mensosialisasikan membawa sampah turun dari gunung.

Bahkan pada rombongan yang datang Live In sebelum tiba di Nglanggeran sudah diedukasi dan disampaikan aturan main di kawasan ekowisata Gunung Purba yang  masuk jadi salah satu Geosite Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, sehingga harus turut dijaga semua pihak.

Sugeng mengatakan dalam mengedukasi masyarakat untuk menerapkan Sapta Pesona maka harus dimulai dari diri sendiri dan mencontohkan keteladanan pada masyarakat. Jadi sebagai pimpinan, ujarnya, memberikan contoh pribadi dalam menerapkan Sapta Pesona jauh lebih efektif dari pada hanya memasang papan berisi unsur  sapta pesona di berbagai sudut obyek wisata.

Ke depan, pengelola harus membuat program kegiatan yang  disusun dan dilakukan secara bersama sama. Begitu juga membuat papan-papan himbauan yang menggerakkan masyarakat dan wisatawan mengimplementasikan Sapta Pesona maupun dengan pelatihan pelatihan dan seminar.

“Saya sangat yakin Allah SWT sutradara paling hebat, jadi pasti akan ada hikmah dibalik bencana global ini. Kita harus selalu tawakal, sabar dan berusaha,”

Sugeng yang biasanya punya jam terbang cukup tinggi untuk berbagi ilmu pengelolaan desa wisata di Indonesia mengaku awalnya cukup berat harus berdiam diri di rumah guna mencegah penyebaran virus.

” Awalnya juga sangat berat, tapi saya mencoba “noto ati” dan segera beradaptasi. Alhamdulillah sampai sekarang bisa menjalankan aktivitas dirumah dengan nyaman,” ungkapnya.

Hikmahnya ada banyak waktu di rumah, Sugeng bisa bikin komposter skala rumah tangga krn Tempat Pengelolaan Sampah ( TPS) desa tutup sementara juga. Ada banyak waktu dengan, membuat dia bikin konten promosi desa lebih leluasa dan belajar aneka aplikasi online untuk meeting bahkan promosi Desa Wisata.

Meski Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, banyak  memperoleh penghargaan sebagai Desa Wisata Terbaik di Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award 2017 dan penghargaan lainnya, rupanya tidak membuat Sugeng dan tim pengelola  yang melibatkan 154 orang cepat berpuas diri.

Omzet tahun lalu yang mencapai Rp 3,2 milyar telah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain pekerjaan tetapnya sebagai petani, wirausaha dan pegawai pemerintah. Bonus penghasilan dari sektor pariwisata mencapai UMR 2020 di Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp 1.705.000.

“Pariwisata memang sektor yang paling berdampak atas wabah COVID-19 tetapi kami yakini juga akan menjadi yang tercepat mendorong pemulihan ekonomi bangsa sehingga kita harus siap dengan New Normal dan terus meningkatkan pelayanan. Salam dari desa,” pesannya.

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)