NASIONAL

2019-2024, Pariwisata Butuh Investasi Rp500 Triliun

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menegaskan dalam lima tahun ke depan (2019-2024) sektor pariwisata butuh investasi sebesar Rp 500 triliun untuk pengembangan 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) dan pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) lainnya, juga untuk pariwisata secara keseluruhan.

“Hingga hari ini sudah diperoleh 30 persen dari Rp 500 triliun. Angka 30 persen itu termasuk investasi asing yang sudah masuk tiga besar yakni Singapura, China dan Korea Selatan. Yang mengejutkan selama ini investasi dari China tidak masuk dalam urutan tiga besar. Namun kini menyodok urutan kedua,” papar Menpar saat jumpa pers Rakornas Pariwisata III di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Investasi asing itu di bidang perhotelan, akomodasi dan restoran yang tersebar di tiga kota besar yakni Bali, Jakarta, dan Kepri. “Kami optimis investasi asing untuk sektor pariwisata ke depan lebih bagus lagi, karena seperti Mandalika NTB sudah ada investor dari Negara Timur Tengah yang masuk,” jelasnya.

Menpar Arief kembali menjelaskan investasi pariwisata Rp500 Triliun periode 2019 – 2024, untuk membangun 120.000 kamar hotel, 15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 Marina, dan 100 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan melibatkan peran serta dunia usaha, serta program pembangunan 100.000 homestay dengan melibatkan UKM pariwisata.

Kebutuhan investasi sebesar itu, lanjut menteri, terdiri pembiayaan pariwisata Rp 295 triliun dari pemerintah Rp10 triliun dan swasta diharapkan Rp 285 triliun. Sedangkan investasi pariwisata senilai Rp205 triliun dari pemerintah Rp170 triliun dan swasta Rp35 triliun.

Sementara Investasi pariwisata dari pemerintah dengan rincian Kementerian PUPR Rp 32,5 triliun, Kementerian Perhubungan Rp77,3 triliun, PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II Rp 56 triliun, Kementerian Kominfo Rp 0,05 triliun, DAK Pariwisata Rp1 triliun; dan Kementerian Pariwisata Rp 3 triliun.

Rakornas yang mengusung tema Investasi dan Pembiayaan, sambung Menpar, ada tiga isu kebutuhan pembiayaan yang diperlukan dalam mendukung sektor pariwisata, yakni, kebutuhan pembiayaan untuk membangun 10 destinasi pariwisata prioritas, kebutuhan pembiayaan Usaha Homestay 2018-2019, serta kebutuhan pembiayaan Usaha UMK Pariwisata.

“Untuk homestay membutuhkan investasi Rp 2 triliun dan Usaha UMK Pariwisata Rp 25 triliun. Tahun ini jumlah pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pariwisata sebanyak 6,7 juta pelaku usaha,” lontarnya.

Menteri Arief ingin agar investasi pariwisata yang masuk ini bisa menetes dan dinikmati langsung oleh masyarakat yang membutuhkan. Ini juga sebagai bukti bahwa Pemerintah hadir untuk rakyat. “Kementerian Pariwisata ini akan lebih ada gunanya, kalau semua skema investasi ini bermanfaat ke rakyat,” tegasnya serius.

Menteri juga menyayangkan kecepatan pemerintah dalam berinvestasi sektor pariwisata belum diimbangi pelaku bisnis pariwisata dari dunia usaha swasta nasional. “Triliunan rupiah sudah digelontorkan pemerintah untuk membangun 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) dan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) lainnya. Sayangnya, investasi ini kurang diikuti swasta. Saya heran pemerintah sudah bergerak cepat, tapi swasta merespon lamban,” tandasnya.

Diungkapkan, untuk mendukung target 20 juta wisman pada 2019 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan 10 DPP sebagai Bali Baru yaitu Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Pulau Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger- Semeru, Mandalika, Labuhan Bajo, Wakatobi, dan Morotai. “Dari 10 DPP yang ditetapkan 4 destinasi super prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo. Di sini pemerintah telah melakukan banyak investasi yang diharapkan diikuti swasta,” ucapnya.

Menurut Menpar Arief Yahya sebagai destinasi pariwisata super prioritas, semua kebutuhan infrastruktur (jalan, listrik, air, dan unitilitas) dan sarana pendukung lain berkelas dunia sudah dibangun, termasuk bandara internasional dan pelabuhan/marina.

Dicontohkan, untuk mendukung destinasi prioritas di Tanjung Lesung, Banten telah dibangun jalan tol dari Serang ke Panimbang sepanjang 84 km sehingga mempersingkat perjalanan wisatawan dari Jakarta hanya sekitar 2 jam. “Tapi herannya, swasta tidak agresif dalam mengansipasi kecepatan pemerintah. Seharusnya investasi di sana jangan ditunggu ketika sudah jadi,” katanya mengulang

Menpar menambahkan, industri pariwisata ditetapkan sebagai sektor andalan dalam menghasilkan devisa, serta dapat menstabilkan defisit pada neraca perdagangan Indonesia. “Mulai tahun 2015, pariwisata masuk ke dalam sektor unggulan dan tahun 2019 kembali menjadi sektor unggulan dalan Rencana Kerja Pemerintah (RKM),” ungkapnya.

Menpar menjanjikan kepada pemerintah di tahun 2019, sektor pariwisata dapat menghasilkan devisa terbesar dari seluruh sektor yaitu mencapai USD 20 miliar dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) sebanyak 20 juta. Juga pergerakan 275 juta wisatawan nusantara (wisnus) sebagai pilihan dalam menstabilkan defisit pada neraca perdagangan Indonesia.

Target itu optimis tercapai, mengingat berdasarkan catatan Kementerian Pariwisata periode Januari-Juli 2018, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar USD 9 juta, khusus Juli 2018 berhasil menyumbang devisa sebesar USD 1,5 juta.

“Kalau kita bisa mempertahankan USD 1,5 juta sampai enam bulan kedepan, totalnya menjadi USD 16,5 juta. Target kita di 2018 sebesar USD 17 juta, artinya masih kurang USD 500 ribu. Karena itu, kita harus kerja keras untuk menggapainya, jangan sampai ngantuk untuk mengejar kekurangan agar tahun 2018 pariwisata menjadi sektor terbesar yang menghasilkan devisa dan menjadi yang terbaik,” paparnya.

Menurutnya, selama empat tahun terakhir pariwisata menghasilkan balance payment yang positif atau selalu surplus antara devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman dengan uang yang dibelanjakan oleh wisatawan nasional (wisnas) yang berwisata ke luar negeri. (EP)

Endy Poerwanto