DAERAH

Turis Denmark Pose Jongkok di Pelinggih Menuai Kritik

TABANAN, bisniswisata.co.id: Foto turis asing berpose dengan gaya jongkok di atas pelinggih (pura kecil) Pura Luhur Batakaru Wangaya, Tabanan Bali, mendadak viral di media sosial. Foto yang pertama kali diunggah pemilik akun Instagram @Tony.Jarvi, beberapa hari lalu ini menuai banyak kritik sekaligus mengecam perilaku turis itu yang tidak beretika.

Kejadian ini memang sudah kesekian kalinya terjadi, kasus wisatawan mancanegara naik ke palinggih pura. Karena mendapat kritikan. Instagram tony.jarvi, foto jongkok di palinggih tersebut sudah tidak ada. Pemilik akun bernama Tony Kristian Jarvi menghapusnya. “It will not happen again and I will respect your country. I,m sorry,” tulis bule.

Anggota Badan Pemusyawaratan (BPD) Desa Wongaya Gede, Penebel, Tabanan, I Ketut Sucipta mengaku kecewa dengan kejadian itu. Pihaknya sudah mengecek kebenaran foto itu dan memastikan lokasi pengambilan foto berada di Beji Kauh, Pura Batukaru. “Tepatnya Pelinggih Pekiisan. Tempat itu biasanya digunakan oleh para karma subak yang ada di sekitar Pura Batukaru untuk mendem pakelem,” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi ke petugas jaga, kata dia, tamu asing itu dari Denmark datang tidak dengan guide. “Ia datang bersama temannya sehingga tak ada yang memberi pengertian kepadanya bahwa tidak diperbolehkan untuk duduk atau jongkok di pelinggih,” ungkapnya.

Sucipta, seperti dilansir laman Liputan6.com, Kamis (13/09/2018) mengaku sangat kecewa kepada pihak pengelola pariwisata Batukaru. Pasalnya, setiap hari ada 12 orang yang berjaga untuk mengawasi para tamu yang datang dengan gaji di atas UMK.

“Sejauh yang saya tahu gaji mereka di atas UMK. Lalu apa yang mereka lakukan sampai bisa terjadi seperti ini? Saya sebagai masyarakat, jujur saja sangat kecewa karena otomatis tempat itu leteh kan? Jadi dimana tanggung jawabnya?” ujarnya.

Setelah insiden itu, ia mengatakan akan ada upacara khusus untuk menghilangkan leteh akibat aksi nekat WNA. “Mungkin nanti ada prosesi Bindu Piduka lagi, tapi itu harus ada paruman dulu. Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi, ini sudah kedua kalinya setelah kejadian di Besakih, beberapa waktu lalu. Artinya kita harus tegas, dan tegakkan aturannya,” tandasnya.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof. Ngurah I Gusti Ngurah Sudiana sangat menyayangkan kasus pelecehan terhadap tempat suci ini. Apalagi peristiwa pelecehan pura ini sudah terjadi di beberapa tempat suci atau pura di Bali. Dan mengimbau kepada masyarakat untuk lebih ketat dalam menjaga areal suci pura. Apalagi, kejadian tersebut sudah kedua kalinya.

“Kita juga salah, kita membuka semua akses tempat suci kita sebagai destinasi wisata. Padahal, seharusnya wisatawan tidak boleh masuk hingga areal inti atau suci pura. Boleh jika mereka ingin berkunjung. Tapi sebatas hingga jaba tengah saja! Jangan sampai mereka masuk ke areal suci kita,” ujar Sudiana.

Jika areal pura kecil, pengelola bisa buat pagar pembatas di Pelinggih atau pura tersebut. Pengelola semestinya menolak mengizinkan tamu memasuki pelinggih tanpa guide lokal. “Kejadian ini kan bule itu tidak membawa guide, jadi seharusnya tamu yang tidak membawa guide lokal tidak diperbolehkan masuk. Pengelola harus tegas soal aturan itu, ini sudah kedua kalinya kita tidak dihargai,” ujarnya.

Menurutnya, aturan dan imbauan Parisda terkait destinasi wisata berupa pura sudah jelas, mereka diharuskan menggunakan kamen ketika berkunjung, batas wilayah suci tidak boleh dilewati ataupun dimasuki mereka yang datang berkunjung, kecuali untuk sembahyang. “Kenyataannya masih banyak pengelola yang tidak taat aturan itu. Maka terjadilah hal ini,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia juga menyarankan para pengelola memasang CCTV di areal pura. “Pasang saja CCTV jadi kita bisa segera tahu bahwa mereka melakukan perbuatan yang salah,” ucapnya.

Diharapkan pemerintah dan pihak terkait harus berani berkomitmen mencari dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku. “Apakah pemerintah dan kepolisian berani mengusut kasus ini hingga tuntas? Jika berani, maka itu akan jadi pembelajaran bagi WNA asing, agar tidak berani berulah lagi di sini,” tuturnya.

Prof Sudiana menilai aparat penegak hukum belum bisa tuntas melaksanakan penegakan hukum terhadap kasus pelecehan pura ini. Buktinya dari dari beberapa kejadian serupa sebelumnya tidak ada sanksi.

Dicontohkan, kasus pelecehan yang dilakukan wisatawan asal Spanyol di Pura Gelap Besakih, hingga saat ini tidak jelas kelanjutannya apakah dikenakan sanksi atau tidak. “Jika dilakukan pembiaran, akan terus ada kejadian pelecehan seperti itu kedepannya,” tandas Rektor IHDN.

Kapolsek Penebel, AKP I Ketut Mastra Budaya menyatakan informasi lokasi tempat bule berfoto itu di palinggih yang terletak sekitar 100 meter dari Pura Batukaru. Hanya ia belum berani memastikan kebenaran pengambilan foto itu dilakukan pada Rabu kemarin. “Iya benar tempat bule fotonya di sana, di sebuah palinggih yang terletak di Pura Batukaru,” ujar AKP Mastra.

Untuk pengambilan foto, pihaknya baru bisa memastikan semua elemen yang terkait atau yang bertanggung jawab dengan kunjungan tamu ke objek Pura Batukaru dikumpulkan oleh pihak kepolisian. “Kami kumpulkan semua pengurus dan karyawan yang bertanggung jawab dengan kunjungan tamu-tamu ke objek Pura Batukaru untuk menggali lebih dalam informasi yang beredar ini,” tegas Mastra.

Selain itu, kata dia, apakah tamu tersebut didampingi pemandu atau tidak akan ditelusuri hari ini untuk kepastiannya. Karena dilihat dari pakaian yang digunakan wisatawan tersebut lengkap dengan udeng dan kamen. “Nah ini, karena dia kelihatan menggunakan pakaian adat seperti udeng dan kamen. Jadi ini ada yang memberi. Ini akan kita telusuri,” kata Mastra. (EP)

Endy Poerwanto