Selama Pandemi COVIF-19 air kanal di Venesia jadi lebih jernih (foto: TechMaq)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sejenak flaschback ke belakang. Awal Januari 2020: pelancong dari berbagai belahan dunia menyambut masa liburan awal tahun dengan gegap gempita.
Sebagian terbang ke Jepang untuk menyaksikan persiapan Olimpiade 2020, sementara yang lain menyerbu kapal-kapal pesiar mewah yang siap berlayar.
Virus Corona mengubah segalanya. Untuk sementara, kini orang lebih memilih tinggal di rumah ketimbang pergi keliling dunia dan liburan ke berbagai tempat wisata favorit.
Bagi para aktivis lingkungan, keadaan ini dianggap sebagai berkah, terutama untuk planet bumi yang kita cintai.
Mereka sebenarnya telah lama lantang mengingatkan peran wisatawan dalam meningkatkan risiko bencana yang terjadi di bumi akibat perubahan iklim.
Sekadar informasi, laporan Insider awal tahun ini menyebut terdapat 22 tempat wisata yang dirusak oleh turis selama dekade terakhir. Tempat wisata yang indah dan menarik itu harus terkikis karena ulah turis yang kurang hati-hati.
Ada juga negara yang harus menekan angka kunjungan wisatawan karena takut akan dampak negatif pariwisata massal.
Untunglah, masih ada sebagian orang yang mengindahkan peringatan para aktivis lingkungan tersebut dengan mencoba merencanakan perjalanan wisata yang lebih sustainable.
Masalahnya bagi sebagian besar orang, rencana perjalanan wisata umumnya masih kurang lebih sama. Prinsipnya: kami tak bisa membiarkan persoalan-persoalan seperti emisi dan wisata massal membuat kami harus tinggal di rumah – kami ingin melihat dunia di tahun 2020!
Kini muncul ancaman baru dan berbeda. Lebih dari itu, dia tak bisa diusir begitu saja. Banyak laporan bermunculan tentang keberadaan virus baru yang misterius di China. Itu bukan SARS. Yang pasti, virus itu telah menginfeksi puluhan orang di sana. Virus apakah itu?
Kita tak pernah menyangka, virus yang menyerang saluran pernafasan itu seketika membuat industri perjalanan porak poranda.
Hanya dalam sekedipan mata saja, segalanya berubah karena virus baru itu. Dunia pun dilanda wabah infeksi penyakit mematikan ini.
Pandemi COVID-19 mengosongkan bandara di seluruh dunia. Keadaan ini telah menurunkan emisi pesawat secara dramatis.
Bukan hanya itu. Negara-negara menutup perbatasannya. Olimpiade Musim Panas ditunda. Kapal pesiar mati-matian mencari pelabuhan untuk menurunkan penumpang.
Bandara nyaris kosong. Resor pantai sepi. Taman hiburan menjadi kota hantu. Covid-19 dan virus Corona tiba-tiba menjadi bahan perbincangan dimana-mana.
Namun kemudian, kita melihat sesuatu yang nampak indah – semacam lapisan perak – selama masa penutupan saat musim semi.
Kanal-kanal di Venesia jauh lebih lengang karena pandemi. Penduduk kota mengatakan airnya lebih jernih, seperti dilansir CNN Travel.
Di kota-kota yang tingkat polusi udaranya tinggi seperti Los Angeles, langit terlihat lebih cerah. Begitu pula air – orang bisa melihat kehidupan laut di kanal Venesia yang biasanya padat dan sibuk. Kami senang, kicauan burung menjadi lebih mudah terdengar.
Tampaknya di sini berlaku hukum sebab – akibat. Dan itu menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah penurunan mendadak jumlah wisatawan memberi manfaat bagi lingkungan?.
Adakah cara untuk mempertahankan manfaat yang terasa saat ini, jika kelak virus sudah dapat dikendalikan? Dan satu hal yang mungkin paling penting adalah bisakah kita jadi duta lingkungan.
Dapatkah kita kembali menjelajahi dunia pada suatu hari nanti tetapi dengan sikap yang lebih bertanggung jawab dengan ikut menjadi pengurus planet selama saat melancong?
Seperti halnya semua yang berkaitan dengan pandemi, jawabannya sulit dan rumit. Hal ini dapat menjadi bahan perenungan untuk kita semua agar lebih menyayangi bumi.
Setidaknya dimulai dari diri sendiri dengan menjadi wisatawan yang bertanggung jawab dan menjaga lingkungan dengan baik.