NASIONAL

Presiden Jokowi Restui Pulau Komodo Ditutup Sementara

KUPANG, bisniswisata.co.id: Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan rencana penutupan Pulau Komodo yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penutupan sementara Pulau Komodo akan dilakukan selama satu tahun.

“Kemarin saya sudah cerita ke Pak Presiden soal rencana penutupan Pulau Komodo dan dia sepakat. Ini yang bilang presiden bukan saya,” ujar Viktor Laiskodat di Kupang, Selasa (9/4/2019).

Pemerintah provinsi NTT di bawah pimpinan Viktor Laiskodat dan wakilnya Josef A. Naisoi sepakat untuk menutup sementara Pulau Komodo yang masuk dalam kawasan TNK per 1 januari 2020. Selama penutupan itu pemerintah daerah setempat akan melakukan berbagai pembenahan di Pulau Komodo.

Selama penutupan, Pemprov NTT akan melakukan konservasi dan membangun kembali sarana dan prasarana yang dibutuhkan di salah satu destinasi wisata unggulan di NTT.

Di tempat terpisah, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK), Wiratno menegaskan keputusan rencana penutupan sementara Taman Nasional Pulau Komodo, masih menanti hasil dari kajian dan rekomendasi tim terpadu yang ditunjuk oleh para stakeholder terkait.

Penutupan kawasan Pulau Komodo masih sebatas wacana dan baru akan diputuskan oleh Menteri LHK pada akhir tahun 2019. “Hal ini sesuai dengan hasil rumusan Rapat Koordinasi Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati di Provinsi NTT di Jakarta [Februari 2019],” kata Wiratno dalam keterangan resminya, Selasa (9/3).

Dilanjutkan, salah satu dari hasil rapat tersebut isinya menyatakan bahwa penutupan sementara kawasan Taman Nasional (TN) Komodo atau Pulau Komodo akan diputuskan atas pertimbangan ilmiah dan kondisi tertentu.

Tim terpadu yang ditunjuk untuk mengkaji kondisi di Pulau Komodo terdiri atas KLHK, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Fakultas Kehutanan UGM, Fakultas Kehutanan IPB, praktisi ekowisata, Yayasan Komodo Survival Program (KSP), dan lainnya.

Kunjungan lapangan tim terpadu tersebut dijadwalkan akan dilaksanakan pada minggu ke 3 bulan ini. Di mana mereka nantikan akan berkonsultasi dengan para pihak (antara lain pelaku wisata alam), termasuk dengan Badan Otoritas Labuan Bajo di Labuan Bajo.

Untuk diketahui, penutupan suatu taman nasional atau bagian dari taman nasional (termasuk TN Komodo) merupakan kewenangan KLHK sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 serta Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015.

Juru Bicara Pemprov NTT, Marius Jelamu menjelaskan rapat tim terpadu pada Februari 2019, ada beberapa poin yang diputuskan adalah ketersediaan rusa sebagai mangsa utama komodo. Diperkirakan terdapat 3.900 rusa yang hidup di Pulau Komodo. Jumlah ini akan ditingkatkan dengan menekan jumlah perburuan rusa.

Penghujung 2018, kepolisian meringkus aksi perburuan ratusan rusa dan kerbau liar di Pulau Komodo. Setelah diburu dengan cara ditembak, rusa dan kerbau liar itu dibawa dengan kapal laut ke Nusa Tenggara Barat.

Salah satu caranya melalui pengaturan pintu masuk jalur kapal dan penjualan tiket masuk menuju TN Komodo untuk mengatur arus wisatawan. “Termasuk regulasi, tata cara atau keluar-masuknya, tidak hanya penumpang, tidak hanya wisatawan, tetapi kapal-kapal wisata, kapal-kapal pesiar, pintu masuk dan sebagainya,” kata Marius

Pemprov NTT, sambung Marius, bakal menaikkan tiket masuk TN Komodo untuk wisatawan asing sebesar US$500 dan wisatawan lokal US$100.
Semula tiket masuk TN Komodo untuk wisatawan asing sebesar Rp150 ribu dan wisatawan lokal Rp5 ribu. “Ini salah satu cara untuk mencegah mass tourism,” lanjut Marius.

Marius mengklaim keberadaan pengunjung yang membludak di TN Komodo ini secara tidak langsung mengganggu habitat hewan berdarah dingin ini. “Gerak gerik pengunjung yang banyak itu, tidak memberikan perlindungan yang baik kepada satwa ini,” katanya.

Berdasarkan data yang dirilis Ditjen KSDAE, jumlah pengunjung ke TN Komodo meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Tahun 2014 jumlah pengunjung mencapai 80.626, meningkat menjadi 95.410 pada 2015. 2016 jumlahnya menjadi 107.711 pengunjung, 2017 sebanyak 125.069 pengunjung dan 2018 sebanyak 159.217 pengunjung.

Peneliti komodo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Evy Arida menilai keberadaan turis tak terlalu berdampak terhadap populasi komodo. Sebab keberadaan turis hanya sementara menempati TN Komodo. “Kalau turis kan datang-pergi, datang-pergi. Tetapi yang tetap di situ, merambah, membuat pemukiman bertahun-tahun beranak-pinak, dan populasi manusianya semakin besar,” kata Evy seperti dikutip bbc.com.

Berdasarkan laporan yang diterima Evy, permukiman penduduk di Pulau Rinca justru bisa membuat komodo bertahan hidup dengan mendapatkan pakan alernatif. Komodo kerap makan ternak warga dan ikan-ikan yang dijemur. “Bisa jadi karena tidak ketemu rusa dua hari saja. Karena rusanya sedang migrasi ke tempat lain. Nah di situ ada jemuran ikan ya ambil saja. Jadi saya pikir ada juga sifat oportunitis dari komodo,” lanjutnya.

Komodo mengambil pakan alternatif di permukiman warga bisa menimbulkan konflik dengan manusia. Karena itu perlu berbagai pihak duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan ini. “Kita cari solusi bagaimana caranya komodo dan manusianya, biar sama-sama happy,” katanya.

Data Ditjen KSDAE menunjukkan jumlah komodo fluktuatif dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, populasi komodo mencapai 3.039 ekor, lalu tahun berikutnya turun menjadi 3.012 ekor. Penurunan cukup drastis terjadi pada 2016 ketika komodo hanya teridentifikasi berjumlah 2.430 ekor. Namun, jumlahnya kembali meningkat pada 2017 yaitu 2.884 ekor dan bertambah menjadi 2.897 ekor tahun lalu.

Menurut Evy, banyak faktor penentu fluktuasi populasi komodo, salah satunya sifat kanibalisme dari kadal raksasa tersebut. “Komodo itu kanibal, makan sendiri anaknya. Itu sangat wajar. Sebelum umur dewasa, anak komodo itu rentan dimakan oleh jantan yang sudah dewasa,” kata Evy sambil mengatakan penurunan populasi harus dilihat dari tren pola hidup komodo.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap populasi komodo adalah perbandingan antara jantan dan betina. Dalam habitatnya, jumlah komodo betina lebih sedikit ketimbang jantan, dengan rasio 4:1. “Terus mereka juga sifatnya monogami. Tidak sembarang jantan bisa mengawini betina. Yang betina itu cenderung memilih hewan jantan yang besar, yang kecil-kecil dia tidak terima,” kata Evy Arida.

Evy berharap tim terpadu mengeluarkan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian ilmiah terkait rencana penutupan sementara TN Komodo. “Kajiannya sangat perlu untuk melihat arah konservasinya,” katanya.

Sementara Mas Day, seorang traveler seperti dilansir Liputan6.com mengatakan, isu penutupan Pulau Komodo akan diterima para traveler dan wisatawan jika memang benar-benar dilakukan untuk keperluan pelestarian lingkungan dan konservasi. “Kalau beneran ditutup untuk konservasi gak apa-apa, jangan ditutup nanti buat dibangun hotel,” katanya.

Mas Day yang juga pemilik akun Instagram @mikiringan mengatakan, Pemprov NTT tidak berwenang menutup Pulau Komodo, karena pengelolaan saat ini masih di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Yang terpenting sekarang sih menurut gue jaga populasi komodo tetap di habitat aslinya,” lontarnya. (ENDY)

Endy Poerwanto