DAERAH

Praktek Ilegal Pekerja Wisata Asing Rugikan Pariwisata Bali

DENPASAR, bisniswisata.co.id: Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali prihatin masalah praktik ilegal tenaga kerja wisata asing yang merugikan pariwisata Bali. Karena itu, segera membentuk satuan tugas (Satgas) pengawasan orang asing khusus bidang usaha pariwisata untuk meminimalisir praktik ilegal tenaga kerja asing.

“Permasalahan praktik ilegal tenaga kerja asing sudah kami laporkan ke Kantor Imigrasi Kelas 1 Ngurah Rai, Satpol PP, dan Dinas Pariwisata Bali,” papar Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali I Nyoman Winastra seperti dikutip laman Bisnis.com, Rabu (11/04/2018).

Tujuan akhir dari penyampaian permasalahan ini, lanjut dia, akan menjadi embrio untuk lahirnya sebuah Satgas yang mengawasi praktik ilegal tenaga kerja asing pada kegiatan pariwisata Bali, terutama dalam menjadi pemandu wisata.

Keterlibatan pelaku usaha pariwisata seperti HPI dan Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) sangat dibutuhkan untuk meminimalisir praktik ilegal. “Jadi embrionya sudah kami sampaikan kepada pihak imigrasi dan pemerintah terutama Dinas Pariwisata Bali dan kami akan terus mendorong pemerintah untuk mengkonkritkan sehingga ada hitam di atas putih. Jadi, penegakan hukum di lapangan berjalan,” paparnya.

Dia menilai kinerja imigrasi selama ini belum tegas dalam melakukan aturan main dan menindak tegas keberadaan pemandu wisata ilegal.
Padahal, laporan mengenai keberadaan praktik ilegal ini rutin dilakukan. Begitu pula, pada kinerja Satpol PP yang menurutnya masih kurang dalam menindak pemandu wisata ilegal di Bali karena terbentur dana. “Ini klimaks, ini salah satu cara agar tidak ada orang asing yang bekerja seperti ini,” sambungnya.

Menurutnya, saat ini ada sekitar 300 pemandu wisata ilegal yang merupakan pemain lokal. Namun, belum disebutkan dengan pasti berapa jumlah orang asing yang melakukan praktik seperti ini.

Jumlah pemandu wisata yang tergabung dalam HPI Bali adalah sebanyak 8.000 orang dengan 11 divisi bahasa. Praktik ilegal paling banyak terjadi pada pemandu wisata berbahasa Mandarin. Selain itu, praktik ilegal kedua juga banyak dilakukan pemandu wisata berbahasa Rusia.

“Guide asing tidak boleh menjadi guide di Indonesia dan untuk 300 guide ilegal itu dia masih pelatihan dalam biro perjalanan sehingga belum punya lisensi. Jadi, kami mendorong untuk mereka memiliki lisensi,” lanjut Winastra.

Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali Ketut Ardana khawatir ada praktik curang yang dilakukan beberapa pihak untuk melindungi praktik ilegal ini. Dia mengungkapkan praktik ilegal seperti ini telah terjadi sejak pertama kali wisatawan Taiwan datang ke Bali yakni sekitar 1990-an.

“Saya masih ada kecurigaan, ada yang kongkalikong. Ini kan sulit, kalau kita sepakat ingin memberantas bisnis ilegal, maka kita harus bersatu kompak,” terang Ardana.

Usulan pembentukan Satgas ini muncul setelah adanya kasus pengeroyokan yang dilakukan pemandu wisata asing ilegal pada pemandu wisata lokal pada 1 April 2018. (BIC)

Endy Poerwanto