Museum Bahari Jakarta Dilalap Si Jago Merah

JAKARTA, Bisniswisata.co.id: Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan Penjaringan Jakarta Utara, dilalap si Jago Merah, Selasa (16/01/2018) pagi sekitar pukul 08.55 WIB. Kobaran api mengakibatkan asap hitam tebal membumbung tinggi. Belum diketahui pasti penyebab kebakaran museum bersejarah juga belum dapat informasi apakah ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Utara, Satriadi mengatakan pihaknya mendapat laporan kebakaran terjadi pukul 08.55 WIB.
Pukul 09.00 WIB, 16 unit pemadam kebakaran dari Damkar Jakarta Utara dan Jakarta Barat dikerahkan ke lokasi kejadian . Saat ini kondisi api masih menyala dan sedang dilakukan penanganan “Sekarang masih pemadaman,” ujar Satriadi.

Saat ini kondisi api masih membesar, dan rembetan membahayakan namun petugas pemadam berusaha menghalau jangan sampai api terus merembet ke lokasi lainnya, terutama di beberapa lokasi yang tersimpan benda-benda bersejarah.

Hingga berita ini naik, api masih terus berkobar. Polisi mengamankan lokasi dan lalu lintas. Juga belum diketahui secara pasti apa penyebab kebakaran.

Letak museum itu berada di seberang pelabuhan Sunda Kelapa. Museum itu adalah salah satu dari delapan museum di bawah pengawasan Dinas kebudayaan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta.

Kawasan Museum Bahari sempat direvitalisasi. Pasalnya, ada tempat bersejarah yang merupakan peninggalan tertua zaman Belanda seperti Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, dan Museum Bahari, yang tertutup padatnya permukiman dan pertokoan di area itu.

Awalnya, bangunan Museum Bahari merupakan gudang untuk menyimpan rempah-rempah. Sejarahnya, sebelum tahun 1500, kawasan Sunda Kelapa di muara Sungai Ciliwung merupakan pelabuhan Kerajaan Pajajaran. Tempat itu berkembang dengan dibangunnya pos perdagangan sebagai buah perjanjian antara warga lokal dengan orang Portugis, tahun 1522.

Pada tahun 1526-1527, Sunda Kelapa ditaklukkan oleh Fatahillah yang dibantu tentara-tentara Islam dari Cirebon dan Demak. Di sana pun didirikan Kota Jayakarta. Penguasa Kota Jayakarta saat itu tidak menerima kehadiran orang Portugis hingga tahun 1596 datanglah kapal-kapal Belanda pertama kali di Sunda Kelapa.

Pada abad ke-17, tepatnya tahun 1610-1611, Belanda diberi izin membangun sebuah gudang serta sebuah benteng di sisi timur muara Sungai Ciliwung. Belanda berhasil menaklukkan Jayakarta dan mendirikan Batavia di sana. Kawasan Sunda Kelapa didirikan benteng dan menjadi kantor pusat VOC di Asia tahun 1619.

Sepuluh tahun kemudian, tahun 1629, Batavia dikepung Sultan Agung Mataram. Pimpinan VOC saat itu, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (JP Coen), meninggal setelah mengidap penyakit kolera.

Sepeninggal JP Coen, daerah sisi barat Sungai Ciliwung dikembangkan dan dikelilingi oleh tembok kota dan kubu-kubu. Kubu yang masih ada sampai saat ini adalah kubu Kulemborg dan Zeeburg.

Pada tahun 1652, barulah bagian tertua dari bangunan gedung rempah dibangun, yang sekarang dikenal dengan nama Museum Bahari. Gudang rempah tersebut diresmikan sebagai Museum Bahari pada tahun 1977, dengan gudang dan menara-menara kawal VOC di dalamnya.

Museum Bahari merupakan museum yang menyimpan 800 koleksi bahari di Indonesia. Mulai dari lukisan perahu tradisional Indonesia, hingga sejarah pelabuhan besar di Indonesia. Sebelum menjadi museum oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta pada tahun 1977, gedung bangunan museum diserahkan VOC ke PT Telkom.

Koleksi, struktur, dan lingkungan sekitar museum banyak dinilai pengunjung kurang terawat dan nyaman. Walau hanya dikunjungi rata-rata 3.000 pengunjung per bulan, 30 persennya adalah turis mancanegara. Bangsa Indonesia kiranya perlu ingat, kebesaran bangsa dilihat dari cara bangsanya menghargai sejarah. (NDHIK)

Endy Poerwanto