JAKARTA, bisniswisata.co.id : Julukan Ring of beauty bagi Provinsi Nusa Tenggara timur ( NTT) yang memiliki aset alam dan budaya dengan 1.192 pulau memang layak menjadi destinasi kelas dunia dengan labuan Bajo diantaranya.
“Keindahan ini dikenal dengan nama Flobamora yang mencakup Kepulauan Flores, Sumba, Timor, Alor, dengan segala otentisitas dan keunikannya, baik di daratan maupun perairannya, layak menjadi destinasi kelas dunia,” tegas DR Sapta Nirwandar, penulis buku berjudul Kepariwisataan NTT Menuju Kelas Dunia.
Berbicara pada peluncuran buku oleh Indonesia Tourism Forum (ITF) berjudul Kepariwisataan NTT Menuju Kelas Dunia pada hari ini. Selasa (22/12), buku tersebut ditulis oleh Chairman Indonesia Tourism Forum (ITF) Sapta Nirwandar bersama Staf Ahli bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenparekraf, Frans Teguh.
Kegiatan ini menghadirkan Johnny Plate (Menkominfo), Wiratno (Dirjen KSDAE KLHK) Ni Wayan Giri (Sesmen Kemenparekraf), Budi Tirtawisata (CEO Panorama), Wayan Darmawa (Kadis Parekraf NTT), Alex Jemadu (Pengamat Internasional) yang dimoderatori Claudius Boekan (Wartawan Senior).
Topik ulasan dalam buku ini seirama dengan semangat komitmen, kepemimpinan, kolaborasi dan sinergi yang merupakan kunci membangun kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Presiden Jokowi menetapkan Labuan Bajo-Flores, NTT sebagai destinasi superprioritas.
Dalam diskusi, Sapta Nirwandar yang menjadi Chairman Indonesia Tourism Forum (ITF) maupun Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC) mengatakan bahwa pariwisata Nusantara atau wisatawan domestik menjadi prioritas utama bisnis pariwisata.
Merujuk laporan Badan Pariwisata Dunia di bawah PBB, UNWTO maupun World Travel & Tourism Council ( WTTC) serta Laporan Dinard Standard 2021-2022 bahkan menegaskan geliat kurva pertumbuhan pariwisata dunia akan kembali ke titik awal bertumbuh membutuhkan waktu setidaknya dua tahun ke depan.
“Artinya selama dua tahun ke depan destinasi domestik dan lokal mendapat panggung wisatawan nusantara yang jumlah dan nilai ekonominya juga sangat signifikan,” ujar Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata di era Presiden SBY.
Frans Teguh yang juga putera kelahiran Nusa Tenggara Timur menegaskan upaya kebangkitan kepariwisataan nusantara, dalam hal ini NTT dapat terus berlanjut. Buku ini memantapkan langkah NTT menuju kepariwisataan berkelas dunia, seraya tetap menitikberatkan pada aspek keberlanjutan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Karena itu, model pengembangan kepariwisataan berbasis masyarakat (community based tourism) dan kepariwisataan berkelanjutan (sustainable tourism) harus dilakukan dan dipastikan penerapannya secara serius oleh para pihak seperti masyarakat, pelaku usaha, akademisi, media, pemerintah daerah, dan kementerian -lembaga.
Ke depan, NTT sebagai destinasi kelas dunia seyogianya memastikan seluruh komponen, elemen rantai nilai, dan ekosistem kepariwisataan mampu secara konsisten menghadirkan pengalaman yang holistik dan otentik.
Tentu dengan tetap berfokus pada kualitas lingkungan, kepuasan pengunjung, dan kesejahteraan masyarakat. Masa pandemi COVID -19 saat ini belum berakhir, bahkan sejumlah analis ekonomi dalam laporannya menyebutkan, diperlukan waktu untuk memulihkan dampak pariwisata dunia
Gubernur Viktor B Laiskodat dalam pernyataannya menegaskan bahwa visi NTT Bangkit, NTT Sejahtera, menuju Destinasi Global karena sektor kepariwisataan merupakan lokomotif dan kunci pembangunan NTT.
Sementara itu, Ni Wayan Giri Adnyani, Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengatakan NTT siap menjadi destinasi unggulan pariwisata Indonesia.
“Melalui penerapan protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan (cleanliness, health, safety, security and environmental sustainability (CHSE), Kemenparekraf aktif menyiapkan SDM NTT menerapkannya,” ungkap Giri Adnyani.
Dalam buku ini kekaguman, cinta, gairah serta komitmen pembangunan kepariwisataan NTT dipaparkan secara lugas oleh Viktor B Laiskodat (Gubernur NTT), I Gede Ardika (Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 2000-2004), Saleh Husin (Menteri Perindustrian 2014-2016), A Sonny Keraf ( Menteri LHK 1999-2001), Komisaris Pol. Purn. Gories Mere (Staf Khusus Presiden 2015-2019), dan Rikard Bagun (Direktur Utama Kompas TV).
Sapta Nirwandar dan Frans Teguh sebagai penulis buku ini menggarisbawahi bahwa dimensi kepariwisataan NTT yang kompleks perlu dipadukan secara harmonis dalam rangka mengelola potensi unggulan dan kapasitas pengembangan NTT.
Hal Ini bisa ditempuh dengan menerapkan model kepariwisataan berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Pengelolaan yang kelak membawa NTT menjadi destinasi kelas dunia. Prinsip-prinsip kepariwisataan berkelanjutan yang berpihak pada masyarakat menjadi kebutuhan agar ekonomi bertumbuh, lingkungan lestari, dan budaya lokal senantiasa hidup.
“Kita membangun kepariwisataan yang berkarakter, bertanggung jawab, memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya, dan ekologi untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekosistem digital. Buku ini hadir untuk meningkatkan partisipasi para pihak untuk mewujudkan kepariwisataan Indonesia berkelas dunia,” ujar Sapta Nirwandar
Tentu saja, kepariwisataan NTT yang hadir dalam wujud destinasi yang berkualitas, produk wisata dengan DNA lokal yang unik, penyelenggaraan event berstandar internasional, mendorong champion lokal yang berkarakter, serta manusia yang unggul, profesional, dan memiliki sense of hospitality dan berjiwa wirausaha, penyajian informasi dan interpretasi yang berbobot.
“Didukung dengan penerapan tata kelola dan manajemen destinasi yang profesional dalam rantai nilai dan ekosistem pariwisata yang andal, pemasaran yang cerdas dan bertanggung jawab mampu memastikan karakter kepariwisataan dengan sintesa local is new global, virtual is new reality, resilience is indeed the sustainability and trust is new currency,” tegas Sapta Nirwandar.