JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pengamat penerbangan Alvin Lie menegaskan wacana pemerintah mengundang maskapai asing masuk ke Indonesia tidak serta merta akan menyelesaikan persoalan penerbangan domestik, terutama terkait mahalnya harga tiket pesawat yang etrjadi sejak enam bulan terakhir.
“Kalau pemerintah tidak puas atau kecewa terhadap kondisi transportasi udara saat ini, seharusnya langkah yang diambil adalah introspeksi dan berbenah, bukan mengundang pihak luar untuk masuk,” ujar mantan anggota DPR RI.
Kenaikan harga tiket pesawat saat ini, sambung dia seperti dilansir Antara, Jumat (07/06/2019) tak terlepas dari tingginya biaya operasional maskapai. Kondisi ini bahkan sudah terjadi sejak 2014. Selain itu, nilai tukar rupiah juga melorot terus terhadap dolar AS.
Dilanjutkan, alasan lainnya, kebijakan transportasi udara selama ini tidak memperhatikan Tarif Batas Atas (TBA). Sebelum penyesuaian TBA baru-baru ini, tarif terakhir kali disesuaikan pada 2014 lalu. Sama halnya dengan Tarif Batas Bawah (TBB) yang ditinjau terakhir kali pada 2016 lalu.
“Juga wacana mengundang pemain asing dalam industri penerbangan juga tak sesuai dengan undang-undang tentang penerbangan dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 soal bidang usaha yang tertutup dan terbuka di bidang penanaman modal,” ungkapnya.
Selanjutnya, sesuai asas cabotage dan UU Nomor 1 Tahun 2009, kepemilikan saham asing dalam perusahaan yang bergerak dalam bisnis angkutan udara, maksimum kepemilikan 49 persen. “Jadi, tidak ada satu negara pun di dunia yg mengizinkan maskapai milik asing untuk melayani rute domestik negaranya,” paparnya.
Alvin yang juga Komisioner Ombudsman RI Bidang Transportasi ini menggambarkan jika pasar transportasi udara Indonesia menguntungkan dan atraktif, maka dalam sepuluh tahun terakhir sudah masuk banyak pemain baru dengan pola, seperti Indonesia Air Asia.
Namun, faktanya tidak ada pendatang baru sedangkan pemain lama berguguran. “Hanya tersisa Garuda Group, Lion Group, dan Indonesia Air Asia untuk pelayanan rute nasional,” katanya.
Dengan strategi bisnisnya, bahkan Indonesia Air Asia nyaris tidak pernah laba di Indonesia. Semua laba ditarik ke Malaysia yang tarif pajaknya jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. “Sebagai konsekuensinya Indonesia Air Asia nyaris tidak membayar pajak penghasilan di Indonesia pada 2018, karena merugi sekitar Rp998 miliar,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution menilai gagasan mengundang maskapai asing masuk ke pasar penerbangan di Indonesia mungkin bisa memunculkan persaingan tarif tiket pesawat yang lebih kompetitif. Namun, di sisi lain akan membuat maskapai nasional berteriak.
Pasalnya, para maskapai nasional belakangan terus mengeluhkan biaya operasional yang tinggi dan tarif tiket penerbangan murah kepada masyarakat. Hal tersebut membuat pendapatan mereka tidak maksimal. “Nah, jadi sekarang pemerintah memilih apa? Pemerintah tidak hanya memilih maskapai, tapi juga memilih konsumen,” jelasnya.
Menurut Darmin, sekilas gagasan itu mungkin bisa membuat tarif tiket pesawat menjadi lebih kompetitif. Sebab, kehadiran pelaku usaha baru bisa memberi pilihan layanan baru bagi masyarakat, baik secara kualitas maupun kuantitas tarif yang ditawarkan.
Sebab, saat ini pilihan layanan penerbangan di dalam negeri saat ini, cenderung terbatas. Pasar penerbangan dalam negeri hanya dikuasai oleh dua grup besar, yaitu grup Garuda Indonesia dan grup Lion Air.
“Struktur pasar ini cenderung memberikan power berlebih di produsen, maka jawabannya adalah undang saja saingan (dari maskapai asing), supaya dia (maskapai nasional) tekan dan turunkan harga,” ujar Darmin saat Open House di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6).
Seperti dilansir laman CNNIndonesia, Darmin belum bisa memberi sikap pasti akan keberpihakannya terhadap gagasan dari kepala negara dan dampaknya bagi pasar penerbangan di Tanah Air. Hanya menekankan pemerintah sejatinya terus berupaya mencari jalan keluar dari masalah ini. Sebab, dampak tingginya tarif tiket pesawat beberapa waktu lalu juga memberi tekanan bagi daya beli masyarakat dan inflasi secara makro.
Terkait tingginya harga tiket pesawat, pemerintah telah mengambil langkah untuk menurunkan Tarif Batas Atas (TBA) agar tiket pesawat yang dijual maskapai bisa ikut turun. Kendati begitu, kebijakan itu hanya berlaku bagi maskapai dengan layanan penuh (full services). (NDY)