DAERAH KOMUNITAS

Keseruan Saat CSC Goes to Suspension Bridge Situ Gunung

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Nama Situ Gunung Suspension Bridge, Sukabumi dengan daftar peserta yang mau ikut tour ke jembatan gantung ini seminggu terakhir menghias WA Grup Citos Swimmer Community ( CSC). Oleh karena itu begitu hari H tiba hampir semua peserta naik ke dalam bus dengan antusias.

” Ayo  masuk bus sekarang sudah jam enam pagi teng..teng. teng,” kata Munir, humas CSC mengajak beberapa teman yang masih berada di samping bus,  di lapangan parkir Cilandak Town Square         ( Citos), Selasa lalu.

Di dalam bus sudah menunggu di tiap kursi,  box nasi uduk komplit yang disediakan bu Nani, guide sekaligus pemilik Nani’s tour di dampingi supir dan Bakri, suaminya tercinta. Bus meluncur di jalan tol TB Simatupang lanjut tol Jagorawi. 

Alhamdulilah perjalanan lancar dan ternyata banyak penyanyi dadakan yang bisa menghibur di dalam bus sambil berkaraoke ria. Ada ibu Djulay, Pressy, Asti yang suaranya bagus sehingga tak terasa jam 9.15 kami sudah tiba di terminal angkot Situ Gunung. Dari bus kami berpindah naik kendaraan kecil angkot setempat untuk menuju lokasi. Bus berbadan lebar tidak bisa sampai ke dekat gerbang.

Saat naik angkot selama 5 menit supirnya bercerita keberadaan obyek wisata yang baru dibuka Juni tahun lalu ini sangat berdampak pada perekonomian warga setempat karena viral dan banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai kota.

Kalau sebelum ada jembatan gantung penghasilannya hanya sebatas Rp 100 ribu/ hari maka setelah itu apalagi saat week-end puluhan angkot yang ada bisa mendapatkan penghasilan Rp 1 juta/ hari.

Jalanan menanjak melewati hutan pinus, deretan villa dan udara segar. Tiba-tiba mobil sudah tiba di lokasi yang berada di Jl. Kadudampit, Gede Pangrango, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 43153.

Begitu masuk area parkir, sebagian rombongan mencari toilet lebih dulu. Setelah rombongan lengkap lalu berfoto ria dengan spanduk yang dibawa Meneer Munir. Karena datang berombongan, tiket masuk seharga Rp 50 ribu/ orang sudah diurus Nani Tour.

Melewati pintu masuk utama, tiap orang dipasangin gelang kertas di tangan dengan barcode untuk kontrol di pos-pos seperti tempat  snack, masuk gerbang jembatan lanjut ke Curug Sawer, obyek air terjun hingga ke danau Situ Gunung.

Sejumlah jasa ojek sudah menawarkan pengunjung, tapi sebagian besar  jalan kaki dulu sekitar 10 menit melalui jalan tanah dan berbatu-batu hingga tiba di check point sekaligus tempat menikmati snack singkong dan ubi rebus serta kripik singkong.

Di area ini rupanya ada tempat teater terbuka dengan deretan bangku kayu untuk kegiatan rombongan yang mau membuat acara outbond atau acara korporat lainnya. Tersedia panggung, mushola, toilet bersih dan toko oleh-oleh. Semua fasilitas dengan interior kayu menyesuaikan lingkungan alam kawasan Gunung Gede Pangrango.

Sebelum tiba di gerbang jembatan gantung, ada restorannya dengan pemandangan indah, tempat tadabur alam, menatap jurang dan pepohonan. Namanya De Balcone  Resto seperti kafetaria terbuka dengan counter kopi dan sajian makan prasmanannya yang beragam dan menggiurkan.

Jalan menanjak lagi sedikit dan tiba di gerbang jembatan gantung langsung tiap orang dipakaikan safety harness ( tali pengaman di pinggang), sisa kertas melingkar di tangan di kasih tanda lagi berupa bolongan. Jadi sejak dari pintu masuk sudah ada tiga lingkaran bolong di pergelangan tangan kanan saya.

Anggota CSC yang rata-rata sudah tergolong warga senior santai saja langsung berfoto ria di jembatan gantung, tidak ada yang phobia terhadap ketinggian berada di jembatan yang digadang-gadang jadi salah satu jembatan gantung terpanjang dan tertinggi di Indonesia.

Situ Gunung Suspension Bridge memiliki panjang 243 meter dan lebar 18 meter yang melintang di atas ketinggian jurang mencapai 161 meter di atas permukaan tanah. Kontsruksi jembatan gantung Situ Gunung dapat menampung berat dengan beban 55 ton atau sekitar 150 orang. 

Meski demikian, kenyataannya jembatan gantung ini hanya boleh dilintasi oleh 40 pengunjung saja dalam sekali menyeberang. Karena datang dihari kerja rombongan bisa puas berfoto ria dengan segala gaya bahkan sambil duduk dan tiduran. Hal yang terpenting adalah bersikap tenang dan tidak melakukan “kegaduhan” apalagi dengan sengaja menggoyang jembatan.

Jembatan yang menggunakan bahan dasar kayu Ulin atau juga disebut kayu besi ini terlihat cantik menggelantung di atas jurang dan pepohonan. Pijakan kayu Ulinnya aman dan kayu jenis ini dipilih karena tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras.

Di sisi kiri kanan tentu saja kontruksi jembatan ini aman menggunakan 5 sling sekaligus. Menurut informasi yang ada, sling adalah alat bantu angkat khususnya barang yang besar dan berat di berbagai industri dan pembangunan konstruksi. Pada umumnya jembatan gantung hanya menggunakan 3 sling saja.

Jembatan ini punya tinggi pagar 1,5 m dan ada jaring-jaring besinya, rapet banget. Jadi benar-benar aman tidak takut terpeleset jatuh atau takut menjatuhkan barang. Sebelum melintas tadi ada instruksi juga kalau takut atau goyang karena angin kencang atau faktor lainnya,  tenang saja. Cantelkan safety harness ke pegangan jembatan, nanti petugas akan jemput.

Berapa dana yang dihabiskan untuk jembatan dan fasilitas yang ada ? konon fase pertama menghabiskan dana lebih dari Rp 4 miliyaran yang diinvestasikan oleh swasta kerjasama dengan Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango ini. 

Berada di kawasan hutan damar dan menghubungkan kawasan Wisata Situ Gunung dengan Curug Sawer, jangan ragukan lagi soal keindahan alamnya. Tipsnya jangan memandang ke dalam jurang di bawah kaki, cukup palingkan kepala ke kiri dan ke kanan,  sejauh mata adalah hijaunya hutan rimba, serasa jadi anak gunung deh.

Berhubung datang di hari kerja saya bisa berfoto ria dengan posisi tiduran, duduk di tengah jembatan. Pokoknya jadi andung ( nenek) lebay dengan segala gaya. Kalau hari libur nasional atau week-end yang datang sekaligus ribuan orang sehingga apapun yang ingin dilakukan konon harus antri seperti yang diungkap di Youtube.

Curug Sawer, air terjun di area Siru Gunung dan keseruan di De Balcone, main jaring di atas jurang.

Curug Sawer Situ Gunung

Setelah melintasi ujung dari jembatan gantung, perjalanan bisa berlanjut ke Curug Sawer. Air terjun setinggi 35 meter ini berjarak 1,7 kilometer dari pintu masuk dengan menelusuri hutan Situ Gunung. Ini  rute yang sudah ada sejak dulu dan tanpa melewati jembatan gantung.

Namun perjalanan tersebut terpangkas hanya sekitar 500 meter saja ketika pengunjung memilih opsi melewati Jembatan Gantung Situ Gunung. Curug Sawer seolah menjamin kesegaran pengunjung melalui percikan air yang terhembus angin hutan.

Namanya Curug Sawer karena sesuai namanya, nyiprat banget hempasan air terjun ke kolamnya. Dalam Bahasa Sunda, sawér itu artinya ciprat atau tempias. Jadi jangan heran kalau tempias air mendarat di pipi dan wajah kita.

Di bawah tumpahan air terjun dilarang berendam, tapi di sungai jernih limpahan curug juga dapat menjadi pilihan pengunjung untuk mengistirahatkan raga dan kaki dari kelelahan menapaki tangga bebatuan. Bermain air di sungai yang jernih di dekat air terjun nampaknya dinikmati sekali oleh Tipuk, Dewi, Oma Titi dan anggota rombongan lainnya.

Kalau beruntung suka ada pelangi di sekitar air terjun karena itu wisatawan betah menikmati pemandangan air terjun nan eksotis ini. Apalagi terdapat beberapa spot foto di sekitar air terjun di atas bebatuan untuk merasakan percikan air. Terasa segar melihat air dari Curug Sawer seolah-olah menyembur dari dalam dinding batu pegunungan.

Bagi yang merasa cukup hanya sampai di Curug Sawer dan mau kembali ke area pintu gerbang utama maka ada dua pilihan yaitu kembali melintasi jembatan gantung atau naik ojek dengan biaya Rp 65.000/orang hingga tiba lagi di Kafetaria De Balcone.

Tapi kunjungan ke Situ Gunung pun dapat ditutup dengan mengunjungi situ atau danau. Seperti namanya, atraksi utama Situ Gunung awalnya adalah danau yang dikelilingi pemandangan pegunungan Gunung Gede Pangrango.

Danau di Situ Gunung terletak tidak jauh dari pintu masuk menuju jembatan gantung. Pengunjung hanya perlu berjalan sekitar 15 menit dari pintu masuk kawasan Situ Gunung hingga ke danau. 

Disarankan datanglah pada pagi hari sebelum matahari  tinggi. Dengan demikian, wisatawan bisa mendapatkan pemandangan terbaik dengan pantulan pegunungan hijau pada air danau. Terdapat rakit atau perahu kecil yang dapat disewa untuk mengelilingi danau.

Bermalam di Situ Gunung juga bisa, meskipun kunjungan ke Situ Gunung dapat dilakukan kurang dari sehari. Tidak ada salahnya untuk bermalam di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, terutama jika ingin mengejar pengalaman menunggu sunrise di sekitar danau Situ Gunung.

Terdapat beberapa pilihan tempat menginap di area Situ Gunung. Tepat di pintu masuk kawasan Situ Gunung terdapat penginapan yang menyewakan kamar atau villa yang dilengkapi dapur dan perlengkapan memasak.

Selain itu, kawasan wisata yang terletak sekitar 16 kilometer dari pusat kota Sukabumi ini pun memiliki beberapa camping ground, baik di sekitar danau dan sekitar Curug Sawer. Jika ingin berkemah, jangan lupa untuk memastikan lokasi camping ground yang diinginkan kepada petugas di kawasan wisata ini.

Memang sih, buat warga Jabodetabek ke Sukabumi cukup day trip, tidak usah menginap, apalagi kalau hanya mau ke jembatan gantung dan Curug Sawer. Tapi agak capek ya, apalagi kalau pulang pergi kena macet di sepanjang jalan Cibadak, Sukabumi. Mending menginap, menikmati kesegaran alam di kawasan taman nasional, di ketinggian 1.100 mdpl.

CSC dengan slogan, swimming, walking and eating

Uji nyali di jaring-jaring

Kembali melintas di jembatan gantung ada peluang untuk uji nyali lagi dan bikin seru jika datang berombongan yaitu berjalan di jaring-jaring di tepi balkon kafetaria terbuka “De Balcone Gede Pangrango”.

Memandang jembatan gantung dari De Balcone ini sungguh indah. Saya baru sadar ada banner menerangkan keberadaan Lutung Budeng,  penghuni Situ Gunung itu yang suka muncul di antara pepohonan di sekitar De Balcone.

Lutung Budeng (Trachypithecus Auratus) termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi, keberadaan Lutung Budeng atau Lutung Jawa semakin terancam karena kerap diburu untuk diperjual belikan melalui perdagangan gelap (online).

Monyet hitam ini keberadaannya sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan. Karena satwa ini berperan dalam penyebaran biji dan membantu penyerbukan tumbuhan di hutan. Untungnya siang itu tidak ada penampakan dari Lutung Budeng.

Perhatian saya justru ke jaring-jaring di bawah De Balcone yang bisa menjadi spot foto yang menantang. Selain jadi pengaman karena kafetaria berada di tepi jurang, jaring-jaring dari tali yang rapat memungkinkan untuk foto diatas pucuk pohon-pohon besar dan menjadi pengalaman unik, di samping benar-benar jadi tempat uji nyali.

Upiet, Munir dan sejumlah pengunjung dari komunitas gereja di Serpong yang berbagi kudapan rujak di area kafetaria bersama rombongan CSC menguasai area jaring-jaring dengan berpose ria. Sekali lagi guling-guling saja di jaring, jangan lihat kebawah !!.

Alhamdulilah saat beranjak pulang menuju Restoran Sakurate di Salabintana untuk sholat dan makan siang, saya sudah foto guling-guling di jaring-jaring serasa jadi laba-laba besar diantara dedaunan untuk dikirim ke cucu, Sarah Anjani, 4 tahun. 

Bukan mau pamer, tapi latihan positif thinking saja. Selagi pengamanan optimal kenapa ragu mencoba pengalaman baru. Dua tahun lalu andung ( nenek) nya ini lulus jalan di atas ketinggian jembatan kaca sepanjang 430 meter di Provinsi Zhangjiajie, Hunan, China dengan ketinggian 300 meter di atas tanah.

Tiba di Sakurate Japanese Food at Sea, saya prioritaskan sholat dulu. Restoran yang viral ini karena bentuk bangunannya memang menyerupai kapal pesiar. Hebatnya lagi, kapal pesiar ini seolah-olah tengah mengarungi lautan karena dibangun diatas kolam renang berukuran luas yang memiliki gelombang ombak.

Pantas saja banyak tamu dari jembatan gantung yang langsung ke Sakurate juga karena sesuai namanya, resto yang berlokasi di Jalan Selabintana KM 5, Kabupaten Sukabumi, tersebut mengusung tema bergaya ala Jepang. Sudah pasti menu makanan yang ditawarkannya pun seluruhnya bernuansa negeri sakura itu.

Bangunan lantai bertingkat dua ini sepenuhnya berfungsi sebagai gedung resto. Pada dek utama atau lantai atas berfungsi sebagai ruang makan terbuka. Di tempat ini, pengunjung bisa menikmati kuliner dengan suguhan pemandangan dari atas kapal. 

Sementara untuk lantai dasar menjadi ruang makan tertutup, bahkan bisa digunakan juga sebagai meeting room. Sepanjang lorong di depan ruang makan tertutup jadi spot selfie yang keren dengan deretan gambar-gambar putri-putra pangeran Jepang dengan pakaian tradisional kimono di dinding luarnya.

Pakaian khas Jepang berupa Kimono casual yang dikenakan sebagian  pelayan membuat Sakurate bukan sekedar tempat kuliner tapi juga obyek wisata menarik yang instagramable,  apalagi menu-menu yang ditawarkan juga tidak mengecewakan.

Setelah sholat Ashar, rombongan Citos Swimmer Community kembali ke Jakarta, melewati kemacetan jalan raya Cibadak dan akhirnya tiba kembali di Citos mall, Jakarta Selatan. Alhamdulilah perjalanan tadabur alam ini sekaligus mengikat tali silaturahim dengan anggota yang sudah jarang latihan renang. Good bye.. deh, tunggu jalan-jalan lagi ya…

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)