KUALA LUMPUR, bisniswisata.co.id : Industri unggas halal Malaysia yang merupakan penggerak perekonomian utama, terus meningkat meskipun ada tantangan global.
Namun, di balik keberhasilannya terdapat hambatan tersembunyi: kurangnya kesadaran, kekurangan tenaga kerja, dan meroketnya harga pakan.
Konsumsi Tinggi, Taruhan Tinggi:
Dilansir dari halaltimes.com, Masyarakat Malaysia juga menyukai unggas, sama seperti masyarakat lainnya, dengan rata-rata 50 kg per orang setiap tahunnya. Nafsu makan yang besar ini, melebihi sumber protein lainnya, menggarisbawahi pentingnya industri ini. Namun, permasalahan lingkungan dan seruan untuk mengurangi konsumsi daging menambah kompleksitas sektor ini.
Menjelajahi Labirin Halal:
Malaysia memiliki peraturan halal yang ketat, yang diberlakukan oleh Jakim dan HDC, memastikan kepercayaan konsumen dan kredibilitas pasar. Meskipun sistem yang kuat ini menawarkan keuntungan, namun juga menghadirkan tantangan.
Hayazi Darus dari QSR Brands menyoroti masalah kesadaran: “Kami memiliki lebih dari 700 pemasok. Memberikan informasi terbaru kepada semua orang tentang persyaratan halal yang baru sangatlah penting, jika tidak kita berisiko mengalami ketidakpatuhan.”
Krisis Tenaga Kerja:
Hal yang menambah kompleksitas adalah kurangnya tenaga terampil halal.Perusahaan menanggung biaya perekrutan dan pelatihan eksekutif halal, sehingga semakin membebani sumber daya.
Hayazi menyarankan untuk memasukkan mata kuliah halal ke dalam kurikulum universitas untuk meringankan beban ini.
Melampaui Kuantitas, Menuju Kualitas:
Meskipun berada di peringkat ke-19 secara global dalam produksi unggas, Malaysia tertinggal dari negara-negara besar seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Namun, targetnya masih menunjukkan kemajuan.
Memanfaatkan teknologi, menargetkan pasar perdagangan strategis, dan menggalang dukungan pemerintah adalah kunci untuk menutup kesenjangan tersebut.
Keberlanjutan di Kandang:
Keberlanjutan semakin menjadi perhatian. Risyawati Mohamed Ismail dari FInDER menunjukkan inisiatif seperti daur ulang kotoran dan pemberian pakan secara presisi sebagai langkah menuju efisiensi dan pengurangan limbah. Solusi otomasi dan berbasis data juga menjanjikan industri yang siap menghadapi masa depan.
Pemerasan Harga Pakan: Gigitan Terbesar:
Tantangan industri yang paling mendesak, menurut Dr. Risyawati, adalah kenaikan harga pakan yang tidak henti-hentinya. Tekanan ini memberikan dampak yang paling berat bagi petani skala kecil, dan berpotensi mempengaruhi keterjangkauan konsumen.
Meskipun subsidi pemerintah menawarkan keringanan sementara, solusi jangka panjang sangatlah penting.
Membangun Masa Depan yang Berkelanjutan:
Dr. Risyawati menganjurkan penggunaan bahan pakan yang bersumber secara lokal, mengurangi ketergantungan pada bahan impor dan mengurangi fluktuasi ringgit.
Subsidi untuk peralatan pertanian dan sistem pengelolaan limbah juga dipandang penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi:
Momok pandemi di masa depan tampak besar. Risyawati menyarankan dukungan pemerintah terhadap langkah-langkah biosekuriti, vaksin, dan program pengelolaan penyakit untuk memastikan ketahanan industri dalam menghadapi gangguan yang tidak terduga.
Industri unggas halal Malaysia berada di persimpangan jalan. Dengan mengatasi tantangan internal dan beradaptasi dengan realitas global yang berkembang, negara ini dapat mengamankan posisinya sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan berkembang di tahun-tahun mendatang.