NASIONAL

Gunung Es Industri Perjalanan Wisata

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pelaku industri perjalanan pariwisata berkontribusi dalam mengais devisa baru Rp86 triliun pada 2016 atau separuh dari perolehan devisa pariwisata Indonesia sebesar US$176 triliun. Kontribusi tersebut ditaksir bakal melonjak dua kali lipat pada 2019.

Sepintas, kinerja industri perjalanan wisata di Indonesia mungkin tak cukup menyita perhatian banyak pihak. Namun, memperhitungkan ekosistem perekonomian di sekitarnya, geliat industri pelesiran secara nasional tak bisa dipandang sebelah mata.

Mulai hadir dan eksisnya teknologi digital membuat generasi milenial di masyarakat mengubah segalanya. Salah satu karakteristiknya yang mandiri dan enggan diatur-atur, terbukti memunculkan tren baru di masyarakat dengan banyak munculnya bisnis rintisan dan aktivitas wirausaha.

Kebutuhannya terhadap layanan transportasi yang cepat, simpel, digitalized mampu menghidupkan bisnis baru berupa taksi dan ojek online. Bahkan wisata belanja digeser online shopping. Pesan kamar hotel juga mengalami pergeseran. Dan kini industri perjalanan pariwisata (tour and travel) pun mengalami pergeseran luar biasa

Di mata generasi milenial, urusan pariwisata bukan lagi semata-mata soal bepergian ke satu tempat, melainkan lebih ke persoalan gaya hidup (lifestyle). Mengubah pola konsumsi, mengurangi belanja, hingga memangkas biaya hidup reguler bakal dijalani demi mewujudkan trip impian.

Di lain pihak, bicara soal potensi industri perjalanan wisata tak pernah bisa dilepaskan dari kinerja sektor-sektor bisnis di sekitarnya. Sebut saja industri maskapai penerbangan dan jasa transportasi lain, seperti kereta api atau kapal laut, lalu juga industri perhotelan, kuliner, bisnis agen wisata, hingga layanan meeting incentive convention & exhibition (MICE).

Semua sektor tersebut saling berkelindan dan bersinergi membentuk ekosistem dalam sebuah naungan besar sektor industri pariwisata. Dengan banyak dan variatifnya subsektor di dalamnya, industri pariwisata menjadi seolah gunung es yang sepintas terlihat serderhana, namun di dalamnya menyimpan potensi yang jauh lebih besar lagi.

Seperti tahun 2016, seperti dilansir laman Wartaekonomi, industri perjalanan wisata mampu mendatangkan devisa sebesar Rp86 triliun. Nilai tersebut separuh dari total devisa yang masuk dari aktivitas kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia di sepanjang tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp172 triliun.

Hal ini tak lepas dari kedatangan turis asing ke Indonesia yang diperkirakan dapat menghabiskan rata-rata US$1.100 hingga US$1.200 dalam setiap kunjungannya. Atas hitungan tersebut, kinerja bisnis perjalanan wisata dan subsektor industri pariwisata lain sejauh ini telah berkontribusi sekitar 4% terhadap total perekonomian nasional.

Dengan segala pembenahan yang telah dilakukan, porsi kontribusi tersebut oleh pemerintah ditargetkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 2019. Sementara, jumlah wisatawan yang bakal datang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2019 ditargetkan bakal menembus angka 20 juta pengunjung. Adapun capaian perantara di tahun 2018 diharapkan bisa mencapai 17 juta wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Indonesia.

Menurut Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, dengan jumlah kunjungan wisata sebanyak itu maka akan semakin banyak sektor-sektor bisnis di bawah industri pariwisata yang bakal turut merasakan berkahnya.

“Ada banyak industri yang terlibat baik operator perjalanan wisata, travel agent, bisnis hotel, transportasi, taman hiburan, dan lain sebagainya. Semuanya terkoneksi, baik melalui asosiasi secara langsung maupun tidak langsung, terkoneksi satu sama lain dalam kerangka sektor pariwisata nasional,” tutur Hariyadi.

Sebagai contoh, Hariyadi menyebut bisnis hotel pada tahun 2018 ini bakal berpotensi meraup untung cukup signifikan seiring dengan adanya event Asian Games dan juga program Jakarta Weekend Hot Deals. Hariyadi memperkirakan, tingkat okupansi hotel di Jakarta tahun 2018 bakal terdongkrak hingga mencapai 75%, dibanding pada tahun 2017 lalu sebesar 63,26%.

“Yang kita kejar untuk momen Asian Games ini jelas kalangan supporter sehingga (tingkat okupansi) bisa mencapai angka 70% hingga 75%. Bahkan, kini kami sedang mengupayakan kerja sama dengan Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (Inasgoc) agar supporter—selain dapat tiket hotel— juga dapat tiket pertandingan,” ungkap Hariyadi.

Selain perhotelan, salah satu entitas bisnis lain dalam ekosistem industri pariwisata yang kini tengah potensial, di antaranya adalah bisnis meeting incentive convention & exhibition (MICE). Ceruk pasar ini diyakini juga memiliki peluang yang tak kalah besar dalam mendatangkan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Yang menarik, wisatawan yang datang lantaran mengikuti kegiatan MICE diklaim memiliki rata-rata pengeluaran dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding wisatawan biasa.

Tak hanya itu, wisatawan MICE biasanya datang dalam jumlah banyak serta berpeluang untuk datang kembali sebagai repeater guest. Perlu dicermati juga bahwa MICE masuk dalam lima teratas (top five) dalam hal kontribusinya mendatangkan wisatawan mancanegara, di luar wisata belanja dan kuliner, wisata heritage dan religi, wisata bahari, serta wisata olahraga.

Dengan gambaran seperti di atas, potensi bisnis perjalanan wisata terbuka lebar seiring dengan gambaran positif pariwisata. Ibarat kata, perfoma bisnis wisata yang kelihatan saat ini layaknya puncak gunung es yang potensi di bawahnya luar biasa besar. (NDY)

Endy Poerwanto