DAERAH

Geopark Bukit Penyabung Menuju Wisata Internasional

BANGKA BELITUNG, bisniswisata.co.id: Pasca 6 Geopark Indonesia Diakui UNESCO sebagai geopark atau taman dunia, beberapa geopark yang tersebar di penjuru nusantara mulai bermunculan. Tak bisa dipungkiri di Indonesia, tercatat ada sekitar 40 geoheritage. Sehingga wajar
jika daerah juga ingin diakui dunia.

Keenam geopark a atau taman bumi yang sudah dapat stempel dunia antara lain Danau Toba di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Gunung Batur, Bali. Geopark Nasional Ciletuh Palabuhanratu, Jawa Barat. Gunung Sewu, Yogyakarta dan Geopark Merangin, Jambi.

Kini Bukit Penyabung di Desa Pelangas, Kecamatan Simpangteritip, Kabupaten Bangka Barat Bangka Belitung (Babel), mulai naik daun. Pemkab Bangka Barat terus mempromosikan sekaligus mengajak wisatawan untuk datang menyaksikan. Pasalnya, Bukit Penyabung memiliki daya tarik wisatawan bahkan menjadi pusat pendidikan berwawasan lingkungan.

Bukit ini, memiliki seluruh tiga unsur untuk bisa diakui sebagai geopark lokal, yaitu unsur Geodiversity atau keanekaragaman batuan, Biodiversity atau keaneragaman flora dan fauna, serta Culturaldiversity atau cakupan budaya masyarakat setempat.

“Seluruh unsur tersebut ada di Pelangas, kami berharap pada 2020 bisa melaksanakan peluncuran Bukit Penyabung menjadi geopark lokal sehingga bisa memberi dampak positif yang besar bagi perekonomian masyarakat setempat dan menjadi pusat edukasi berwawasan lingkungan, terutama bagi generasi muda,” lontar geologist Ardianeka di Bangka Barat seperti dilansir Antara, Senin (22/07/2019).

Ardianeka juga jabat Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan KPHP Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Babel dalam beberapa bulan terakhir telah meneliti dan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar Bukit Penyabung. “Pemahaman masyarakat mengenai konsep pengembangan geopark terus dilakukan agar mereka makin peduli dan mampu menjadi pelaku utama dalam pengembangan tersebut,” ujarnya.

Usaha keras Ardianeka mendapatkan sambutan dari berbagai pihak, baik pemerintah desa, instansi pemerintah maupun masyarakat setempat yang perlahan-lahan mulai memahami konsep yang ke depan akan membawa manfaat peningkatan ekonomi warga di daerah itu. Bukti Penyabung berada di dalam kawasan Hutan Tanaman Rakyat seluas kurang lebih 90 hektare, tiga tahun lalu telah mendapat

Sebagai langkah awal, warga di sekitar Bukti Penyabung dalam beberapa bulan terakhir telah melakukan berbagai persiapan sesuai perencanaan awal, seperti penanaman kembali sejumlah tanaman lokal yang jumlahnya semakin terbatas, pembersihan dan pembuatan jalan menuju lokasi dan pelepasliaran satwa endemik untuk menjaga populasi.

“Satwa endemik berupa tiga ekor mentilin atau ‘tarcius bankanus’ dan seekor kukang ini kami lepaskan ke habitat aslinya agar bisa berkembang biak dengan baik dan jumlahnya semakin bertambah,” kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Marwan saat berkunjung di Bukit Penyabung.

Kegiatan pelepasliaran satwa di puncak bukit dilaksanakan Kepala Dinas Kehutanan Babel bersama Kapolres Bangka Barat, Kodim Bangka Barat, Basarnas Babel dan sejumlah warga Desa Pelangas. “Kami berharap melalui kegiatan ini masyarakat setelah kegiatan ini masyarakat desa setempat semakin bersemangat dalam menjaga kelestarian hutan Bukit Penyabung,” katanya.

Kegiatan bersama sejumlah instansi tersebut dilaksanakan juga sebagai langkah awal dalam rangka pengembangan Bukit Penyabung menuju taman bumi atau “geological park” yang ada di Kabupaten Bangka Barat.

“Dengan berbagai pola pembinaan masyarakat yang dilakukan kawan-kawan KPHP Rambat Menduyung, kami targetkan pada 2020 Bukit Penyabung menjadi salah satu destinasi wisata alam dengan konsep geopark lokal yang dilengkapi kebun binatang mini,” katanya.

Kapolres Bangka Barat, AKBP Firman Andreanto memberikan apresiasi positif atas terselenggaranya kegiatan itu. “Kami mendukung kegiatan tersebut dan rencana pembentukan Geopark Bukit Penyabung, jika kebun binatang mini sudah selesai dibangun kami akan sumbang beberapa hewan langka lokal lainnya,” kata Firman.

Ia menyanggupi untuk memberikan beberapa satwa lokal, seperti tupai terkecil di dunia yang berukuran jari telunjuk orang dewasa, binturong, tupai tiga warna dan kancil untuk dilepaskan di lokasi itu. “Kami mendukung upaya tersebut karena positif dan mampu menggerakkan masyarakat secara swadaya menjaga kelestarian hutan yang ada di sekitar tempat tinggalnya,” paparnya.

Masyarakat juga diberi kesempatan mengembangkan budi daya madu pahit guna meningkatkan kesejahteraan petani hutan sekaligus memberi contoh pola pengelolaan hutan yang baik. Selain usaha budi daya madu pahit di dalam kawasan hutan, di desa itu juga berhasil dikembangkan budi daya madu manis, yang kini cukup produktif dan menjadi salah satu mata pencaharian anggota kelompok tani hutan.

Kepala Desa Pelangas, Welly mengatakan masyarakat, khususnya para anggota kelompok tani hutan, saat ini sudah bisa merasakan pola kerja sama dalam upaya pelestarian hutan bersama KPHP Rambat Menduyung. “Saat ini kami sedang merancang untuk memulai pembangunan geopark atau taman bumi lengkap dengan kebun binatang mini di Bukit Penyabung untuk menggeliatkan sektor pariwisata,” katanya.

Masyarakat setempat sudah bisa merasakan manfaat pola pengelolaan hutan lestari dan siap menyambut kedatangan para wisatawan untuk menikmati keindahan dan keunikan flora dan fauna di Bukit Penyabung. Selain sosialisasi dan identifikasi keanekaragaman flora dan fauna yanga da di Bukit Penyabung, pihaknya bersama warga juga melakukan pembersihan jalan dan penanaman berbagai jenis tumbuhan lokal, seperti kepayang, kulan, tampui, mali, dan bernai.

Ardianeka berharap dalam waktu dekat sebagai langkah awal untuk merealisasikan geopark lokal Bukit Penyabung, diharapkan kepala daerah menerbitkan SK Geopark Lokal dan menyerahkannya kepada badan pengelola, ditindaklanjuti dengan penandatanganan kerja sama antara Pemkab bersama Dinas Kehutanan Babel. (NDY)

Endy Poerwanto