JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjadi tumpuan harapan dalam mengelola pariwisata yang inovatif dengan tetap mengedepankan unsur kesehatan di tengah pandemi COVID-19.
Pengamat pariwisata Efin Soehada mengatakan saat program dan sertifikasi CHSE dari Kemenparekraf sudah berjalan dan diterapkan oleh industri wisata di Indonesia sejak September 2020 lalu maka pariwisata Indonesia siap bangkit.
CHSE adalah singkatan dari Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan) dibawah payung program Indonesia Care ( IndoCare) yang mendorong masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
“Kreativitas dan inovasi Menparekraf yang baru ditunggu agar sektor yang menjadi motor penggerak ekonomi ini kembali menyerap banyak tenaga kerja,” kata Efin.
Dia melihat langkah pemerintah Singapura dan Thailand selama pandemi yang membuat kebijakan menggerakkan roda ekonomi dengan mendorong program wisata domestik dengan bonus voucher, misalnya.
Pemerintah Thailand juga berikan subsidi bagi warganya yang mau berwisata ke berbagai daerah dengan memberikan voucher-voucher murah. Sedangkan wisatawan asing ke Thailand diwajibkan untuk tetap berada di Thailand setidaknya selama 90 hari.
Ini termasuk karantina 14 hari yang diwajibkan, yang dapat mereka lakukan di hotel mewah. Setelah menyelesaikan hari-hari ini, mereka akan dapat melakukan perjalanan keliling negeri.
Dia menilai menarik wisatawan yang dapat menghabiskan lebih banyak uang dan tinggal lebih lama di Thailand itu dapat mengurangi kerugian yang dialami industri pariwisata nasional.
” Saya juga baca artikel ‘Singapura akan Pisahkan Jalur Perjalanan & Turis Bisnis’, bagaimana bandara Changi yang luas bisa disulap jadi tempat camping yang pastinya butuh kordinasi, sinergi yang kuat antara pemerintah -swasta hingga warga Singapura bisa liburan dan menginap dalam tenda mewah di airport,” kata Efin Soehada.
Singapura menunjukkan bagaimana mengeksploitasi lahannya yang sangat terbatas dengan sangat cerdas dan terus melakukan inovasi termasuk bagaimana ekonominya diaktifkan di masa pandemi.
“Intinya inovasi berkelanjutan dan selalu cari akal dari keterbatasan yang ada dan berani bakar uang alias investasi untuk meraih tujuan tetap dengan dengan cara penuh kalkulasi,” ungkapnya.
Pola ATM alias Amati, Tiru dan Modifikasi dalam kaitan peroleh uang (cuan) dari negeri jiran perlu dilakukan oleh pemerintah dan industri pariwisata di Indonesia. Sejak dulu mereka ( Singapura) paham sekali menjaring pasar besar wisatawan Indonesia.
“Pemerintah dan pelaku usaha Singapura paham betul kualitas sosiologis orang Indonesia yang suka jalan, suka kemudahan, rela rogoh kocek untuk kesenangannya, senang belanja dengan emosional. Semua kualitas itu mereka rangkum menjadi program2 wisata yang menarik perhatian dan paketnya dibeli wisatawan Indonesia ” kata Efin lagi.
Pemerintah Indonesia perlu menaikkan devisa dari sektor pariwisata dengan produk-produk yang bakal hit dan dibeli masyarakat dunia, disamping persiapkan SDMnya dengan cara benar seperti yang secara unvisersal dilakukan.
“SDM jadi ujung tombak krusial. Sekolah kepariwisataan yang bagus- bagus di bawah Kemenparekraf seperti STTP Bandung, STTP Bali, dan lainnya yang memiliki standar bagus, perlu digandeng oleh pemerintah dalam mengembangkan industri ‘hospitality’ ini,” tuturnya.
Demikian juga kerjasama dengan institusi-institusi terkait yang mendukung kepariwisataan seperti Kementerian PUPR, Kemenkes, Kemenpora, pihak-pihak keamanan, dan lainnya termasuk asosiasi-asosiasi teknis yang terkait.
“Dunia pariwisata memang memerlukan sinergitas dan kolaborasi intens lintas institusi dan asosiasi teknis terkait,” kata wanita yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang ekonomi – manajemen stratejik, ilmu administrasi, dan linguistik ini.
Untuk bisa ‘mengeruk’ devisa dari sektor pariwisata sekarang ini pengelolaan big data akan kebutuhan/kesenangan warga dunia atau pasar-pasar kepariwisataan utama yang mau dibidik, jadi sangat penting.
” Di Kemenparekraf terutama yang ditugasi R&D bisa banget dapatkan kumpulan algoritma perilaku konsumen kepariwisataan yang bisa jadi basis pengambilan keputusan program apa yang perlu dikembangkan di tanah air ,sehingga ber-bondong2 warga domestik dan manca negara datang dan nikmati suguhan-suguhan yang bakal membawa kenangan manis, indah, tak terlupakan bagi para wisatawan itu,”
Keluar kocek gede bisa jadi di urutan ke sekian. Big data dengan algoritmanya jadi kritikal utk diabaikan dan negara tetangga yang wilayahnya sangat tetbatas sudah melakukan semua itu, tegas Efin mengingatkan.
Wisatawan Indonesia bahkan sebelum terjadi pandemi global ini kerap datang sekedar malam mingguan di Singapura lalu kembali lagi ke Jakarta atau datang karena ingin kulineran makanan tertentu.