
BRUNEI, bisniswisata.co.id: WANGI aroma kue Serabi Bandung, mengundang kaki saya melangkah mencari sumber aroma dari sekian banyak booth seller peserta ASEAN Tourism Forum di area Hall 2 Bridex Convention Centre, Brunei Darussalam. Tidak ada acara cooking class diajang tahunan B to B se ASEAN ini. Ternyata aroma Serabi Bandung menebar dari booth negeri gajah putih Thailand, negara yang identik dengan olahan Tom Yam nya.

Nampak sibuk dua orang chef dengan alat masaknya. “Hai, come try our thainess,” sapa superviser F&B hotel berbintang di Thailand tersebut dengan ramah, sembari menyodorkan kue yang masih berasap, beralas piring mungil berbahan baku casava/ubi kayu.
Serabi itu namanya Khanom Krok , bahan baku, cara membuat adonan, proses memanggangnya sampai topping sama dengan masyarakat nusantara membuat serabi baik dari Jawa Barat mau pun serabi Solo. Sedikit berbeda untuk penyempurnaan sajian, jika Solo dengan kuah gurihnya, Bandung dengan topping oncom. Topping olahan Thailand memang inovatif dan memanfatkan sebesar- besarnya produk pertanian mereka. Mereka tak hanya menaburkan coklat ceres, juga menawarkan beragam potongan buah, bunga, sayur yang telah diolah, umbi- umbian, dan biji- bijian, dari yang manis, asam, pedas, tinggal pilih sesuai selera.
Keseriusan Thailand mendukung pelaksanaan program Gastronomy Tourism ASEAN, ditunjukkan dengan menampilkan Khanom Krok dan satu kudapan ringan masyarakat Thailand lainnya yaitu Khanom Bueang, penekuk renyah bercitarasa gurih. Semua bahan baku dibawa dari Thailand. Pantas diakui bahwa Thailand negara yang mampu menjembatani industri pertanian dan kepariwisataan untuk pertumbuhan perekonomian negara, sekaligus mensejahterakan masyarakatnya.

Diplomasi Thailand melalu kudapan juga dapat dilihat dari keberhasilan mereka menempatkan sejumlah restoran diseluruh penjuru dunia, khususnya di negara- negara tujuan wisata. Mulai dari warung take-out sederhana hingga restoran fine dining. Hidangan Thailand juga sangat menekankan pada bahan-bahan nutrisi termasuk herbal bernilai tinggi, sehingga industri ikutan dari pertanian dan kepariwisataan di Thailand tidak hanya menumbuhkan pasar gastronomy tourism, juga health tourism.
Menurut kajian Organisasi Pariwisata Dunia di PBB (UNWTO), pada The Fourth UNWTO Forum on Gastronomy Tourism, 20 persen budget perjalanan adalah untuk makan dan minum dan gastronomi meraup miliaran dolar dalam setiap musim liburan. Namun bagi Thailand, aku Klissada Ratanapruk, TAT Executive Director for ASEAN, South Asia and the South Pacific Region, gastronomy tourism tidak hanya memberi manfaat secara ekonomi, juga alat melestarikan tradisi bertani, dan kebudayaan yang menyertainya.
Michelin
Pada tahun 2017, Tourism Authority of Thailand (TAT) bekerja sama dengan Michelin — lembaga pelaksana peringkat bintang untuk restoran — berbasis di Perancis untuk menggunakan sistem peringkat bintang bagi usaha makanan di Thailand. Kemitraan ini menghasilkan Michelin Guide Book yang pertama. Buku panduan pertama menyoroti hampir 100 (98) restoran kudapan internasional, Asia dan sebagian besar Thailand dengan 28 warung makanan jalanan.
Pada kemitraan tahun ke dua, target TAT adalah untuk memperluas daftar restoran dan kedai makanan jalanan kawasan Phuket, Phang Nga dan Chiang Mai. Pada edisi terbaru tahun 2020 restoran Sorn dan R-Haan Thai telah mencapai peringkat bintang dua dari Michelin. Bukti dedikasi para juru masak mampu meningkatkan standar masakan Thailand. Wajar saja jika standar tampilan tempat makan dan olahannya di kaki lima sama standarnya dengan yang di hotel berbintang. Thailand!