CANBERRA, bisniswisata.co.id: Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affais and Trade (Departemen Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan) sempat memperbaharui travel advice atau imbauan perjalanan bagi warganya yang berkunjung ke Indonesia. Salah satunya karena adanya rencana Revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( RKUHP).
Travel advice dikeluarkan pada Jumat (20/9) lewat situs resmi pemerintah Australia, Smartaveller.gov.au. Dalam situs itu, tertulis kemungkinan turis Australia terkena resiko penjara atau denda saat berwisata di Indonesia. Meskipun tetap dituliskan aturan undang-undang baru berlaku dua tahun setelah disahkan.
Beberapa detail yang difokuskan oleh pemerintah Australia bagi warganya yang ingin berwisata ke Indonesia, terkait RKHUP adalah: seks di luar nikah, termasuk bagi hubungan sesama jenis, tinggal bersama di luar stastus nikah, tindakan tak senonoh di tempat umum, menghina presiden, wakil presiden, agama, simbol negara dan institusi, menggangu ideologi pancasila.
Travel advice sudah diumumkan sejak Jumat (20/9). Pada Senin (23/9) travel advice tersebut diperbarui. “Kami telah memperbarui travel advice kami untuk memasukkan informasi baru tentang kemungkinan perubahan di masa depan terhadap KUHP Indonesia. Setiap perubahan hanya akan mulai berlaku dua tahun setelah undang-undang baru disahkan (lihat undang-undang),” seperti dikutip dari Smarttraveller.gov.au.
“Kami belum mengubah tingkat imbauan kami ‘berwisata dengan sangat hati-hati’ di Indonesia, termasuk Bali. Tingkat yang lebih tinggi berlaku di Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah, dan Provinsi Papua,” tambahan tertulis dalam situs web tersebut.
Profesor di Melbourne University Tim Lindsey, yang juga menjabat sebagai director of the Centre for Indonesia Law, Islam and Society mengatakan peraturan mengenai seks di luar nikah akan menciptakan masalah besar bagi orang asing jika itu diberlakukan.
“Apakah wisatawan (asing) harus membawa akta pernikahan saat berkunjung ke Indonesia? Ini juga membuat wisatawan asing rentan diperas. Akan sangat mudah bagi polisi di Bali untuk berkata ‘kamu belum nikah, kamu harus bayar’. Itu skenario yang sangat mungkin,” jelas Lindsey kepada The Sydney Morning Herald, Senin (23/09/2019).
Dalam laporan The Sydney Morning Herald menyebutkan rencana Revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( RKUHP) membuat banyak turis asing, terutama dari negara-negara Eropa dan Australia, mulai berpikir ulang untuk berwisata ke Indonesia, termasuk Bali dan NTB.
Pasalnya, dalam RKUHP, tepatnya pada pasal 417 terdapat aturan yang melarang persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri dengan sanksi penjara paling lama satu tahun atau denda kategori II. Tambahan pula pasal 419 yang melarang pasangan belum menikah, hidup bersama dapat dipenjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Denda tersebut bernilai sekitar Rp 50 juta.
“Saya mengerti kami tidak bisa berpegangan tangan atau berciuman di pura atau tempat religius lain. Namun saya tidak ingin khawatir melakukan sesuatu yang normal di kampung halaman tetapi bisa kena masalah untuk itu. Ya, kami akan mempertimbangkan lagi untuk datang ke Bali,” kata turis asal Inggris Rosa Hughes dan pasangannya Jake Rodgers yang menginap di daerah Kuta, Bali, seperti dikutip dari The Sydney Morning Herald, Senin (23/09/2019).
Turis lain asal Perth, Australia, Kelly Ann mengatakan rencana RKUHP tidak akan memengaruhinya. “Saya percaya mereka yang masuk dalam kategori ini (pasangan belum menikah) tidak akan datang kembali. Kami akan kembali ke Bali, tetapi pasti akan kehilangan beberapa orang,” jelas Ann.
Profesor di Melbourne University Tim Lindsey, juga menjabat sebagai Director of the Centre for Indonesia Law, Islam and Society mengatakan peraturan mengenai seks di luar nikah akan menciptakan masalah besar bagi orang asing jika itu diberlakukan.
“Apakah wisatawan (asing) harus membawa akta pernikahan saat berkunjung ke Indonesia? Ini juga membuat wisatawan asing rentan diperas. Akan sangat mudah bagi polisi di Bali untuk berkata ‘kamu belum menikah, kamu harus bayar’. Itu skenario yang sangat mungkin,” jelas Lindsey kepada The Sydney Morning Herald.
Peneliti di International Institute for Strategic Studies, Aaron Conolly di Singapura mengatakan perubahan hukum akan memiliki dampak besar bagi pariwisata Bali dan daerah lain di Indonesia.
Apalagi saat ini pemerintah Jokowi sedang gencar mempromosikan 10 Bali Baru untuk mendorong pertumbuhan pariwisata. “Perwakilan negara Eropa di Jakarta secara privat menginformasikan kepada para anggota DPR mereka akan melakukan pembaruan pada travel warning (peringatan perjalanan) dan akan ada pemberitaan media massa yang buruk. Namun saran itu tidak dihiraukan,” pungkas Conolly.
“Saya kira para pembuat undang-undang ini tidak mengerti bahwa meskipun undang-undang ini sebagian besar tidak akan diterapkan pada orang asing, mereka tidak paham akan berimbas pada pariwisata,” jelas Conolly.
Lindsey menambahkan, tentunya tak heran perwakilan negara asing di Indonesia termasuk Australia akan memperbarui travel advice (himbauan perjalanan). “Ini sangat beresiko dan mereka harus memperingati lebih dari satu juta wisatawan Australia yang bepergian ke sana (Indonesia) setiap tahun,” kata Lindsey.
Di tempat terpisah Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Prof. Azril Azahari, PhD menilai dampak turis asing tidak datang ke Indonesia, sangat tergantung pada RKUHP itu sendiri. Dengan kata lain apakah akan diloloskan atau tidak dan apakah berlaku bagi wisman atau tidak., hal itu sangat tergantung wakil rakyat serta pemerintah.
“Nampaknya parlemen atau DPRD secara tergesa-gesa mengangkat suatu RKUHP tanpa ada penjelasan detailnya sehingga menjadi ngambang. Kondisi ini membuat wisatawan asing mengalami ketidakpastian untuk datang berwisata ke Indonesia. Apalagi sampai ada yang membatalkan kunjungan ke Indonesia, inikan sangat merugikan bagi pariwisata kita,” papar Azril.
Dilanjutkan, solusi untuk mengatasi masalaini, hanya ada ditangan pemerintah beersama parlemen (DPR), segera memberikan penjelasan yang detail terhadap RKUHP tersebut dan sosialisasinya sejauh mana,” paparnya. (end)