JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kegiatan bisnis mulai menggeliat, sebagian kantor sudah beroperasi termasuk Biro Perjalanan Wisata ( BPW). Selain minat masyarakat untuk berwisata masih sepi, justru travel agent kini direpoti permintaan Refund Tiket.
” Masyarakat yang membeli tiket penerbangan dan batal berangkat minta refund tiket jangan ke travel agent atau BPW tapi minta ke airlines waktu dulu pesannya kemana ?,” ungkap Sjachrul Firdaus, Direktur Eksekutif ASTINDO, hari ini.
Menurut Firdaus, uang konsumen untuk pembelian tiket penerbangan sepenuhnya ada di perusahaan penerbangan ( airlines). Bahkan uang travel agent berupa top up juga tertahan di pihak airlines sehingga konsumen dan travel agent nasibnya sama, uang miliknya belum dikembalikan atas nama pandemi global COVID-19 ditahan oleh perusahaan penerbangan.
Sjachrul Firdaus mengatakan waktu bulan Januari-Febuari 2020 masyarakat banyak yang membeli tiket penerbangan dan paket-paket wisata di pameran-pameran maupun promo-promo menarik airlines untuk Lebaran, momen liburan sekolah dan kebutuhan wisata lainnya.
” Masyarakat banyak yang beli paket wisata dalam dan luar negri, paket umroh, voucher-voucher hotel dan mendadak ada pandemi semua yang sudah dibeli tidak bisa dipakai,” kata Sjachrul Firdaus.
Semua fasilitas penerbangan kemudian lumpuh, konsumen tidak dapat memanfaatkan apa yang sudah dibelinya. Ada yang bisa dijadwalkan ulang tapi uang tidak bisa kembali terutama semua tiket penerbangan itu. Dalam suatu paket wisata, biaya penerbangan sudah menguras 60% dari harga paket.
Dia lalu menjelaskan alur pembelian tiket domestik pada konsumen yang datang pada travel agent ( TA). Untuk memenuhi permintaan konsumen mendapatkan tiket maka pihak TA melakukan deposit dulu ke rekening airlines istilahnya Top Up.
Setelah dana Top Up cukup baru tiket dikeluarkan dan TA kemudian menagih pada konsumen yang memesan. Untuk tiket international, TA harus bayar maksimal seminggu setelah tiket pesanan dikeluarkan.
” Jadi semua dana tidak mengendap di TA karena kalau dalam seminggu tidak setor ke pihak penerbangan makan TA tidak akan dilayani pembelian tiket internasional yang baru,” ungkap Firdaus.
Selama ada pandemi global COVID-19 dan industri pariwisata termasuk industri penerbangan terhenti dan muncul persoalan yang diciptakan oleh penerbangan.
” Mengapa ? karena dalam zoom meeting dengan International Air Transport Association ( IATA) dimana untuk wilayah Indonesia basisnya ada di Singapura, ditetapkan bahwa tidak ada pengembalian uang konsumen dan secara sepihak diputuskan dalam bentuk voucher yang pemakaiannya bisa diurus dan dijadwal ulang”
Telah terjadi pelanggaran karena tidak ada satupun dalam klausul IATA yang mengatur refund menjadi voucher. Padahal dana beli tiket sebagian dana penuh penumpang tapi juga ada dana talangan dari TA atas nama konsumen ( pembeli).
” Jadi kalau konsumen belinya lewat Travel Agent ( TA) maka perusahaan penerbangan baik domestik maupun asing harus kembalikan dana itu ke TA untuk diteruskan pada sipembeli. Saat ini selain refund tiket domestik tidak dibayar tunai, malah dibayar dengan sistem Top Up sehingga TA tetap tidak bisa mencairkan hak penumpang,” ungkap Firdaus.
Dia berharap pemerintah dapat memberikan solusi sebagai regulator. Tapi ternyata Dirjen Perhubungan Darat, Kemehub melihat hal ini ranahnya Business to Business ( B to B) sehingga akhirnya berlarut-larut dan melemahkan posisi konsumen Indonesia.
” Sekarang para pekerja outsourcing Lion Air sedang berunjuk rasa karena PHK yang tidak dibayarkan hak-hak pesangonnya. Jika perusahaan gulung tikar dan menyatakan pailit seperti kasus Adam Air maka hilanglah semua uang milik konsumen dan travel agent. Keberpihakan negara tidak ada, semua lepas tangan,” tegasnya.