Oleh H. Koko Sujatmiko
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ramalan Bill Gates, pendiri Microsoft, yang mempredisi bahwa pasca-pandemi COVID-19 membuat lebih dari 50 persen perjalanan bisnis akan hilang, cukup merisaukan para pelaku industri konvensi, insentif, dan pameran atau MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
Mengantisipasi prediksi ini, pelaku industri MICE perlu melakukan antisipasi dengan meningkatkan kualitas produk yang pro pada protokol kesehatan serta ramah lingkungan. Selain itu memahami perubahan perilaku wisatawan terhadap preferensi akomodasi, transportasi, dan aktivitas wisata yang dilakukan para travelling bisnis.
Bill Gates memprediksi, pandemi COVID-19 mengubah secara fundamental cara orang bepergian dan menjalankan bisnis. “Prediksi saya lebih dari 50% perjalanan bisnis dan lebih dari 30% hari kerja di kantor tidak akan terjadi lagi,” kata Gates, seperti dilansir The New York Times.
Ia mengutarakan asumsinya itu didasari pada fakta bahwa selama pandemi internet telah menciptakan bermacam kemudahan sehingga memungkinkan manusia untuk tidak lagi bekerja di kantor. Bekerja dari rumah menjadi sesuatu yang lebih memungkinkan untuk dilakukan.
Selain itu banyak perusahaan mungkin akan mengambil tindakan lebih ekstrim mengurangi jumlah pertemuan tatap muka sehingga perjalanan bisnis menjadi sesuatu yang langka dan akan mempertimbangkan dengan matang perjalanan bisnis.
Lalu, apa yang dilakukan para pelaku industri konvensi, insentif, dan pameran atau MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Para pelaku bisnis tetap percaya dan optimis bahwa para travelling bisnis tetap melakukan kegiatan meeting, incentive, convention, dan exhibition.
Bila pada masa pandemi kegiatan itu banyak dilakukan secara virtual atau hybrid, pasca-pandemi nanti akan beralih dengan bertemu langsung serta melakukan perjalanan .
Namun demikian, para pelaku bisnis MICE harus menyesuikan produk mereka sebagaimana trend para travelling bisnis pasca-pandemi yang mengutamakan unsur clean, healty, safety, and environment.
Hal ini sebagaimana diisyaratkan Badan Pariwisata Dunia (UNWTO) bahwa pasca-pandemi terjadi perubahan perilaku wisatawan terhadap preferensi kebutuhan dalam berwisata.
Untuk kebutuhan akomodasi, misalnya, preferensi lebih mengutamakan aspek higienitas, sedangkan kebutuhan transportasi lebih memilih penerbangan langsung atau maksimum 1 kali transit.
Begitu pula aktivitas berwisata lebih memilih pada aktivitas outdoor dengan pilihan udara sejuk, self-driving, dan private tour.
Banyak negara, termasuk Indonesia,mengandalkan sektor pariwisata khususnya dari kegiatan (industri) MICE. Produk jasa ini dijadikan sebagai produk unggulan dalam mengembangkan pariwisata karena selain mendatangkan turis berkualitas, —mempunyai perhatian tinggi terhadap clean, healty, safety, and environment —juga mempunyai pengeluaran yang tinggi.
Tercatat rata-rata pengeluaran turis MICE atau Average Spending per Arrival (Aspa) sebesar US$2.000 per hari dengan lama tinggal rata-rata 5 hari.
Sebelum pandemi, kegiatan MICE di Indonesia relatif tinggi di antaranya berskala nasional, regional, dan internasional dengan memberikan kontribusi sebesar US$ 7,8 miliar terhadap PDB nasional.
Namun, kegiatan MICE tersebut menurun tajam akibat terkena dampak pandemi CONVID-19 yang membuat hampir semua kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition dibatalkan atau hanya sebagian sebagian kecil dilakukan dengan virtual dan hybrid.