Muslim Milenial Travelers ( MMT) umumnya dari generasi Gen Z ( foto: crescentrating.com )
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Wisatawan Muslim dari kalangan milenial atau di dunia disebut Muslim Milenial Travelers ( MMT) dan kerap disebut sebagai Generasi Z adalah generasi pelancong yang akan menggerakkan kebangkitan pariwisata dunia.
Dikutip dari riset crescentrating.com yang lalu, mereka yang lahir setelah 1994 ini diyakini akan menjadi generasi pelancong yang akan mendefinisikan ulang perjalanan Muslim. Didorong oleh teknologi, gen Z menghargai waktu, informasi serta solusi nyaman dari layanan perjalanan digital yang dipilihnya.
Kecakapan dalam hal menggunakan tekhnologi digital, keinginan untuk melengkapi perjalanannya dengan pilihan destinasi yang dikelola secara berkelanjutan ( sustainable) bahkan berkontribusi bagi pengembangan SDM menyarakat lokal yang dikunjungi juga menjadi ciri-ciri yang ada pada mereka.
Menyadari sepenuhnya akan keterbatasan pengeluaran mereka, oleh karena itu mereka lebih fleksibel dan bisa beradaptasi dengan baik. Berusaha untuk berinteraksi dan terbuka guna memahami budaya baru karena berwisata akan mengubah rutinitas sehari-hari.
Selama perjalanan tetap mengutamakan kepatuhan iman seperti shalat dan makanan halal, menghargai cerita otentik dan jujur serta mau mengurangi pengeluaran untuk akomodasi dan transportasi supaya bisa mendapatkan pengalaman sebanyak mungkin.
Kaum Muslim Milenial Travelers ( MMT) ini motivasi perjalanannya adalah menemukan produk dan layanan yang otentik, terjangkau & dapat diakses termasuk daya tarik wisatanya serta kenyamanan yang kerap disebut Akses, Atraksi dan Amenitas ( 3 A).
Pola perjalanan bisa diamati pada tahap perencanaan, selama perjalanan itu sendiri, dan kapan berbagi pengalaman dengan milenial lainnya. Jadi polanya adalah dapat inspirasi, pergi lalu fase menginspirasi orang lain.
Melayani mereka dalam setiap fase membuat perjalanan mereka menjadi lebih baik, lalu membagikan kisah perjalanannya pada komunitas bahkan termasuk menyebutkan layanan merek yang membantu mereka memberikan perjalanan berkesan.
Bagaimana dengan kiprah generasi Z di Indonesia ? Bukan hanya berwisata, sekelompok artis muda bahkan mampu menjaring wisatawan domestik dan jiran dengan gelaran mereka sejak tahun 2018 lalu yaitu Hijrahfest.
Acara ini diprakarsai Arie Untung bersama teman-temannya sesama artis yang tergabung di dalam Kajian Musawarah. Di sana ada sejumlah sosok kondang, termasuk Tengku Wisnu, Dude Herlino, Mario, Irwinsyah, Ricky Harun dan Dimas Seto beserta istri mereka.
Gelarannya beragam seperti kajian Islam yang terdiri dari Muslim Expo, Lecture, Talkshow, Meet and Greet Hijrah, Festival sampai ceramah dari ustad kondang Tanah Air. Tahun lalu bertajuk Unforgettable Hijrah dan Hijrahfest 2019 menghadirkan 30 komunitas muslim, 270 tennant produk muslim, 50 tennant kuliner, dan Nussa Land yang diselenggarakan pada 24-26 Mei di Jakarta Convention Center ( JCC)
Belum ada pengumuman kapan pelaksanaan Hijrahfest 2020 karena adanya pandemi global COVID-19. Tapi yang jelas seiring dengan berkembangnya trend hijrah dan meningkatnya jumlah komunitas muslim di Indonesia, meningkat pula kebutuhan akan wadah berkumpulnya umat untuk mencari jalan menuju kebaikan.
Tiga hari perhelatan dikunjungi 12 ribu orang dan seperti ciri-ciri yang disebutkan crescentrating.com, karena penyelengara dan target pengunjung adalah sesama milenial maka mulai pemesanan tiket masukpun hanya bisa dilakukan lewat aplikasi T-Cash atau uang digital Telkomsel.
Informasi acara Hijrah Festival ini juga lebih masif disebarkan lewat media sosial yang pengguna terbesarnya adalah kelompok muda kelas menengah perkotaan yang akrab dengan dunia digital tentunya.
Hijrah, yang secara bahasa berarti berpindah, digunakan sebagai sebutan untuk menamai sebuah gerakan yang mengajak kaum muslim, khususnya anak muda, untuk “berpindah” menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara meningkatkan ketaatan dalam menjalankan syariat agama.
Niken, 26, warga Pondok Gede yang datang sendiri, nampak antusias. “Saya janjian ketemu dua teman lain di sini. Mereka kan masih di kantor,” katanya. Niken sendiri mengaku telah ber-hijrah secara ekonomi.
Dia telah meninggalkan pekerjaan di sebuah bank konvensional yang dipercayainya melakukan praktek riba yang bertentangangan dengan ajaran Islam. “Sekarang sedang mencoba berbisnis,” imbuhnya sambil tersenyum saat berjumpa di acara ini tahun lalu.
Sekelompok perempuan muda yang bisniswisata temui juga tengah berdiskusi soal bagaimana menjalankan ta’aruf, model pacaran dalam Islam. Salah seorang di antara mereka mengatakan jika hendak ta’aruf, “saya mau memastikan sang calon itu kaya,” yang disambut gerai tawa teman lainnya.
Pengunjung lain, Nona, 24, warga Bintaro, yang juga mantan gadis sampul Femina 2010, mengaku dirinya tengah menjalankan ta’aruf serius. “Insya Allah, bulan depan kami menikah,” katanya tersenyum.Merujuk kisah Nona, dia mengatakan berkenalan dengan calon suami lewat seorang perantara.
“Perantara itu harus dari orang yang dipercaya seperti ustadz. Dia itu orang yang bertanggung jawab pada komunikasi kita selama proses ta’aruf. Simple kok tidak ada yang memberatkan.”
Nona yang kini berhijab telah sepenuhnya meninggalkan dunia entertainment. “Saya merasa tidak nyaman aja dengan lingkungan pada waktu itu. Saya ingin mempertahankan keimanan. Lingkungan menurut saya sangat berpengaruh membentuk akhlak perilaku kita, karena itu saya berusaha banget jaga lingkungan pergaulan,” tegasnya.
Salah seorang ustadz yang gencar mendorong umat islam berhijrah adalah Bachtiar Nasir, koordinator Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini mengingatkan pentingnya kaum muslimin berhijrah di enam bidang, yakni: fashion, food, film, fun, friend dan finance.
Hijrah Fest ini hanya sebuah bentuk konkrit kecil dari sebuah gerakan besar dari kaum milenial yang sedang berhijrah. Kalau terus bersatu bersama-sama maka akan lahir produksi makanan sendiri, pakaian, kosmetik, dan aktivitas jual beli sendiri sesama muslim.
Bukan tidak mungkin ke depan pelaksana, Arie Untung, akan menambahkan mata acara di Hijrahfest ke depan dengan mempertemukan kalangan industri wisata yang mampu menggarap pasar Muslim Milenial Traveller ( MMT) bukan mengingat potensinya di negara Muslim terbesar di dunia ini. Semoga !.