NASIONAL

YLKI Khawatir Tiket Pesawat Turun Direspons Negatif oleh Maskapai

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) khawatir penurunan persentase tarif batas atas (TBA) ini bakal direspons negatif oleh maskapai, dengan menutup atau mengurangi frekuensi rute penerbangan yang tidak dianggap menguntungkan. Jika hal ini terjadi, akses masyarakat terhadap layanan penerbangan seperti di Indonesia Timur atau remote area bisa terdampak buruk.

“Memang penurunan persentase tarif batas atas (TBA) secara teoritis bisa menurunkan harga tiket pesawat. Dalam praktiknya, belum tentu demikian. Faktanya, semua maskapai menerapkan tarif rata-rata di atas 100 persen dari tarif batas bawah (TBB),” lontar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis yang diterima Bisniswisata.co.id, di Jakarta, Selasa (14/05/2019).

Sehingga, lanjut dia, persentase turunnya TBA tidak akan mampu menggerus masih tingginya harga tiket pesawat dan tidak akan mampu mengembalikan fenomena tiket pesawat murah.

Menurutnya, penurunan TBA membuat maskapai tidak leluasa lagi untuk menaikkan tarifnya hingga 100 persen, seperti sebelumnya. Kendati begitu, turunnya persentase TBA justru bisa memicu maskapai untuk mengerek sisa persentase TBA-nya. “Artinya, tiket pesawat justru berpotensi naik pasca penurunan TBA,” lontarnya.

Seharusnya, penurunan tarif tiket bukan tidak hanya dilakukan dengan mengubah kebijakan TBA atau TBB tetapi bisa menurunkan tarif PPN tarif pesawat. Misalnya, tarif PPN pesawat yang saat ini sebesar 10 persen bisa diturunkan menjadi 5 persen. “Jadi pemerintah harus fair, bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya, yaitu menghilangkan atau menurunkan PPN tiket pesawat,” ungkapnya.

Apalagi, sambung dia, komponen tiket pesawat bukan hanya soal TBA saja, tetapi juga komponen tarif kebandaraudaraan yang setiap dua tahun mengalami kenaikan. Hal ini tentu berpengaruh pada harga tiket pesawat karena tarif kebandarudaraan (PJP2U) include on ticket.

YLKI mendesak Kementerian Perhubungan harus secara reguler mengevaluasi formulasi TBA tiket pesawat ini. Sebab selama 3 tahun terakhir, sejak 2016, formulasi TBA dan TBB belum pernah dievaluasi, tambahnya.

Sementara, Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai penurunan TBA hingga 16 %, sangat tidak masuk akal. Karena membebani maskapai bahkan membuat maskapai penerbangan menghilangkan rute-rute kecil dan mengutamakan rute besar yang menguntungkan. “Sehingga maskapai akan kehilangan layanan. Maskapai penerbangan akan fokus pada rute gemuk. Ini berat sekali, ini enggak masuk akal,” ujar Alvin Lie

Diharapkan agar pemerintah melihat keuangan maskapai penerbangan yang semakin parah. Sebab penggunaan masakapai penerbangan tidak banyak diisi oleh masyarakat yang melakukan perjalan pribadi ataupun berlibur. “Yang banyak menggunakan penerbangan itu bukan masyarakat yang punya kepentingan pribadi atau berlibur, tapi penumpang pemerintah atau PNS yang dinas. Serta pebisnis yang melakukan perjalanan bisnis,” jelasnya

Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mengatakan pada dasarnya, penetapan tarif batas atas (TBA) merupakan upaya pemerintah dalam melindungi konsumen. Mengingat, harga tiket sangat ditentukan oleh supply dan demand yang dinamis. Tarif batas atas prinsipnya untuk melindungi konsumen supaya ada batasan saat demand tinggi seperti saat Lebaran dan liburan,” lontar Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto, Selasa (14/05/2019)/

Namun demikian, kata dia, selama maskapai juga harus menyesuaikan harga tiket yang dijualnya dengan harga keekonomian dan biaya operasional yang dikeluarkan. Hal ini untuk memastikan agar bisnisnya tetap berjalan. “Keekonomian harga tiket juga menjamin kontinuitas industri dan tingkat keselamatan sesuai standar internasional,” kata dia.

Dalam implementasinya pada 15 Mei 2019, Inaca berharap penurunan tarif batas atas tiket pesawat ini tetap memperhatikan faktor biaya operasional maskapai seperti nilai tukar rupiah dan harga avtur. “Tarif batas atas ditetapkan berdasarkan harga nyata, berdasarkan keseimbangan kemauan membeli konsumen dan biaya operasi terkini dengan tetap mengutamakan safety serta kelangsungan ekonomi industri yang sehat,” tandas dia.

Seperti diberitakan Bisniswisata.co.id, pemerintah menetapkan tarif batas atas tiket pesawat turun antara 12 persen sampai 16 persen. Keputusan penurunan tarif batas atas akan berlaku efektif sejak ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan dengan target 15 Mei 2019.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penurunan sebesar 12 persen ini akan dilakukan pada rute-rute gemuk seperti rute-rute di daerah Jawa sedangkan penurunan lainnya dilakukan pada rute-rute seperti rute penerbangan ke Jayapura. “Hal ini dilakukan pemerintah, bukan hanya memerhatikan pihak maskapai, tetapi juga konsumen sebagai masyarakat,” ujar dia di Kantornya, Jakarta, Senin 13 Mei 2019.

Darmin menegaskan, diperlukan sinergi antara Kementerian/Lembaga dan Badan Usaha terkait untuk terus mendukung evaluasi industri penerbangan nasional secara berkala sehingga potensi masalah atau isu dapat senantiasa diidentifikasi lebih awal. “Dengan demikian, kondisi industri penerbangan, khususnya pada pelayanan penumpang udara, dapat berjalan dengan lebih baik dan stabil,” jelasnya.

Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri (Tarif Batas Atas) ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2019 tidak berubah secara signifikan sejak tahun 2014 dan merupakan salah satu penyebab tarif angkutan penumpang udara tidak kunjung turun.

Kondisi lain yang menyebabkan tingginya tarif pesawat dalam negeri adalah kenaikan harga bahan bakar pesawat terbang (avtur) yang menyentuh USD 86,29 per barel, tertinggi sejak Desember 2014. Hal ini berdampak pada peningkatan beban operasional perusahaan maskapai penerbangan sehingga perlu dikompensasi dengan peningkatan tarif pesawat.

Penerapan tarif batas atas yang baru akan dievaluasi secara kontinu berdasarkan regulasi yang berlaku untuk menjaga tarif angkutan penumpang udara bagi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dengan keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlangsungan usaha. (NDY)

Endy Poerwanto