DAERAH

Wouw Keren, Gunung Lawu Bertopi Awan

MAGETAN, bisniswisata.co.id: Ada pemandangan cantik, menarik bahkan indah di Gunung Lawu. Gunung yang berada di Magetan Jawa Timur kembali mengenakan topi awan. Pemandangan langka ini menjadi perhatian bagi warga Kabupaten Magetan dan sekitarnya. Memang, gunung bertopi awan bukanlah fenomena baru. Hal seperti ini cukup sering terjadi dan pernah terlihat di gunung Semeru, Merapu, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan pada Juli lalu di Rinjani.

Lasmoro warga KPR Terung Permai Magetan mengatakan, menyaksikan fenomena alam tersebut sejak pukul 05.00 WIB saat berolah raga. “Sejak pukul setengah enam saya lihat tadi Gunung Lawu bertopi. Bagus sekali, enggak biasanya,” papar Lasmoro seperti dilansir laman Kompas, Kamis (3/10/2019).

Dilanjutkan, bentuk sempurna kumpulan awan putih di atas Gunung Lawu yang membentuk topi tersebut terjadi pukul 05.30 WIB di mana matahari mulai muncul. Embusan angin membuat awan yang membentuk topi memudar sekitar pukul 06.00 WIB. “Paling bagus tadi sekitar pukul 05.30 WIB. Awannya putih bentuknya sempurna seperti topi, Pukul 06.00 WIB ini sudah mulai memudar diterpa angin awannya,” tambahnya.

Menyaksikan pemandangan indah ini, paling tepat di lokasi persawahan di Desa Widorokandang. Di lokasi ini, gunung Lawu terlihat tampak penuh dari kaki gunung hingga puncak Lawu. Pemandangan menakjubkan yang terekam adalah pada pukul 05.20 WIB di mana saat matahari muncul membuat topi awan di puncak Gunugn Lawu menjadi gradasi merah.

Apalagi, saat fenomena alam topi awan tersebut tidak ada mendung sedikit pun yang menghalangi pemandangan. Fenomena Gunung Lawu bertopi awan juga pernah terjadi pada 8 Maret 2019 lalu. Sebelumnya, pada 10 Desember 2019, puncak Gunung Semeru atau yang dikenal dengan sebutan Mahameru, Jawa Timur, mengalami fenomena yang tidak biasa.

Puncak “para dewa” itu tertutup awan yang melingkar sehingga membuatnya seperti bertopi. Saat itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, fenomena itu terjadi lantaran tertutup awan jenis lentikularis atau altocumulus lenticularis. Awan tersebut terbentuk karena pusaran angin di puncak.

Dalam dunia astronomi, topi awan disebut sebagai awan lentikular. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin pernah menjelaskan kepada Kompas.com, awan lentikular memiliki bentuk menyerupai lensa. Awan lentikular yang menutupi puncak gunung muncul sebagai akibat dari aliran naik udara hangat yang membawa uap air mengalami pusaran. “Itu sering terjadi di puncak gunung,” ujar Thomas saat itu.

Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia mengatakan, awan lentikular memiliki sifat statis alias tidak bergerak, atau selalu menetap di satu tempat. “Awan ini terbentuk saat aliran udara lembab menubruk suatu penghalang besar, sehingga membentuk putaran stasioner,” kata Marufin.

Saat putaran stasioner terjadi, awan lentikular dapat bertahan di atas puncak gunung selama beberapa jam hingga berhari-hari. “Meski indah, topi awan berbahaya. Jadi Awan lentikular seperti yang nampak dalam foto memang indah dan memukai, tapi jangan salah, awan jenis ini justru berbahaya. Awan lentikular yang terbentuk di puncak gunung menandakan sedang terjadi pusaran angin laksana badai di sana,” ungkap Marufin.

Hal ini pun memiliki dampak bagi pendaki maupun pesawat yang melintas di atasnya. Bagi wisatawan pendaki gunung, hembusan angin saat terjadi awan lentikular bisa mendatangkan momok hipotermia. Sedang untuk pesawat, awan dan pusaran angin bersifat turbulen yang membuat pesawat terguncang hingga bisa kehilangan altitudenya dengan cepat. (ndy)

Endy Poerwanto