LONDON, bisniswisata.co.id: Membludaknya turis dari berbagai negara ke suatu destinasi, bukan hanya menguntungkan perekonomian. Namun ada fakta lain terungkap bahwa pariwisata juga bisa memberikan dampak buruk bagi warga lokal. Bahkan, wisatawan yang tidak dikontrol akan mengganggu keberlangsungan kehidupan dan ekosistem wilayah kota atau daerah. Juga objek wisata itu terancam rusak.
Tak mengejutkan lagi ketika banyak warga lokal yang frustasi dengan banyak wisatawan berlibur ke kota mereka. Apalagi ketika wisatawan itu justru melakukan tindakan yang melanggar aturan, misalnya mereka melakukan vandalisme dan melakukan perbuatan yang melanggar asusila.
Spanish Steps di Roma, Italia, merupakan salah satu korban dari dampak negatif pariwisata massal. Bangunan yang didirikan 1953 itu dibanjiri wisatawan yang duduk di tangga di luar Piazza di Spagna. Ternyata fenomena itu mengakibatkan 135 tangga kotor dan banyak permen karet yang menempel.
Tahun 2016, pemerintah Roma menghabiskan USD1,68 juta untuk membersihkan dan merestorasi tangga tersebut. Kini, pemerintah Italia menerapkan aturan agar wisatawan tidak duduk di tangga peninggalan bersejarah tersebut. Wisatawan yang melanggar akan didenda hingga USD448.
Destinasi yang menjadi korban kekacauan turis adalah Fjaðrárgljúfur Canyon, Islandia. Kawasan itu menjadi terkenal setelah menjadi latar video musik Justin Bieber dan Game of Thrones. Canyon itu pun menjadi destinasi perjalanan bagi pelancong berbagai belahan dunia. Kementerian Lingkungan Islandia melaporkan satu juta orang berkunjung ke lokasi itu sejak video Bieber dirilis pada 2015.
Para aktivis lingkungan memprotes banyaknya kunjungan wisatawan ke destinasi wisata tersebut. Mereka juga mengampanyekan agar warga dunia tidak ke sana untuk menyelamatkan lingkungan di sana. ”Faktanya, justru semakin banyak wisatawan berkunjung ke tempat tersebut karena keeksotisannya,” demikian laporan Business Insider.
Masih di Islandia, destinasi yang mengalami kerusakan lainnya adalah Reykjavik. Pada 2015, 1,26 juta orang berkunjung ke Islandia, dan itu meningkat beberapa kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Banyak politikus lokal mengeluhkan banyaknya wisatawan berkunjung ke sana karena dianggap negara itu seperti Disneyland.
Pasar bunga Bloemenmarkt, Amsterdam di Belanda, juga menjadi korban para wisatawan nakal. Destinasi populer itu kini ditutup karena jumlah wisatawan yang sudah melebihi kapasitas. Padahal, destinasi di pusat Kota Amsterdam itu memberikan daya tarik tersendiri bagi turis. Tahun ini 18,5 juta orang diperkirakan berkunjung ke Amsterdam, dan jumlah tersebut akan melonjak hingga 23 juta pada 2025.
Michael Saarlos, pedagang bunga di Bloemenmarkt, mengungkapkan banyak wisatawan hanya mengambil foto di depan toko dan menghalangi penduduk lokal untuk membeli bunga. “Saya cukup dengan banyaknya wisatawan yang menghancurkan bisnis saya,” kata Sarlos kepada De Trouw. Ketika datang banyak wisatawan, ungkap dia, tidak ada pelanggannya yang mau membeli bunga karena terganggu dengan aktivitas para pelancong tersebut.
Indonesia ternyata juga terkena dampaknya. Pulau Komodo di Indonesia dikabarkan akan ditutup selama setahun karena menurunnya populasi komodo. Pemerintah dan aparat keamanan beberapa waktu lalu juga berhasil menangkap para penyelundup 41 komodo ke pasar gelap, yang satu ekornya dijual USD35.000.
Pulau Komodo itu kini dihuni lebih dari 1.800 ekor reptil raksasa tersebut. Nantinya selama satu tahun penutupan, para pegiat konservasi akan memonitor habibat komodo dan menjamin hewan langka itu memiliki pasokan makanan yang cukup. Lingkungan alam Komodo juga akan dijamin habibatnya untuk meningkatkan populasi komodo.
Selain itu Venesia di Italia merupakan kota terapung yang terancam punah. Venesia sendiri terancam tenggelam karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke sana. Penduduk setempat sudah mulai komplain dengan pariwisata, termasuk datangnya kapal pesiar yang menyebabkan polusi semakin meningkat di kota tersebut. Komite Warisan Dunia UNESCO juga memberikan perhatian serius terhadap dampak pariwisata terhadap lokasi bersejarah tersebut.
Venesia mengimplementasikan aturan ketat bagi wisatawan, termasuk larangan wisatawan mengenakan kaus di tempat publik, merusak pohon, dan melakukan vandalisme kota. Melansir CNN, pemerintah kota Venesia juga sudah membatasi jumlah kamar hotel baru.
Selain itu, wisatawan yang berlibur di Venesia tidak lagi bisa menggunakan perahu untuk menikmati kota terapung tersebut. Regulasi terbaru melarang penggunaan jenis kapal tertentu untuk melewati Grand Canal. Jenis kapal yang dilarang adalah kano, kayak, dan paddleboard. Untuk kondisi tertentu, kapal bisa digunakan melewati kanal.
Bagaimana dengan gondola? Melansir Fox News, kapal tradisional Venesia itu masih diperbolehkan. Tak bisa dibayangkan jika gondola tidak diperbolehkan di Venesia. Pasalnya, gondola merupakan salah satu ikon yang melekat pada kota unik tersebut. Alasan pelarangan perahu di Venesia disebabkan faktor keamanan.
Lalu lintas kapal yang berlalu lalang di sana juga dianggap terlalu padat sehingga kerap menimbulkan risiko kecelakaan, apalagi ketika datang musim puncak liburan. Destinasi wisata lain yang dirugikan akibat pariwisata massal adalah Dubrovnik, Kroasia. Kawasan tersebut menjadi daya tarik wisata karena imbas dari popularitas tempat tersebut menjadi lokasi film Games of Thrones.
Kota pantai itu mengalami peningkatkan kunjungan wisatawan mencapai 10% karena film tersebut. Namun, kota tersebut tidak mampu menampung kunjungan wisatawan yang tidak disangka sebelumnya. Kini, Kota Dubrovnik mengumumkan untuk mengurangi jumlah wisatawan dari 8.000 menjadi 4.000 wisatawa per hari dalam dua tahun ke depan.
Dari Meksiko, destinasi wisata yang mengalami titik jenuh adalah Cozumel. Pulau cantik yang dikelilingi Laut Karibia itu menjadi destinasi kapal pesiar paling populer di dunia. Pulau yang dikelilingi terumbu karang itu justru mengalami kerusakan karena banyaknya kapal dan penyelam. Selain itu, terumbu karang di sana juga rusak karena polusi akibat lalu lintas kapal berat.
Barcelona memang menjadi surga bagi wisatawan, tapi kini kota itu tidak lagi menjadi surga bagi penduduk lokal. Banyak warga protes dengan wisatawan dengan menyerang bus tur dan hotel. Akibatnya, pemerintah memberlakukan aturan ketat bagi aktivitas wisatawan. Pasar publik terbesar, La Boqueria, melarang turis lebih dari 15 orang untuk berkunjung ke sana.
New York juga sudah mencapai titik jenuh. The New York Times melaporkan kota itu memiliki 113.000 kamar hotel, dan diperkirakan bertambah menjadi 137.000 pada 2019. Efek Instagram mendorong banyak orang berkunjung ke kota bisnis tersebut. (NDY)