JAKARTA, bisniswisata.co.id: Jumlah milenial di kawasan Asia Pasifik mencapai 45% dari total populasi. Angka ini diprediksi pada 2020 akan memiliki kekuatan daya beli sebesar US$ 6 triliun. Apalagi, kebiasaan kalangan milenial adalah berwisata. Mereka rela menabung untuk berkunjung ke lokasi tertentu dan berbagi cerita tentang perjalanan mereka.
“Kebiasaan traveling, menumbuhkan peluang baru dalam industri pariwisata. Namun, ada beberapa hal yang harus dipahami ketika mencoba menggarap pasar millenial dalam industri pariwisata,” lontar Karun Budhraja selaku Vice President Corporate Marketing and Communications Asia Pacific Amadeus di ajang Asean Marketing Summit di Jakarta, Kamis (6/9/2018),
Dilanjutkan, tercatat ada empat hal terkait dengan perilaku milenial dalam hal travelling. Pertama, adalah masalah aspirasi. Ini merupakan tantangan buat brand untuk memahami keinginan mereka bahkan sebelum konsumen tahu bahwa mereka butuh.
Kedua, milenial merupakan generasi yang berlomba-lomba mencari pengalaman melalui digital maupun konvensional. Ketiga, Sebelum melakukan travelling, milenial ini mencari dan mendapatkan inspirasi dari rekanan terdekat mereka. Keempat, Setelah itu mereka akan mendengarkan pendapat dari digital reviewers dan platform travel seperti Agoda dan TripAdvisor
“Jadi Milenial ini ketika travelling selalu ingin terhubung dengan internet, Sebanyak 54% milenial di Asia Pasifik tetap terhubung dengan Internet selama liburan. 52% terhubung untuk bisa mengakses peta dan lokasi. 49% terhubung dengan alasan untuk bisa memberikan informasi kepada rekanan bahwa mereka aman selama berlibur,” ungkapnya.
Karenanya, lanjut dia, ini peluang baru bagi pelaku pariwisata seperti hotel atau provider seluler. Bisa hadirkan Wi-Fi gratis dan kartu perdana dengan fitur khusus. Mengingat, Milenial ini ingin mendapatkan rekomendasi terkait travelling berdasarkan sumber yang tepat. Data dari Amadeus mencatat sebanyak 31% menyukai promosi dari email, 23% dari media sosial, dab 20% dari travel apps.
Bagi Karun, saat ini milenial bukan soal berkunjung saja. Mereka menekankan pentingnya sebuah pengalaman yang nyata ketika berliburan. Terkait masalah keamanan, sebanyak 61% akan menghindari lokasi yang sempat menjadi lokasi terorisme, dan 51% menghindari lokasi yang terdampak bencana alam.
“Bagi mereka sesuatu yang nyata atau yang benar-benar dekat dengan jati diri mereka akan menjadi hal yang menarik, ketimbang hal-hal yang terlalu dibuat-buat,” tutup Karun.
Sementara itu. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyampaikan Nomadic Tourism sebagai Solusi Sementara Sebagai Solusi Selamanya (5S) bagi wisatawan milenial. “Tidak mungkin membangun berbagai destinasi yang begitu banyak di Indonesia jika menggunakan konsep yang lama, seperti Nusa Dua yang membutuhkan waktu 20 tahun,” kata Menpar sebagai keynote speaker
Menpar membandingkan konsep Nomadic Tourism dengan Telkomsel. “Telkomsel mengembangkan Pre-Paid, yang dulu saya desain sebagai solusi sementara. Sekarang justru menjadi solusi selamanya, 98% pelanggan telkom itu pre-paid service,” jelasnya.
Nomadic tourism sangat customer-centric sehingga harus mengetahui positioningnya, yaitu dengan memilih market millenials. “Marketnya adalah para millennials. Anak-anak muda mobile, digital dan interaktif. Mereka membutuhkan pengakuan, esteem needs, terutama melalui media sosial,” ujar Menpar.
Nomadic Tourism merupakan strategi Kemenpar untuk merebut wisman yang tahun ini ditargetkan 17 juta wisman dan 20 juta wisman pada 2019. “Nomadic Tourism sebagai solusi dalam mengatasi keterbasan unsur 3 A (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas) khususnya untuk sarana amenitas atau akomodasi yang sifatnya bisa dipindah-pindah dan bentuknya bermacam-macam seperti glamp camp, home pod, dan caravan.,” lontarnya.
Target Kemenpar adalah membangun 100 pasar digital di 34 provinsi dan 10 nomadic tourism (glamp camp, home pod, dan caravan) di destinasi unggulan,” kata Menpar Arief Yahya. Saat ini jumlah backpacker yang kebanyakan adalah generasi millennials di seluruh dunia mencapai 39,7 juta orang. Peluang ini lah yang ingin ditangkap Kemenpar dengan menyediakan akomodasi nomadic tourism ini. (EP)