DENPASAR, bisniswisata.co.id: Grafik pertumbuhan hotel dan restoran di Bali selalu naik. Sayangnya kenaikan itu tidak diimbangi dengan penyerapan, pemarasan dan pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Memang ada penyerapan, namun angkanya masih sangat rendah. Tak sesuai dengan harapan.
Meski sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, sayangnya dipandang sebelah mata pengusaha hotel dan restoran di Pulau Dewata.
Gubernur Bali I Wayan Koster pun mengancam memberi sanksi tegas terhadap hotel, restoran di Bali yang tidak menyerap produk lokal. Sanksi ini sesuai implementasi Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018. “Jangan cuma teken-teken saja, harus jalan. Jika tidak jalan buatkan list-nya. Kita kasih sanksi,” tegas Koster usai penandatanganan kemitraan antara produsen lokal dengan pelaku usaha di Kantor Gubernur Bali, kemarin.
Penandatanganan ini, seperti dilansir laman Medcom, Jumat (24/05/2019) diharapkan memberikan jaminan pasar dan harga terhadap para petani dan peternak lokal Bali. Sehingga diharapkan para petani, nelayan hingga industri kecil kecipratan ekonomi dari pertumbuhan pariwisata di Bali.
Kerjasama ini, lanjut dia, hendaknya benar-benar terlaksana di lapangan. Jika tidak, pihaknya menyiapkan sejumlah sanksi bagi pelaku usaha hotel dan restoran. Sanksinya bisa bermacam-macam, diantaranya mengumumkan nama-nama hotel dan restoran yang tidak menyerap produk pertanian lokal atau serapannya tidak proporsional. “Biar publik tahu bahwa hotel dan restoran yang bersangkutan tidak taat aturan dan tidak melaksanakan Pergub Bali,” ujarnya.
Dilanjutkan, penandatanganan ini akan memecahkan masalah tidak terhubungnya antara industri pariwisata dengan sektor pertanian di Bali. “Sebagai daerah pariwisata, Bali sudah memiliki pasar yang besar. Sayangnya selama ini belum ada kebijakan di hilir yang menghubungkan industri pariwisata dengan sektor pertanian,” lontarnya.
Dengan kerjasama ini ketimpangan antardaerah dan antarsektor bisa diatasi sehingga mencegah terjadinya kecemburuan yang bisa berakibat pada konflik sosial. “Saya mau mendorong sektor pertanian untuk menyaingi Bangkok, karena kita punya lahan dan petani kita bagus,” ujarnya.
Gubernur menambahkan pelaku wisata di Bangkok, Thailand saja mau menerima hasil pertanian dan peternakan dengan jumlah yang besar. Hasilnya, pertaniannya maju seiring dengan kemajuan wisatanya. “Saya mau mendorong sektor pertanian untuk menyaingi Bangkok, karena kita punya lahan dan petani kita bagus,” tandas Koster.
Sementara sejumlah hotel, vila, dan restoran di kawasan The Nusa Dua berkomitmen menggunakan hasil pertanian dan produk lokal asal Bali. Hingga kini, sebagian dari 16 hotel dan 5 vila di Nusa Dua menggunakan sayur dan buah lokal, tetapi dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Bali No 99 Tahun 2018 penyerapannya bisa lebih ditingkatkan lagi.
“Kami akan menyiapkan informasi lengkap tentang standardisasi dan jumlah kebutuhan bahan pangan untuk hotel dan restoran,” papar Managing Director The Nusa Dua Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) I Gusti Ngurah Ardita seperti dilansir Bisnis.com, Jumat (24/05).
Selama ini, sambung dia, dengan standar yang telah ditentukan, kebutuhan hotel dan restoran banyak dipasok dari luar Bali. Ia berharap hasil pertanian lokal Bali bisa memenuhi kriteria dan memiliki ketersedian secara berkelanjutan. Juga selama ini pihak hotel dan restoran tidak membeli langsung ke pasar ataupun petani, melainkan memesan dari pemasok (supplier) untuk kemudahan dan menjamin kualitas serta ketersediaan komoditas.
Ardita mengatakan para pemasok hotel dan restoran diharapkan bisa menyesuaikan dan memberikan komitmen yang sama untuk menggunakan produk lokal tersebut.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardana menegaskan pergub ini memberikan kepastian hukum kepada para petani agar produknya bisa terserap dan memberi manfaat secara ekonomi keluarga mereka. Selama ini memang sudah terserap pasar, tetapi regulasi ini memberikan jaminan penyerapan produk petani lokal.
Kata dia terdapat 27 kelompok tani dan ternak yang telah memasok ke hotel dan restoran dengan sebanyak 73 komoditas dengan kualitas yang baik. “Sesuai dengan pergub komoditas yang ditawarkan telah diatur standardisasinya hingga sertifikasi sehingga kualitas dan keamanannya terjamin,” katanya.
Dalam pergub ditentukan untuk pasar swalayan diwajibkan memasarkan minimal 60 % produk lokal, sedangkan untuk hotel, restoran, dan katering minimal mengunakan 30% hasil pertanian, peternakan, dan perikanan lokal dari kebutuhan totalnya.
Sedangkan untuk harga jual, diharapkan pasar tersebut membayar komoditas yang dihasilkan dengan perhitungan 20% lebih tinggi dari biaya produksi yang dikeluarkan petani. Jika lebih rendah dari ketentuan tersebut petani terlalu sedikit untungnya, sedangkan jika lebih tinggi dikhawatirkan akan kalah bersaing.
Seperti diketahui, Pergub Bali No 99 Tahun 2018 menyatakan bahwa, hotel, restoran, katering wajib memanfaatkan produk pertanian dan perikanan minimal 30%, sedangkan kalangan industri minimal 20% memanfaatkannya. Sementara swalayan wajib memasarkan produk pertanian minimal 60% dan produk perikanan dan industri minimal 30%.
Pada inisiasi kemitraan implementasi Pergub Bali No 99 Tahun 2018 ini dilakukan penandatanganan surat pernyataan dukungan oleh Ketua PHRI Bali, Ketua Asosiasi Pedagang Retail Indonesia Provinsi Bali dan Ketua Asosiasi Wisata Agro Indonesia Provinsi Bali.
Selain itu dilakukan penandatanganan kerjasama kemitraan antara beberapa kelompok tani, subak, koperasi dan peternak dengan supermarket, hotel, restoran dan pelaku usaha lainnya. Penandatanganan ini diharapkan akan memberikan jaminan pasar dan harga terhadap para petani dan peternak lokal Bali.
Di atas kertas, memang ada kepastian pasar namun saat memanen hasil pertanian/peternakannya tak sesuai kenyataan. Ternyata hotel dan restoran memiliki standar tersendiri dalam menentukan bahan makanannya dan produk lokal masih dianggap tidak memiliki standar yang diinginkan. Tragis memang. (NDY)