HILDA'S NOTE HOSPITALITY INTERNATIONAL REVIEW

Tradisi Mudik Lebaran dan Momentum Kebangkitan Halal Tourism

Kawasan wisata Ancol ( Foto: merdeka.com)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Umat Islam di Indonesia maupun diseluruh dunia tengah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan 1446 Hijriah menyambut Hari Raya Idul Fitri di tahun 2025 ini.

Tradisi Mudik atau pulang atau kembali ke kampung halaman menjelang Hari Raya Idul Fitri ( Lebaran) setiap tahunnya menjadi satu fenomena masyarakat Muslim modern tidak hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia.

Merayakan hari kemenangan bersama keluarga tercinta terutama bagi mereka yang masih memiliki orangtua kerap sudah dipersiapkan dengan matang dengan berbagai konsekwensi pengeluaran uang yang melonjak terutama biaya transportasi menuju ke kampung halaman.

Pergerakan mudik ini biasanya juga diikuti dengan tradisi berwisata bersama keluarga besar, mengunjungi destinasi-destinasi wisata favorit. Tak heran data Kementrian Perhubungan tahun 2024 lalu, pergerakan pemudik di tanah air tercinta ini tembus 242 juta.

Angka ini hasil bekerja sama dengan provider (operator telekomunikasi) terbesar di negara ini untuk pergerakan mudik maupun aglomerasi. Jumlahnya mencapai 70 persen penduduk Indonesia dan Kemenhub mengklaim hitungannya adalah sistematis dan koordinatif.

Tradisi mudik memang mengasyikkan. karena setelah satu bulan menjalani puasa, menahan haus dan lapar, tiba waktunya untuk merayakannya bersama. Dalam bulan Ramadhan umat Islam diberikan kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka, membuka lembaran baru; dan menjadi orang yang lebih baik, untuk kepentingan diri mereka sendiri dan orang lain.

Selama bulan ini, proses perubahan dilakukan melalui puasa dan ibadah dan kesempatan untuk menuai pahala yang besar. Bulan dimana turunnya kitab suci Al-quran ini memberi kesempatan umat Islam untuk membersihkan diri, meningkatkan iman, dan melanjutkan perjalanan dengan energi baru dalam menghadapi segala cobaan dan kesulitan yang ada.

Bagi mereka yang hidup merantau di dalam maupun luar negri, tradisi mudik ini mengasyikkan apalagi setelah minimal selama setahun merantau, jauh dari orangtua, sanak saudara dan teman- teman serta komunitasnya kerap menimbulkan kerinduan akan kampung halaman atau tanah kelahiran.

Keinginan untuk berjumpa kembali dengan orang-orang terdekat yang telah lama ditinggalkan itu lumrah adanya dan menjadi harapan semua pihak. Oleh karenanya mudik menjadi yang sesuatu didambakan banyak orang.

Terlebih pada hari baik dan bulan baik menjelang Hari Raya Idul Fitri ini juga dilakukan oleh para Muslim dunia. Mereka yang bekerja di luar negri mudik ke kampung halaman dan negaranya masing-masing. Fenomena mudik terjadi di berbagai belahan dunia apalagi dengan munculnya jutaan mualaf baru yang berhijrah dari agama sebelumnya dan kini memeluk agama Islam.

Ajaran Islam dengan jelas dan tegas memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, tetangga, teman sejawat dan seterusnya. Hal ini menjadi satu kewajiban bagi semua hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Berbuat baik dimaksudkan antara lain dengan mudik untuk bertemu, bersalaman guna saling memaafkan dan melepas kerinduan.

Tradisi mudik ini membuat Ramadhan dan Lebaran menjadi salah satu pengungkit ekonomi paling besar di Indonesia. Tahun lalu masyarakat membelanjakan dana lebih dari Rp 200 triliun untuk memenuhi kebutuhan Lebaran. Sektor transportasi, industri makanan, industri tekstil, hingga pariwisata terdongkrak naik signifikan pada masa hari raya ini.

Jangan lupa para pemudik yang baik, biasanya tidak hanya membawa uang yang diperuntukkan bagi keluarga utamanya saja, tetapi juga dia berbagi untuk keluarga dekat, tetangga dan teman sejawat dan seterusnya. Para perantau biasanya malah mengadakan kenduri sebagai bentuk syukur nikmat dan bersedekah dengan lebih luas dan merata kepada masyarakatnya.

Tak heran dana yang mengalir ke berbagai daerah terutama di sepanjang daerah lintasan tujuan mudik akan terlihat peningkatan aktivitas ekonomi yang produktif. Mulai dari bisnis kuliner, souvenir hingga penginapan yang dipadati konsumen dan berbagai objek wisata yang ramai dikunjungi masyarakat.

Angka fantastis pemudik tahun lalu yang mencapai 242 juta pergerakan dan pengeluaran hingga Rp 200 triliun itu seharusnya telah meyakinkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan semua unsur Pentahelix bahwa aktivitas mudik juga menjadi momentum mengkembangkan wisata halal ( halal tourism) yaitu kegiatan wisata yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Nilai-nilai Islam itu antara lain adalah tetap melaksanakan shalat lima waktu dan mengasup makanan halal selama melakukan perjalanan wisata terutama pasca Lebaran bersama. Sesimpel itu saja melakukan wisata halal, tidak bertentangan dengan syariat Islam dan setiap destinasi wisata minimal menyediakan sarana ibadah yang bersih dan nyaman serta pilihan restoran halal.

Intinya, konsep pariwisata halal ( halal tourism) bersifat komprehensif, memengaruhi berbagai aspek pengalaman perjalanan mulai dari penerbangan dan akomodasi hingga tour, aktivitas rekreasi , pengalaman
berbelanja. Wisatawan mencari pilihan ramah halal yang memastikan mereka dapat memenuhi kewajiban agama dan kesopanan sehingga destinasi yang menawarkan tadabur alam umumnya disukai.

Tahun lalu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merekomendasikan sedikitnya 30 destinasi wisata di berbagai daerah. Peningkatan pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur Lebaran tahun 2024 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dengan perputaran ekonomi di sektor ini diperkirakan mencapai Rp369,8 triliun.

Data-data terkait preferensi aktivitas wisatawan nusantara di momen libur lebaran 2024 dilakukan lewat survey terhadap 1.756 responden, dengan hasil survei per 14 April 2024 yang menunjukkan bahwa preferensi daya tarik wisata terbesar masyarakat yakni pantai/danau sebesar 56,1 persen.

Selanjutnya adalah pusat kuliner (50,8 persen), pegunungan/ agrowisata (41,9 persen), taman rekreasi/kebun binatang (29,9 persen), dan pusat perbelanjaan (26,6 persen).

Rata-rata pengeluaran berwisata per orang diperkirakan sebesar Rp2,73 juta, dengan pengeluaran paling besar digunakan untuk akomodasi, dan secara berturut-turut diikuti oleh transportasi, makan dan minum, serta oleh-oleh.

Dasyatnya dampak ekonomi dari para pemudik di dalam negri ini tentunya diharapkan tidak hanya membuat pemerintah sekedar mengumpulkan angka-angka fantastis.

Namun bagaimana setiap tahun dilakukan peningkatan pelayanan tambahan atau extended services bagi semua kebutuhan pemudik Lebaran yang nota bene adalah Muslim Traveler. Inilah saatnya memanfaatkan tradisi mudik Lebaran sebagai momentum kebangkitan Halal Tourism di daerah masing-masing. Ayo mulai !

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin RedaksiĀ dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)