ART & CULTURE

Tradisi Jogja Kantongi Sertifikasi Kekayaan Intelektual Komunal

YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: DI Yogyakarta merupakan salah satu pusat pengembangan budaya Jawa. Provinsi itu menonjolkan wisata budaya sekaligus menjadi cagar budaya tradisi Jawa. Untuk melestarikan budaya, Pemerintah DI Yogyakarta menerima tujuh Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi BudayaTradisional dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Tujuh sertifikasi itu diserahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X serta Kepala Daerah Kabupaten/Kota di DIY di Kepatihan Yogyakarta, Rabu (17/7/2019).

Tujuh tradisi budaya Yogya yang mendapatkan sertifikasi KIK itu antara lain Tari Angguk yang diserahkan kepada Bupati Kulon Progo, Tradisi Sekaten yang diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Hario (KPH) Wironegoro mewakili Keraton Yogyakarta, Tari Beksan Bodroboyo yang diserahkan kepada KPH Indrokusumo mewakili Pura Pakualaman Yogyakarta.

Selain itu ada pula Tradisi Tayub Yogyakarta yang diserahkan kepada Bupati Gunungkidul, Upacara Mubeng Beteng yang diserahkan kepada Wali Kota Yogyakarta, Tradisi Saparan Bekakak kepada Bupati Sleman, dan Tarian Montro kepada Bupati Bantul.

“Pemberian sertifikat kekayaan intelektual komunal ini diharapkan semua warisan budaya leluhur tersebut dapat terus dijaga dan dilestarikan selama-lamanya,” ujar Yasonna.

Yasonna mengungkapkan tujuan sertifikasi itu untuk perlindungan secara defensif dan menggalang partisipasi aktif pemerintah daerah, dalam memperkuat bukti kepemilikan kekayaan intelektual komunal, “Saat ini kekayaan dan keragaman pengetahuan tradisional dan budaya luar biasa ini belum terlalu mendapat kepedulian yang maksimal dari masyarakat,” kata Yasonna.

“Tidak heran jika saat ini sedikit demi sedikit kekayaan itu ada yang mulai berpindah ke tangan orang lain atau berkembang di tempat lain, karena kita sendiri dianggap tidak punya kepedulian terhadap pelestarian dan pengembangannya,” ujarnya seperti dilansir laman Tempo.

Menurut Yasonna, bahkan lebih parah lagi ketika tradisi itu diakui oleh negara lain sebagai bagian dari kebudayaan asli negaranya.
Dicontohkan aksi klaim tradisi ini pernah terjadi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia beberap waktu silam.

Ketika ada produk lokal dari tradisi turun temurun masyarkat seperti tenun-tenun ikat, ulos dan lain-lain hanya karena belum didaftarkan sebagai KIK. “Saatnya seluruh aparatur pemerintah menginventarisasi dan membuat database potensi pengetahuan tradisional dan berbagai ekspresi budaya di bidang kekayaan intelektual komunal sehingga kekayaan nasional terlindungi efektif,” ujarnya. (NDY)

Endy Poerwanto