TEMANGGUNG, bisniswisata.co.id: Temanggung Jawa Tengah, boleh diacungi jempol. Disaat daerah menjual wisata alam, bahari, homemade atau wisata buatan, kuliner justru Temanggung mengembangkan pariwisata berbasis kesenian rakyat untuk menjadi pembeda antara kota-kota besar yang berada di Indonesia.
“Kalau hanya mengandalkan panorama alam, kota-kota lainnya juga mempunyai hal yang sama, namun Temanggung ini merupakan tempat perkembangan kesenian tradisional, kesenian rakyat, ” kata Bupati Temanggung Muhamad Al Khadziq di Temanggung.
Dilansir Antara, Selasa (16/07/2019), kesenian rakyat Temanggung sangat tumbuh subur, hal itu dibuktikan dengan adanya sekitar 7.200 kelompok kesenian yang hidup di setiap desa. “Salah satu ikon kesenian rakyat Temanggung adalah Jaran Kepang. Bagi masyarakatnya Jaran Kepang tidak hanya sekadar kesenian, dia melekat dalam kehidupan ritualnya seperti saat menyampaikan rasa syukur atas hasil tani yang berlimpah,” sambungnya.
Salah satu upaya Temanggung untuk menarik minat wisata masyarakat dengan cara menggelar festival budaya. Pemerintah daerah menargetkan akan menyelenggarakan dua festival berskala nasional setiap tahunnya. Dalam penyelenggaraanya Kabupaten Temanggung mengajak komunitas, tokoh masyarakat serta penggiat budaya agar acara tersebut bersifat inklusi.
Sepanjang 2019, Kabupaten Temanggung menyelenggarakan Festival Sindoro-Sumbing, satu festival gotong royong antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, komunitas, swasta dan masyarakat. “Festival ini menjadi embrio untuk lahirnya festival-festival kebudayaan lainnya,” lontar Bupati Temanggung bangga.
Pertunjukan seni budaya yang dikemas dalam Java International Folklore (Jifolk) sebagai puncak kegiatan Festival Sindoro Sumbing di Alun-Alun Temanggung kemarin dipadati sekitar 70 ribu warga. Pada penutupan kegiatan yang berlangsung, Minggu (14/7) hingga tengah malam yang dipadati masyarakat Temanggung dan wisatawan nusantara yang mencintai kesenian tradisional.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nadjamuddin Ramly menilai kebudayaan yang harus menghidupkan seluruh dimensi kerakyatan di seluruh penjuru Tanah Air. Untuk menggenjot geliat berkesenian, pemerintah daerah sudah saatnya memperbesar anggaran di sektor kebudayaan.
“Indikator kepala daerah itu peduli budaya dapat dilihat dari besaran APBD untuk sektor kebudayaan. Karena kalau hanya mengandalkan pariwisata, tidak bisa menjual apa-apa kalau kebudayaannya amburadul. Kalau ingin pariwisatanya dikunjungi wisatawan mancanegara atau domestik, perbaiki sektor kebudayaan,” seru Najamuddin.
Ia pun sempat menanyakan berapa APBD Pemkab Temanggung yang dialokasikan untuk kebudayaan. Oleh Bupati Temanggung dijawab Rp25 miliar. “Saya mohon Pak Bupati, tahun depan sudah Rp40 miliar ya,” kata Nadjamuddin sambil menambahkan dari evaluasi pertunjukan selama tiga hari ini, masyarakat bisa menikmatinya dengan baik. “Karena DNA masyarakat Temanggung ialah DNA kebudayaan,” pesannya.
Bahkan, Najuddin menambahkan, jika penyelenggaraan Jifolk sebagai puncak Festival Sindoro Sumbing cukup berhasil mencuri perhatian nasional. Ia menjanjikan akan ada kerja sama antara Temanggung dan pusat dalam platform Indonesia tahun depan, yaitu Festival Perkusi Internasional.
Temanggung merupakan kota kecil di Jawa Tengah yang terletak diantara Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, juga dikenal sebagai penghasil tembakau. Namun kesenian tradisional Temanggung tetap lestari. Dilansir gpswisataindonesia.info beberapa kesenian tradisional Temangung antara lain:
#. Tari Bangilun
Bangilun merupakan seni tari tradisional merupakan akronim dari: B (budaya), A (Aliran), N (nenek moyang), (gerak), I (Indah), L (lestari), U (Untuk), N (nasional). Bangilun merupakan seni tradisional religius Islami yang berfungsi untuk syiar agama lewat budaya. Bentuk tari Bangilun menyerupai tari Dolalak Purworejo maupun Angguk dari Kulon Progo.
Bangilun terbentuk kira-kira tahun 1900 pada waktu Indonesia masih dijajah Belanda. Penari Bangilun terdiri dari Laki-laki dan perempuan. Kostum yang dipakai dalam pertunjukan Bangilun seperti Celana panji, baju rompi, topi pet, sabuk yang digunakan sebagai properti juga untuk pengaman, sampur dan slempang. Namun juga terdapat kelompok yang sudah modern kostumnya ditambah kain warna-warni juga kaos kaki. Celana panji dan rompi yang digunakan berbahan dasar Bludru. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan bangilun yaitu bedug (jidor), terbang, saron, gong dan yang sudah profesional ditambah musik keyboard. Bangilun biasanya dipentaskan sebagai pertunjukan juga hiburan namun pada jaman dahulu digunakan dalam upacara adat saat panen padi.
#. Tari Wulangatho
Tari ini memiliki arti mengajarkan kebaikan terhadap anak melalui seni tari yang menggembirakan karena membawa kejenakaan. Meski memiliki kesan jenaka bagi penikmatnya, namun tari tradisonal yang satu ini juga sarat akan nilai penting lain. Yakni mengusung nafas agama Islam nan religius tanpa meninggalkan pesan nasionalisme.
#. Tari Seblak Sodher
Merupakan karyanya bersama Nunik, dengan penata iringan Didik Nuryanto itu, inspirasi tari tradisional lengger. Tari tersebut menggambarkan ungkapan kegembiraan para petani di lereng Gunung Sumbing, setelah panen tembakaunya berhasil.
#. Tari Turonggo Sari
Mengisahkan konflik batin remaja di masa puber, dimana, mereka berkeinginan pacaran tetapi tidak diperbolehkan orang tuanya, sehingga hasratnya itu diekspresikan dalam bentuk gerakan prajurit berperang dengan menunggang kuda. Tari yang diinspirasi dari gerakan-gerakan dalam tarian kuda lumping tersebut merupakan buah karya Tri Roso dan Paramitha. Sedangkan, penata iringannya adalah Didik Nuryanto.
#. Tari Onde-Onde Gandum
Tari onde-onde gandum ini idenya dari tari rakyat badui, yang merupakan tari religius Islam. Gerakan-gerakannya pun dinamis dan energik, sebagai bentuk syiar agama Islam, pencipta dan penata iringan tari ini adalah Didik Nuryanto.
#. Tari Topeng Ireng
Merupakan tarian rakyat kreasi baru yang merupakan metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo, tarian ini mulai berkembang di tengah masyarakat lereng Merapi, Merbabu dan Sumbing pada tahun 1960-an, disebut juga sebagai Tari Dayakan. Tari Topeng Ireng mengisahkan tentang perjuangan seorang pertapa untuk membuka lahan hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman, dimana dihutan tersebut terdapat manusia rimba. Seorang pertapa tersebut melawan para manusia rimba dan mengajari mereka untuk hidup sebagai manusia biasa, mengajak mereka membuka hutan, membuka lahan pertanian, dan mengajari seni bela diri. (redaksi@bisniswisata.co.id)