ART & CULTURE

Tarian Kontemporer Negara ASEAN bikin Decak Kagum

YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: Sejumlah penari profesional dari 10 negara ASEAN menampilkan beberapa tarian kontemporer yang diadaptasi dari tarian tradisional masing-masing negara. Pertunjukan itu dirangkum dalam acara ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) yang digelar di Auditorium Kampus Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (13/7) malam.

ASEAN Contemporary Dance Festival yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Sekretariat ASEAN dan diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN. Masing-masing delegasi menampilkan tarian khasnya. Menariknya. setiap penampilan dari masing-masing delegasi selesai, para penonton selalu memberikan sambutan yang sangat meriah.

Delegasi penari dari Indonesia menarikan Ragam Raga dengan menggunakan topeng. Topeng menjadi salah satu identitas Indonesia, sebagai salah satu negara yang mempunyai banyak sekali jenis topeng.

Tarian ini, menurut koreografer Indonesia Santi Dwisaputri, menampilkan karakter putri, putra halus dan putra gagah. “Gerak dari tarian ini kontemporer semua, hanya dasarnya mengambil dari ragam gerak Jawa yang kemudian dikembangkan. Tari kontemporer, menurut dia, sebenarnya tidak melulu hanya gerak tetapi juga dalam rasa,” paparnya.

Delegasi Thailand membawakan tarian yang jarang dibawakan penari negeri Gajah Putih. Koreografer asal Thailand Zack Kampanath Ruangkaittivilas mengatakan hal yang dibawakannya adalah pengembangan dari tarian tradisional yang sudah lama dilupakan. Dalam penciptaannya imajinasi akan gerak lebih muncul terlebih dahulu dari pada konsep besar dari tarian tersebut.

Tarian ini menceritakan tentang kesan manusia saat pertama kali bertemu dengan orang lain. “Kita kerap menilai orang lain padahal kita belum mengenal orang tersebut. Kita pikir oh orang ini ramah atau oh orang ini seram tapi sebetulnya kita tidak tahu apa yang ada di dalam benak orang tersebut,” katanya.

Tarian tersebut ditunjukkan dengan simbol-simbol gerak seperti ketika penari menegangkan ototnya yang mengisyaratkan orang tersebut adalah orang yang keras, atau dengan gerak-gerak lembut yang menunjukkan kehalusan orang tersebut.

Delgasi Brunei Darussalam menampilkan tarian berjudul Wang Mangalainyang dibawakan oleh dua orang penari pria. Mereka membawa kain songket serta rebana dalam tariannya. Gerakan lincah yang menjadi ciri khas dari Tari Zapin ditunjukkan dalam tarian tersebut, dipadukan gerakan cepat dan ringan dari balet.

Delegasi asal Kamboja membawa tarian berjudul Garuda yang ditarikan secara solo oleh seorang penari yang menirukan gerak-gerik burung garuda yang bebas dan independen dalam tarian tersebut. Meski hanya dibawakan satu penari, tapi tidak kalah menariknya dengan peserta lain.

Sebagai penutup, seluruh delegasi tampil secara bersamaan dengan menampilkan tarian kolaborasi yang mengagumkan. Mereka membentuk lingkaran dan di tengahnya seorang perempuan tua yang dianggap sebagai “mother earth”. Sebelum mengakhiri, salah satu penari membawa bendera ASEAN dengan berdiri di pundak penari lainnya. Formasi tarian tersebut mencoba menggambarkan kebersamaan serta solidaritas negara-negara ASEAN atau Asia Tenggara.

Uniknya, tarian kolaborasi berdurasi 20 menit ini hanya memiliki waktu satu hari saja untuk memadukan gerakan. Namun, sepertinya waktu yang sangat singkat tidak menjadi kendali bagi penari yang memiliki latar belakang berbeda. Terbukti, penampilan mereka mampu membuat decak kagum penonton.

Menurut koregrafer tari kolaborasi ACDF Santi Dwisaputri, dalam tarian kolaborasi memiliki beberapa bagian. Kemudian setiap bagian memiliki kisah dari masing-masing negara ASEAN yang dipadukan menjadi sebuah tarian yang mempunyai pesan. Meski demikian, tarian kolaborasi tersebut tetap tidak meninggalkan gerakan unsur-unsur tradisinya.

“Di sini sebagai jawaban kami menyikapi arus moderen itu. ASEAN punya cara sendiri, yang membedakan dengan negara Barat. Kita punya tata krama, kesopanan, ASEAN masih punya tradisi,” tutur Santi seperti dilansir Antara, Ahad (14/07/2019).

ASEAN Contemporary Dance Festival merupakan acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Sekretariat ASEAN. Melalui festival ini, seluruh peserta dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dapat saling bertukar pengalaman untuk pengembangan tari kontemporer di negaranya masing-masing. (NDY)

Endy Poerwanto