JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui salah satu Special Mission Vehicle yaitu PT PII. Bandara Komodo menjadi bandar udara pertama di Indonesia yang menggunakan skema proyek Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan partisipasi investor asing.
“Kehadiran PT PII sebagai penyedia penjaminan dalam struktur proyek Bandara Komodo ini, merupakan salah satu bentuk dukungan dari pemerintah, yang bisa meningkatkan confidence, dengan menggunakan Special Mission Vehicle-nya Kementerian Keuangan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kemenkeu, Jakarta, Kamis kemarin seperti dilansir laman Tempo, Jumat (27/12/2019).
Pada November 2019, PT PII telah menerbitkan pernyataan kesediaan penjaminan/In Principle Approval (IPA) kepada proyek Bandara Komodo. Saat ini, lelang proyek tersebut telah dimenangkan konsorsium PT Cardig Aero Services Tbk, Changi Airport International PTE LTD, dan Changi Airports Mena PTE LTD. Total investasi untuk proyek bandara ini mencapai Rp1,2 triliun dengan masa konsesi 25 tahun.
Ruang Lingkup yang dikerjasamakan dari Proyek KPBU Bandar Udara Komodo adalah merancang, membangun dan membiayai pembangunan seperti membangun fasilitas sisi udara yang meliputi perpanjangan dan perkerasan landasan pacu, penambahan apron, stopway dan RESA.
Selain itu, ada pembangunan fasilitas sisi darat yang meliputi perluasan terminal penumpang domestik, pembangunan terminal penumpang internasional, kantor dan gedung, serta fasilitas pendukung lainnya.
Pemenang proyek ini juga harus memelihara seluruh infrastruktur dan fasilitas Bandar Udara Komodo selama masa kerjasama; dan menyerahkan seluruh infrastruktur dan fasilitas Bandar Udara Komodo kepada PJPK pada saat masa kerja sama berakhir.
Pengembangan Bandara Labuan Bajo dilakukan dalam rangka menyukseskan dan menunjang Kawasan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu kawasan destinasi pariwisata superprioritas. Salah satu tujuan dari proyek ini adalah meningkatkan jumlah penumpang sampai dengan 4 juta penumpang dan kargo sebesar 3.500 ton pada 2044, serta untuk memperluas konektivitas nasional dan internasional.
Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan pemerintah telah memilih investor yang akan mengembangkan Bandara Komodo, yakni PT Cardig Aero Service Tbk (CAS) dan Changi Airports International Pte Ltd lah yang akan mengelola bandara tersebut melalui skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU).
“Pengembangan bandara ini, konsorsium akan mengucurkan nilai investasi Rp 1,2 triliun dengan biaya operasional Rp 5,7 triliun selama 25 tahun. Investasi (konsorsium) Rp 1,2 triliun diinvestasikan paling lama lima tahun, dan selama 25 tahun itu Rp 5,7 triliun untuk operasional,” ujar Budi di Kemenkeu, Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Menurutnya, investasi itu akan digunakan untuk memperpanjang landasan pacu (runway) hingga 2.700 meter dari saat ini yang hanya 2.400 meter. Dengan demikian, Bandara Komodo bisa memfasilitasi penerbangan pesawat besar dari dalam dan luar negeri. “Investasi untuk pengembangan runway yang panjangnya menjadi 2.750 meter sehingga pesawat menengah seperti A300 dari China dan Jepang bisa langsung mendarat di Labuan Bajo,” kata dia.
Konsorsium CAS terpilih menjadi pemenang tender proyek pengembangan Bandara Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek ini diusung dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Konsorsium ini nantinya akan berinvestasi sebesar RP 1,23 triliun dengan biaya operasional Rp 5,7 triliun selama 25 tahun atau sampai 2044.
Lantas kapan konsorsium CAS benar-benar mengoperasikan Bandara Labuan Bajo di NTT? Presiden Direktur CAS, Nurhadijono Nurjadin mengatakan konsorsium akan mulai mengoperasikan Bandara Labuan Bajo pada pertengahan tahun 2020. Pasalnya, setelah penunjukan pemenang harus menyelesaikan kontrak pendanaan dan pengoperasian. “Kurang lebih 6 bulan (lagi), tapi nunggu kontrak selesai,” tambah Nurhadijono. (*)